Total Pageviews

Thursday, May 25, 2017

Kebangkitan Kristus, Pengharapan Hidup, Kenaikan Yesus dan Kesetiaan Allah



Hari ini, 25 Mei 2017 seluruh umat Kristiani merayakan hari raya Kenaikan Isa-Almasih. Tentu bukan sebuah kebetulan dimana perayaan hari raya ini pada tahun ini dirayakan seminggu setelah hari Kebangkitan Nasional. Selain itu, hal yang tidak kalah penting adalah kita melihat berbagai problematika yang sedang mencuat akhir-akhir ini. Harus diakui bahwa Hari Kebangkitan Nasional tahun ini penuh dengan pemaknaan, dimana Indonesia sedang dilanda oleh berbagai hal yang menarik dan mencengangkan. Mulai dari dipenjarakannya seorang Basuki Tjahaya Purnama, kasus-kasus yang sedang mencuat, mulai bangkitnya gerakan-gerakan radikalisme, serta pemboman yang terjadi di Jakarta.

Kenaikan Tuhan Yesus ke Sorga
Perayaan Kenaikan Tuhan Yesus ke Sorga mungkin tidak sepopuler Natal dan Paskah. Kalau pada saat Natal dan Paskah, gereja penuh baik dari segi kehadiran maupun berbagai acara yang meriah, hari kenaikan tidak mendapatkan porsi yang semeriah itu. Setidaknya hanya ada ibadah seperti ibadah regular, diselipi oleh beberapa pengisi pujian, dan jalannya tetaplah sesuatu yang biasa saja.

Tetapi harus diingat bahwa hari ini merupakan sebuah momen penting juga selain Natal dan Paskah. Momen ini mengingatkan kita mengenai bagaimana Tuhan Yesus yang bertemu secara “fisik” untuk terakhir kalinya dengan para murid-Nya. Yesus yang mereka kenal, yang membuat mereka larut dalam kekaguman akan berbagai karyaNya, yang kemudian meninggalkan mereka saat Jumat Agung, kemudian bangkit dan menampakkan diri kepada mereka. Yesus itu juga akan meninggalkan mereka kembali untuk kedua kalinya secara fisik.

Perubahan Sikap

Mereka sujud menyembah kepada-Nya, lalu mereka pulang ke Yerusalem dengan sangat bersukacita. Mereka senantiasa berada di dalam Bait Allah dan memuliakan Allah.
(Luk 24:52-53)

Para murid menyembah kepada-Nya setelah kepada mereka disampaikan salam perpisahan. Kontras sekali dengan apa yang mereka alami pada saat Yesus mengucapkan salam perpisahan saat Ia akan disalibkan. Menarik untuk kita lihat bahwa disini ada perubahan respons akan perkataan Tuhan kepada para murid-Nya.

Para murid pulang ke Yerusalem dengan sangat bersukacita dan hal ini pun juga tidak terjadi pada saat Yesus telah mati disalibkan sebelum Ia bangkit. Murid-murid bersembunyi di sebuah ruang tertutup, larut dalam kesedihan mereka. Sedangkan pada saat kedua kalinya Yesus akan berpisah dengan mereka, murid-murid berada di dalam Bait Allah, tempat peribadatan orang-orang Yahudi, yang mana bisa dikatakan bahwa pada jaman itu murid-murid adalah kaum minoritas, sekte sesat yang mengajarkan tentang Yesus adalah Mesias.

Apa yang mereka lakukan di Bait Allah? Oh mereka tidak hanya diam. Mereka memuliakan Allah dan ini adalah hal yang dipandang orang lain mungkin bodoh, nekat, dan resikonya sangatlah tinggi. Tetapi murid-murid melakukannya, dan mereka tetap setia.

Faktor X
Tidak dapat dipungkiri bahwa perubahan sikap itu pasti ada penyebabnya. Tidak ujug-ujug para murid tiba-tiba menjadi orang-orang yang seberani itu. Tentu kita masih ingat bagaimana Petrus yang dengan gegabah menyangkal Yesus. Alkitab juga menyajikan kita berbagai informasi yang begitu jujur tentang ketakutan yang dialami para murid.

Apakah janji Tuhan ketika Ia masih hadir dalam bentuk fisik dan ketika Ia akan naik ke sorga berbeda? Ternyata tidak juga. Mari kita baca ayat ini:

Ia berkata kepada mereka: "Inilah perkataan-Ku, yang telah Kukatakan kepadamu ketika Aku masih bersama-sama dengan kamu, yakni bahwa harus digenapi semua yang ada tertulis tentang Aku dalam kitab Taurat Musa dan kitab nabi-nabi dan kitab Mazmur."
(Luk 24:44)

Apa yang didapatkan dari ayat ini adalah ternyata janji yang sudah Ia ungkapkan sebelumnya maupun pada saat momen ini adalah sesuatu yang sama. Murid-murid pun memahami bahwa kedua janji tersebut sama, tetapi ada yang menjadi faktor X, atau factor pembedanya. Apakah itu? Bahwa saat ini Tuhan telah membukakan pikiran mereka (ay. 45)

Nah setelah kita mengetahui hal ini, yuk mari kita evaluasi diri kita sendiri. Apakah di dalam setiap proses kehidupan kita, hati dan pikiran kita sudah terbuka kepada Firman itu? Apakah kita siap mendengarkan Firman itu sekalipun mungkin tidak mudah untuk kita menerimanya? Siapkah kita ditegur dan menerima Firman itu sehingga kehidupan kita pun dapat diubahkan sama seperti para murid sudah diubahkan?

Implikasi Praktis
Damai sejahtera yang Tuhan berikan ini bukanlah sebuah hal yang sia-sia. Ketika para murid sudah merasakan bagaimana kehidupan mereka diubahkan melalui kejadian ini, mereka telah merasakan bagaimana indahnya berkarya dalam hidup mereka bagi Tuhan.

Kita melihat hal ini dari teladan iman para murid. Stefanus – yang harus mati karena mempertahankan imannya dengan dilempari batu. Petrus – yang akhirnya disalib terbalik. Yakobus – yang akhir hidupnya dipenggal. Andreas – yang mati disalib silang. Yohanes – yang dibuang ke Pulau Patmos. Kemudian di jaman yang lebih modern kita mengenal David Livingstone – yang menyebarkan injil hingga ke Afrika, meninggalkan segala kenyamanannya. Setiap orang Kristen di berbagai bidang kehidupan telah mencoba untuk menjadi berkat melalui damai sejahtera Allah yang sudah mereka rasakan, dan mereka ingin memperkenalkan damai sejahtera itu kepada orang lain.

Ketika kita belajar hal ini, siapkah kita menjadi berkat di tengah masyarakat yang mungkin menolak kita dengan berbagai fitnah, opini, dan berbagai gagasan yang bertentangan dengan iman kita? Siapkah kita bersikap menjadi orang-orang yang “berbeda” dibandingkan dengan orang-orang di sekitar kita yang mungkin belum pernah merasakan kasih Kristus di dalam kehidupan mereka?

Hari kenaikan Tuhan Yesus ke Sorga ini hendaklah dimaknai dengan sebuah sikap untuk bangkit, untuk menjadi pribadi-pribadi yang percaya penuh akan janji dan penyertaan Allah di dalam kehidupan kita.

Soli Deo Gloria