Begitu
banyak persoalan di dalam hidup ini yang kalau kita perhatikan sebenarnya
mengakar pada satu hal: TIADANYA KEPASTIAN. Saya baru saja menonton
ulang film X-Men Apocalypse versi BluRay dan mendapatkan sebuah quote menarik
di awal film ini:
Give them the power of prophecy, and they may live in fear of the
future
“berikan mereka kemampuan untuk meramal, dan mereka akan hidup di
dalam ketakutan akan masa depan”
Menarik!
Manakala begitu banyak orang menginginkan untuk mereka bisa mendapatkan
kepastian akan masa depan mereka, ternyata kalau dipikir benar juga. Ketika kita
tahu ujung dari kehidupan kita maka kita akan dilanda pada ketakutan akan masa
depan.
Tentu
X-Men merupakan kisah fiksi yang begitu luar biasa. Tetapi bukankah sang
penulis pun sebenarnya ingin menyampaikan sesuatu dalam kisah ini? Bahwa
ternyata sebagai manusia kita akan hidup dalam ketidak pastian.
Bukankah
sepanjang hidup kita selalu hidup dalam ketidakpastian?
Buat
teman-teman pemuda yang sedang dalam masa pencarian pasangan hidup tentu akan
deg-degan tiap hari menantikan kepastian jawaban dari sang pasangan.
Bagi
teman-teman remaja yang sedang dalam masa studi, tentu menghadapi berbagai
pilihan untuk memilih perkuliahan.
Bagi
teman-teman yang sudah lulus kuliah, akan berhadapan dengan begitu banyak
lapangan pekerjaan dan kita harus memilih mana yang pas
Apabila
sepanjang hidup kita ini penuh dengan ketidakpastian, maka hidup kita tidak
akan pernah jauh dari apa yang disebut sebagai kekuatiran.
Bergantung Pada
Hal Kuantitatif
Manusia
saat ini berpikir bahwa ada kriteria tertentu yang dapat dicapai seseorang
untuk kita dapat dikatakan sebagai pribadi yang sukses. Kita melihat begitu
banyak hal ditawarkan oleh dunia ini. Kesempatan untuk mendapatkan uang yang
lebih banyak, yah minimal ada kepastian finansial disana. Kemudian kalau masih
kurang juga, ada begitu banyak penawaran mengenai kredit rumah, yah minimal ada
tempat tinggal.
Kemudian
kita melihat begitu banyak data kuantitatif mengenai kesehatan kita. Angka kolestrol,
kemudian asam urat, dan sebagainya. Melihat hasil medical checkup membuat kita merefleksikan kembali apa arti
kesehatan. Tetapi semuanya itu hanya angka bukan? Tidak ada yang bisa menduga
bahwa kalau hasil dari seluruh medical
checkup yang memuaskan belum tentu menentukan usia seseorang hidup.
Sama
dengan hasil medical checkup, begitu
pula kekayaan seseorang dan kesuksesan – bahkan pelayanan seseorang tidak
menjamin bahwa hidup kita akan berumur panjang.
Lebih dari Data
Mau
tidak mau fakta-fakta di atas membawa kita kepada sebuah kesimpulan sementara: bahwa hidup manusia ini
serba tidak dapat ditebak. Manusia boleh merencanakan begitu banyak hal di
dalam hidupnya, tetapi mau tidak mau ada sebuah nasib yang suatu saat akan
dialami.
Ya,
manusia lebih daripada data-data kuantitatif yang bisa diukur. Jauh lebih dalam
lagi dapat kita simpulkan bahwa hidup manusia itu LEBIH daripada hal-hal yang
dapat diukur. Melalui data-data itu kita diminta untuk sampai pada suatu
kesimpulan. Misalnya kalau angka-angka zat di dalam tubuh kita dalam range tertentu maka itu berarti kita
sehat. Tetapi bukankah kesehatan ternyata tidak hanya dipengaruhi oleh itu?
Kita
perlu menyadari bahwa begitu banyak anomaly yang justru mengarahkan kita kepada
suatu hal yang disebut IMAN. Artinya adalah bahwa ternyata ada banyak hal yang
tidak masuk akal yang justru terjadi di dalam kehidupan kita, dan hal-hal itu
diluar akal sehat kita.
