Total Pageviews

Friday, September 22, 2017

Menghargai Rencana Tuhan Dalam Hidup




 Kejadian 50:15-21


Kisah Yusuf pada bagian ini berbicara mengenai bagaimana kita belajar untuk memaafkan setiap hal buruk yang sudah direncanakan orang lain. Tetapi kalau kita pelajari lebih dalam, kisah ini juga mengajarkan begitu banyak hal lain, yakni tentang bagaimana kita bersyukur dan bagaimana kita menjawab serta memaknai panggilan dan rencana Tuhan di dalam kehidupan kita.

Garis Besar Kehidupan Yusuf

Kita tahu bahwa semuanya dimulai dari sebuah mimpi. Mimpi Yusuf yang mengakibatkan dia dijual oleh saudara-saudaranya dengan harga yang jauh lebih murah dibandingkan dengan harga budak normal. Perjalanan ini adalah perjalanan yang jauh, dari Dotan menuju ke Mesir, dan bisa dibayangkan – tanpa onta (karena dia adalah orang yang dibeli), kemudian tentu saja tidak ada jalan raya di jaman itu. Jadi ini adalah perjalanan yang begitu jauh dan berbahaya.

Normalkah ketika seseorang ngambek di dalam perjalanan seperti sampai menumpuk dendam kepada orang-orang yang menyebabkan dia menjadi seperti ini? Yusuf di dalam menempuh perjalanan yang jauh itu tentu ada kondisi dimana dia lelah, dia kehausan, dan dia bisa saja emosi terhadap saudara-saudaranya.

Sesampainya di Mesir, kondisipun tidak jauh lebih baik. Ia telah bekerja dengan sebaik-baiknya ketika berada di rumah Potifar. Suatu hari pun istri Potifar menyebabkan dia masuk ke penjara. Ia difitnah di dalam usahanya untuk bekerja secara baik-baik. Dia sudah melakukan yang terbaik lho, tetapi ia berhak bertanya: mengapa Tuhan menempatkan dia di posisi seperti ini.

Bagaimana dengan kehidupan di penjara? Yusuf pun melakukan sesuatu yang terbaik. Ia menegaskan mimpi dari juru minuman raja dan juru roti. Mimpi keduanya ia sampaikan dan tafsirkan dengan begitu tepat. Tetapi balasan apa yang ia dapat? Juru minuman raja pun juga sama sekali lupa mengenai karya Yusuf. Akhirnya tetap saja, Yusuf harus terus menjalani hukuman penjaranya.

Sampai pada satu kali ketika Firaun bermimpi, dan saat itulah juru minuman raja baru mengingat bagaimana pada akhirnya ia dapat kembali ke istana. Ia akhirnya ingat tentang Yusuf, dan benar saja, Yusuf bisa menafsirkan mimpi itu dengan tepat. Melalui jasanya itulah ia menjadi orang nomor 2 di kerajaan Mesir pada waktu itu. Hal itu membuat Yusuf memiliki kuasa yang begitu besar pada jaman itu.

Rekonsiliasi bukan Balas Dendam

Mengapa Yusuf bisa bersabar di dalam menghadapi berbagai tantangan hidup? Dia bisa aja menjadi marah kepada Tuhan dan juga kepada saudaranya. Kalau dia hanya berhenti melihat hidupnya sampai kepada momen dimana dia dijual oleh saudara-saudaranya, maka dia akan mengalami kepahitan yang begitu dalam. Kalau dia berhenti pada momen dimana dia dipenjara, maka dia akan mengalami kepahitan kepada istri Potifar dan Potifar, yang mungkin ending dari berita alkitab ini bukanlah sebuah rekonsiliasi keluarga, tetapi pembantaian.

Menarik kalau kita melihat berita alkitab ini, Yusuf mengampuni saudara-saudaranya secara tersurat, dan secara tersirat kalau dia mau, dia punya kuasa buat menghukum Potifar dan istrinya. Dia punya kuasa untuk menghancurkan hidup dari juru minuman raja yang melupakannya. Bahkan dia punya kesempatan buat mencari pedagang-pedagang budak yang membeli dia untuk membalas dendam.

