Total Pageviews

Sunday, March 12, 2017

Berjalan dalam Kepastian



Begitu banyak persoalan di dalam hidup ini yang kalau kita perhatikan sebenarnya mengakar pada satu hal: TIADANYA KEPASTIAN. Saya baru saja menonton ulang film X-Men Apocalypse versi BluRay dan mendapatkan sebuah quote menarik di awal film ini:

Give them the power of prophecy, and they may live in fear of the future
“berikan mereka kemampuan untuk meramal, dan mereka akan hidup di dalam ketakutan akan masa depan”

Menarik! Manakala begitu banyak orang menginginkan untuk mereka bisa mendapatkan kepastian akan masa depan mereka, ternyata kalau dipikir benar juga. Ketika kita tahu ujung dari kehidupan kita maka kita akan dilanda pada ketakutan akan masa depan.

Tentu X-Men merupakan kisah fiksi yang begitu luar biasa. Tetapi bukankah sang penulis pun sebenarnya ingin menyampaikan sesuatu dalam kisah ini? Bahwa ternyata sebagai manusia kita akan hidup dalam ketidak pastian.

Bukankah sepanjang hidup kita selalu hidup dalam ketidakpastian?
Buat teman-teman pemuda yang sedang dalam masa pencarian pasangan hidup tentu akan deg-degan tiap hari menantikan kepastian jawaban dari sang pasangan.
Bagi teman-teman remaja yang sedang dalam masa studi, tentu menghadapi berbagai pilihan untuk memilih perkuliahan.
Bagi teman-teman yang sudah lulus kuliah, akan berhadapan dengan begitu banyak lapangan pekerjaan dan kita harus memilih mana yang pas

Apabila sepanjang hidup kita ini penuh dengan ketidakpastian, maka hidup kita tidak akan pernah jauh dari apa yang disebut sebagai kekuatiran.

Bergantung Pada Hal Kuantitatif
Manusia saat ini berpikir bahwa ada kriteria tertentu yang dapat dicapai seseorang untuk kita dapat dikatakan sebagai pribadi yang sukses. Kita melihat begitu banyak hal ditawarkan oleh dunia ini. Kesempatan untuk mendapatkan uang yang lebih banyak, yah minimal ada kepastian finansial disana. Kemudian kalau masih kurang juga, ada begitu banyak penawaran mengenai kredit rumah, yah minimal ada tempat tinggal.

Kemudian kita melihat begitu banyak data kuantitatif mengenai kesehatan kita. Angka kolestrol, kemudian asam urat, dan sebagainya. Melihat hasil medical checkup membuat kita merefleksikan kembali apa arti kesehatan. Tetapi semuanya itu hanya angka bukan? Tidak ada yang bisa menduga bahwa kalau hasil dari seluruh medical checkup yang memuaskan belum tentu menentukan usia seseorang hidup.

Sama dengan hasil medical checkup, begitu pula kekayaan seseorang dan kesuksesan – bahkan pelayanan seseorang tidak menjamin bahwa hidup kita akan berumur panjang.

Lebih dari Data
Mau tidak mau fakta-fakta di atas membawa kita kepada sebuah  kesimpulan sementara: bahwa hidup manusia ini serba tidak dapat ditebak. Manusia boleh merencanakan begitu banyak hal di dalam hidupnya, tetapi mau tidak mau ada sebuah nasib yang suatu saat akan dialami.

Ya, manusia lebih daripada data-data kuantitatif yang bisa diukur. Jauh lebih dalam lagi dapat kita simpulkan bahwa hidup manusia itu LEBIH daripada hal-hal yang dapat diukur. Melalui data-data itu kita diminta untuk sampai pada suatu kesimpulan. Misalnya kalau angka-angka zat di dalam tubuh kita dalam range tertentu maka itu berarti kita sehat. Tetapi bukankah kesehatan ternyata tidak hanya dipengaruhi oleh itu?

Kita perlu menyadari bahwa begitu banyak anomaly yang justru mengarahkan kita kepada suatu hal yang disebut IMAN. Artinya adalah bahwa ternyata ada banyak hal yang tidak masuk akal yang justru terjadi di dalam kehidupan kita, dan hal-hal itu diluar akal sehat kita.