Nikodemus
Yohanes
3:1-17 memberitakan tentang seorang Farisi, kaum elite Yahudi dengan segudang
pengetahuan dan yang hidupnya merupakan cerminan orang yang berkenan di hadapan
Allah. Mereka mencoba melakukan semua hukum taurat dan merupakan orang-orang
yang begitu terpelajar.
Di tengah
berbagai fakta bahwa mereka memiliki segala hal yang membuat mereka dapat
berbangga pada diri sendiri, Nikodemus memandang Yesus sebagai pribadi yang
biasa. Yohanes 3:2 menunjukkan bahwa Nikodemus “tahu” tentang Yesus. Dia mengetahui
bahwa ia adalah seorang rabi, seorang guru, dan seorang yang dapat melakukan
mujizat.
Dalam
ketinggi hatiannya itulah Nikodemus gagal melihat siapakah Yesus sebenarnya. Ini
yang disampaikan oleh Yesus di Yoh 3:3.
Percakapan
itu dilanjutkan di dalam ayat-ayat selanjutnya, menunjukkan bahwa Nikodemus
mencoba menggunakan segala akal sehatnya untuk dapat mengerti mengenai apa yang
Yesus sampaikan kepadanya. Ia mencoba untuk mengerti dari sudut pandang bahwa
apa yang dikatakan Yesus haruslah selalu masuk ke dalam logikanya. Bahkan di
ayat yang ke-17 mungkin merupakan sebuah tamparan yang keras sekali bagi
Nikodemus.
Bagaimana
mungkin Allah – di dalam pribadi Yesus – harus menanggung dosa seluruh umat
manusia? Mengapa manusia tidak menyelamatkan dirinya sendiri?
Sikap Orang
Percaya
Begitu
banyak Nikodemus masa kini di sekitar kita bukan? Kita sebagai orang Kristen
mungkin mendapatkan begitu banyak pertanyaan. Kekristenan – tidak dapat
dipungkiri – merupakan iman kepercayaan yang begitu rumit. Begitu banyak hal
yang ada di luar nalar kita sebagai manusia.
Misalnya
adalah pertanyaan mengenai Tritunggal, mengenai keselamatan yang melalui
anugrah dalam Yesus Kristus, dan sebagainya. Hal ini membuat kita berusaha
menjawab dengan berbagai analogi dan memperdalam pengetahuan apologetika kita,
tetapi kita lupa bahwa di dalam emmpelajari dan menyampaikan Firman, perlu ada
sebuah kehidupan doa yang mendalam.
Percayalah
bahwa setiap kita diberikan sebuah kepastian di dalam kehidupan kita. Minimal kepastian
yang kita dapatkan adalah: bahwa kita sudah diselamatkan oleh Tuhan, bahwa
Tuhan akan menjawab doa-doa kita seturut kehendakNya, bahwa di dalam hidup kita
selalu ada tantangan dan Tuhan akan membekali kita dengan kekuatan untuk terus
bersandar kepadaNya, dan selalu ada tuntunan dan penyertaan Tuhan, serta selalu
ada pengampunan di dalam kehidupan kita manakala kita menghadap dan berlutut
kepadaNya.
Melalui
iman dan keyakinan itulah kita sebenarnya punya misi untuk membuat orang-orang
di sekitar kita juga memiliki sebuah kepastian hidup di dalam kehidupan mereka.
Mungkin awalnya sukar untuk dipahami. Kita menyadari bahkan iman yang kita
miliki pun merupakan anugrah dari Tuhan. Hal ini seharusnya membuat kita punya
hasrat untuk membagikannya, terlepas orang yang kita share percaya atau tidak.
Kesimpulan
Memiliki
iman identik dengan percaya atas hal-hal yang tidak masuk akal menurut ukuran
dunia. Mari kita belajar meminta tuntunan dan penyertaan Tuhan di dalam kita
dapat mengerti mengenai iman kepada Yesus Kristus. Kita belajar untuk memahami
bahwa semua yang kita miliki adalah karena anugrah-Nya semata. Hal itu membuat
kita belajar untuk hidup di dalam sebuah kepastian, bahwa segala hal yang kita
hadapi merupakan rencana Tuhan dan semuanya itu akan berujung pada
kemuliaan-Nya.
Kita
tidak membutuhkan kemampuan meramal, karena di dalam Yesus, kepastian akan masa
depan sudah kita dapatkan. Pertanyaannya adalah, bagaimana kita hidup di dalam
Dia untuk mensyukuri kepastian itu?
Soli Deo Gloria!