Tetapi Yusuf tidak melakukan semuanya itu, bahkan di dalam kebohongan yang diutarakan oleh saudara-saudaranya ketika bertemu muka dengan muka dengan Yusuf.

Melihat Gambaran Besar Allah

Ketika diberikan janji oleh Tuhan melalui mimpi bahwa Yusuf akan menjadi seseorang yang jauh lebih besar daripada saudara-saudaranya – bahkan ayahnya – maka dia berpegang teguh pada janji Allah. Tentu saja hal ini tidak mudah ketika kita belum mengetahui apa rencana Tuhan di dalam kehidupan kita. Apalagi akan sangat jarang terjadi dalam hidup kita bahwa kita akan diberikan sebuah mimpi tertentu oleh Tuhan.

Maka dari itu penting bagi kita buat memahami rencana besar atau gambaran besar Allah. Kita mengetahui dengan jelas sekali bahwa:

1.      Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu.
(Yes 55:8-9)
2.      Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib; ajaib apa yang Kaubuat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya.
(Mzm 139:14)
3.      Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.
(Rom 8:28)

Ketika Allah berfirman demikian, bukankah itu menjadi jaminan bagi setiap kita bahwa ada gambaran besar yang Tuhan sediakan dalam kehidupan kita. Oke maybe untuk saat ini kita belum memahami rencana tersebut dalam kehidupan kita, tetapi satu hal yang kita tahu bahwa masa lalu kita, masa kini, dan masa depan kita semuanya sudah dirancangkan dengan sungguh amat baik.

Hal inilah yang membuat Yusuf ‘kebal’ dan fokus terhadap tujuan itu. Ia telah mengetahui tujuan akhir dari gambaran besar yang Allah sediakan. Jadi apapun yang ia alami, ia senantiasa belajar buat mengingat tujuan akhir itu. Hal tersebut akan membuat kita menjadi sadar akan bahwa tidak ada satu hal pun di dalam dunia ini yang lepas dari kontrol Tuhan.

Move On!

Pembelajaran yang perlu kita pahami adalah kalau Tuhan telah merancangkan bahwa setiap hal yang terjadi dalam hidup kita merupakan kebaikan, nyatanya hidup kita dipenuhi dengan berbagai hal yang justru membuat kita tidak dapat memandang kebaikan Tuhan. Contohnya kita mengalami berbagai macam kegagalan dalam hidup. Kita sudah mencoba dengan berbagai effort kita tetapi ternyata gagal. Padahal itupun juga ternyata untuk mengerjakan sesuatu yang baik, yang “sesuai dengan kehendak Tuhan”.

Balik lagi bahwa kita akan menjadi gagal paham kalau kita tidak memaknai setiap kegagalan dalam hidup kita merupakan sebuah kesempatan bagi kita untuk bertumbuh dan berbuah. Sadarkah Yusuf bahwa ternyata di dalam proses kehidupannya, Allah mengajarkan dia untuk menjadi seseorang yang lebih bijak, lebih tahan uji, bahkan di tengah berbagai kejadian tidak enak yang ia alami.

Apa yang membuat kita gagal paham seperti ini? Karena kita gagal buat move on dari setiap perkara yang ada di dalam hidup kita. Kita tidak peka dan akhirnya menggunakan kekuatan kita sendiri dalam menghadapi hidup. Padahal, Tuhan sendiri yang menyatakan:

Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Kupun ringan."
(Mat 11:28-30)

Jadi, ketika ada berbagai persoalan hidup yang kita anggap bahwa itu diluar kemampuan kita, itu tidak sepenuhnya salah. Yap, ketika kita hanya seorang diri dalam memahami kejadian itu, kembali lagi: kita gagal paham. Kita gagal melihat karya Allah. Pendek kata, kita gagal untuk bertanya dan menjawab: “Apa yang mau Tuhan kerjakan dalam hidupku?”