Nikodemus
Yohanes 3:1-17 memberitakan tentang seorang Farisi, kaum elite Yahudi dengan segudang pengetahuan dan yang hidupnya merupakan cerminan orang yang berkenan di hadapan Allah. Mereka mencoba melakukan semua hukum taurat dan merupakan orang-orang yang begitu terpelajar.

Di tengah berbagai fakta bahwa mereka memiliki segala hal yang membuat mereka dapat berbangga pada diri sendiri, Nikodemus memandang Yesus sebagai pribadi yang biasa. Yohanes 3:2 menunjukkan bahwa Nikodemus “tahu” tentang Yesus. Dia mengetahui bahwa ia adalah seorang rabi, seorang guru, dan seorang yang dapat melakukan mujizat.

Dalam ketinggi hatiannya itulah Nikodemus gagal melihat siapakah Yesus sebenarnya. Ini yang disampaikan oleh Yesus di Yoh 3:3.

Percakapan itu dilanjutkan di dalam ayat-ayat selanjutnya, menunjukkan bahwa Nikodemus mencoba menggunakan segala akal sehatnya untuk dapat mengerti mengenai apa yang Yesus sampaikan kepadanya. Ia mencoba untuk mengerti dari sudut pandang bahwa apa yang dikatakan Yesus haruslah selalu masuk ke dalam logikanya. Bahkan di ayat yang ke-17 mungkin merupakan sebuah tamparan yang keras sekali bagi Nikodemus.

Bagaimana mungkin Allah – di dalam pribadi Yesus – harus menanggung dosa seluruh umat manusia? Mengapa manusia tidak menyelamatkan dirinya sendiri?

Sikap Orang Percaya
Begitu banyak Nikodemus masa kini di sekitar kita bukan? Kita sebagai orang Kristen mungkin mendapatkan begitu banyak pertanyaan. Kekristenan – tidak dapat dipungkiri – merupakan iman kepercayaan yang begitu rumit. Begitu banyak hal yang ada di luar nalar kita sebagai manusia.

Misalnya adalah pertanyaan mengenai Tritunggal, mengenai keselamatan yang melalui anugrah dalam Yesus Kristus, dan sebagainya. Hal ini membuat kita berusaha menjawab dengan berbagai analogi dan memperdalam pengetahuan apologetika kita, tetapi kita lupa bahwa di dalam emmpelajari dan menyampaikan Firman, perlu ada sebuah kehidupan doa yang mendalam.

Percayalah bahwa setiap kita diberikan sebuah kepastian di dalam kehidupan kita. Minimal kepastian yang kita dapatkan adalah: bahwa kita sudah diselamatkan oleh Tuhan, bahwa Tuhan akan menjawab doa-doa kita seturut kehendakNya, bahwa di dalam hidup kita selalu ada tantangan dan Tuhan akan membekali kita dengan kekuatan untuk terus bersandar kepadaNya, dan selalu ada tuntunan dan penyertaan Tuhan, serta selalu ada pengampunan di dalam kehidupan kita manakala kita menghadap dan berlutut kepadaNya.

Melalui iman dan keyakinan itulah kita sebenarnya punya misi untuk membuat orang-orang di sekitar kita juga memiliki sebuah kepastian hidup di dalam kehidupan mereka. Mungkin awalnya sukar untuk dipahami. Kita menyadari bahkan iman yang kita miliki pun merupakan anugrah dari Tuhan. Hal ini seharusnya membuat kita punya hasrat untuk membagikannya, terlepas orang yang kita share percaya atau tidak.

Kesimpulan
Memiliki iman identik dengan percaya atas hal-hal yang tidak masuk akal menurut ukuran dunia. Mari kita belajar meminta tuntunan dan penyertaan Tuhan di dalam kita dapat mengerti mengenai iman kepada Yesus Kristus. Kita belajar untuk memahami bahwa semua yang kita miliki adalah karena anugrah-Nya semata. Hal itu membuat kita belajar untuk hidup di dalam sebuah kepastian, bahwa segala hal yang kita hadapi merupakan rencana Tuhan dan semuanya itu akan berujung pada kemuliaan-Nya.

Kita tidak membutuhkan kemampuan meramal, karena di dalam Yesus, kepastian akan masa depan sudah kita dapatkan. Pertanyaannya adalah, bagaimana kita hidup di dalam Dia untuk mensyukuri kepastian itu?

Soli Deo Gloria!