Ketika kita belajar bertanya kepada diri sendiri dan kepada Tuhan, maka kita akan mendapati bahwa ada rancangan-rancangan indah yang Tuhan sediakan. Itulah yang membuat senantiasa kita bisa bersyukur atas kasih karunia yang Tuhan rancangkan dalam kehidupan kita.

Menyadari Kasih Allah

Allah mengasihi Yusuf, dan tidak berhenti disana. Allah mengasihi Yusuf dan terutama Dia juga mengasihi Israel. Ia merawat sebuah bangsa dengan cara yang luar biasa. Satu orang yang dijadikan ‘korban’ (ya, Yusuf bisa saja melihat bahwa dirinya adalah korban) demi menyelamatkan seluruh bangsa. Saat ini pun ada tawaran di dalam diri setiap kita pribadi lepas pribadi.

Ketika Allah sudah menyerahkan segalanya melalui karya salib Kristus dalam kehidupan kita, bagaimana respons kita? Ketika Allah sudah sedemikian mengasihi kita, bagaimana sikap kita kepadaNya? Atau malah bagaimana sikap kita terhadap diri kita sendiri – yang merupakan karya terbesar Allah? Apakah kita mau belajar mengasihi diri kita, dan mengasihi orang lain sebagaimana Allah telah mengasihi setiap kita?

Mari kita merenungkannya. Tidak mudah untuk memahami gambaran besar Allah. Apalagi ketika kita ada di dalam berbagai kegagalan yang melanda kita. Kita gagal dalam satu dan lain hal. Kita gagal mendapatkan pekerjaan yang kita inginkan. Kita gagal dalam relasi kita. Kita gagal dalam pekerjaan kita. Ada berbagai kegagalan di dalam hidup kita.

Kita bandingkan dengan bagaimana nabi-nabi yang melayani bangsa Israel dan Yehuda di jaman dahulu. Yeremia, di tengah tangisannya, ia sempat jatuh pada kegagalan untuk melihat gambaran besar Allah itu dengan sebuah pernyataan: sungguh, Engkau seperti sungai yang curang bagiku!

Ketika ada kekecewaan dalam diri kita, mau nggak kita kembali menyadari akan kasih Allah selama ini? Saat kita menyadari bahwa Tuhan ternyata sudah sedemikian jauh menghantarkan hidup kita sampai dengan saat ini, apakah kita melupakan seluruh masa hidup yang lampau itu dimana kita masih bisa hidup itupun karena karya Allah? Ataukah kita mau belajar untuk berpikir bahwa ketika Tuhan sudah membawa hidup kita sampai pada titik ini, dengan keyakinan penuh bahwa rancanganNya adalah damai sejahtera, maka kita dapat menikmati hidup ini dalam kasih karunia.

Bukan berarti bahwa kita tidak peduli atas kehidupan kita. Bukan berarti bahwa kita berkata “ya wes lah Tuhan aku pasrah”, kemudian akhirnya kita tidak memikirkan sesuatu rencana masa depan kita. Tetapi ketika kita merancangkan masa depan kita kedepan, marilah kita melibatkan Dia di dalam setiap hal yang kita pikirkan, kita kerjakan. Ketika kita melibatkan Tuhan, maka hidup kita akan berubah, sampai pada satu titik bahwa ketika kita gagal, kita bisa bersyukur pada Tuhan. Ketika kita mendapatkan sesuatu, kita pun bertanya: “apa yang mau Tuhan kerjakan melalui hal yang aku dapatkan ini?”

Mari belajar peka dan punya respons yang benar. Seperti Yusuf yang senantiasa siap diproses dan dipersiapkan menjadi pribadi yang jauh lebih indah, dan mau menerima segala hal di dalam hidupnya, marilah kitapun belajar untuk peka dan menikmati anugrah Allah yang sudah Ia sediakan melalui setiap kejadian dalam hidup kita.

Soli Deo Gloria!