Total Pageviews

Friday, January 31, 2014

Being A Digital Missionary

Berbicara mengenai komunitas on-line, sekarang sangat marak. Perkembangan social networking mulai dari Friendster hingga sekarang Facebook dan Twitter benar-benar menggiurkan. Masyarakat online. Online Community ini kemudian akan mencetak Digital City, yang membentuk Digital Generation, dan membentuk Screenager.

Partisipasi kreatif dari situs seperti ini dapat dilihat, beberapa efek dari Facebook:
1.       Membentuk cara menjalani hidup dan mempengaruhi gaya hidup
Sadar atau tidak, online community membentuk suatu pola pikir yang baru. Kerinduan akan firman Tuhan serasa dihancurkan oleh laptop kita yang sangat ganas. Bersyukur bahwa ketika kita sadar akan hal itu, kita tidak diikat oleh komunitas online tersebut.

2.       Menyebabkan adanya Split Kepribadian
Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam komunitas online kita bisa menjadi orang yang super baik. Orang tidak dapat melihat dan berinteraksi dengan kita secara langsung, hal ini tentunya berbahaya. Orang kemudian memiliki kepribadian ganda dan tidak menjadi dirinya sendiri.

3.       Komunitas maya yang ‘palsu’, integritas semakin dikaburkan
Hampir sama dengan nomor 2. Intinya disini adalah kita tidak menjadi kita yang sebenarnya. Celakanya, hal itu tidak diketahui oleh orang-orang disekitar kita.

4.       Ekspresi diri yang tanpa batas
Ini yang paling ngeri. Di facebook dapat kelihatan dengan sangat jelas bagaimana orang-orang menjadi sangat egois. Dia kelihatannya ingin menjadi pusat dunia dengan menuliskan status-status yang tidak jelas.
Arti dan definisi dari persahabatan menjadi hilang, bahkan seorang bisa menjadi kelihatan sangat dekat di facebook tetapi kenyataannya mereka tidak berhubungan apa-apa. Arti komunitas Kristen dalam perspektif alkitab pun juga serasa hilang.

5.       Pertukaran Worldview
Tidak dapat disangkali bahwa di komunitas online, batas-batas komunikasi semakin hilang, dan ini menyebabkan terjadinya pertukaran worldview. Ini dapat menjadi kesempatan sekaligus ancaman. Kesempatan yang baik untuk mengkabarkan injil melalui komunitas online.

6.       Social Community
Dapat terjadi komunitas yang semakin social. Apakah benar? Mungkin tidak. Seperti yang sudah dijelaskan pada nomor 4. Kita dapat terjebak dalam apa yang disebut sebagai social individualism. Sebenarnya apakah kita ingin mencari teman ataukah kita mau menjadi pusat dunia?
Dengan adanya komunitas yang baik, dapat menjadi suatu kontrol social yang baik juga. Jika mungkin ada kebijakan pemerintah yang mungkin tidak berkenan dihati rakyat dan sebagainya, dapat menjadi suatu kekuatan kontrol yang sangat besar.

7.       No communication barrier
Semakin lama, batasan komunikasi menjadi hilang. setiap orang dapat berteman satu dengan yang lain. Ini juga yang diteladankan Yesus ketika Dia berbincang dengan perempuan Samaria.

Tindakan kita:
Bagaimana tanggapan kita sebagai orang-orang yang percaya? Satu jawaban yang mewakili semua adalah menjadi Digital Missionary. Facebook merupakan suatu media yang sangat efektif dalam rangka pengkabaran dan penyebarluasan injil. Menjadi orang-orang yang dapat memanfaatkan teknologi sebagai suatu media yang efektif.

Apa yang kita lakukan dalam kita menggunakan jejaring sosial yang saat ini marak? Sudah efektifkah kita menjalani peran kita sebagai digital missionary? Apakah dengan posting kita, update status kita, kita sudah menunjukkan betapa kasih Allah begitu besar bagi kita? Mari belajar untuk menjadi seorang digital missionary. Ada tantangan jaman yang begitu besar, dan ini menjadi suatu kesempatan bagi kita untuk terus berkarya.


Soli Deo Gloria

Wednesday, January 1, 2014

“Happy” New Year


Ah betapa gegap gempita tahun baru 2014. Setelah melalui 2013 dengan berbagai peristiwa yang mungkin menyenangkan, menyakitkan, dan sebagainya. Bagaimana kita menyambut tahun baru 2014 ini? Sudah siapkah kita “menuliskan” halaman-halaman baru di tahun 2014?

Bagaimana kebenaran iman Kristen memandang tahun baru? Ah, apa sebenarnya yang menarik dari tahun baru? Kita sering dengar gereja-gereja sangat menggemari tahun baru sebagai suatu momen mereka membuat suatu jargon-jargon tertentu. Tahun kemenangan, tahun resolusi, tahun kejayaan, dan sebagainya. Sementara itu di daerah pinggiran di tempat yang lain, rasanya untuk merayakan tahun baru mereka hanya menikmati hidup mereka seadanya. Berharap atas bantuan orang lain dapat memberi mereka sesuatu untuk makan dan bertahan hidup.

Bagaimana seharusnya kita memaknai tahun baru ini? Di dalam segala kerendahan hati kita perlu merefleksikan ulang, kalau tahun baru ini sampai ada, bukankah itu semua karena Allah yang mengijinkannya? Nah kalau dari sudut pandang ini, ada berbagai hal yang dapat kita refleksikan di dalam setiap detik hidup kita, entah tahun baru ataupun tidak.

1.       Providensia Allah
Allah memberikan anugrah pada diri setiap manusia, entah itu baik ataupun jahat. Dalam kedaulatanNya, Ia memberikan sehari demi sehari kesempatan bagi kita untuk mengevaluasi diri dan mengucap syukur atas setiap hal yang Ia berikan di dalam kehidupan kita. Tahun baru menjadi suatu momen untuk mengingat kebaikan Allah dan janji penyertaanNya di dalam hidup kita

2.       Resolusi
Sudahkah kita membuat resolusi di tahun yang baru? Mungkin sebagian sudah. Tetapi pertanyaan selanjutnya adalah, apa fokus dari resolusi kita? Nah ini perlu kita cermati bersama. Di nomor 1 tadi kita sudah sepakat bahwa kalau tahun baru ini sudah ada, tentunya semuanya karena Allah memberikan anugrah bagi kita. Berarti kita perlu sadar bahwa hidup kita, setiap langkah kita, bukankah itu bukan tentang diri kita lagi? Kita sudah dikuasai oleh Allah. Kita sudah dibeli dan harganya sudah lunas dibayar, demikian kata Paulus.
Berarti yuk kita lihat kembali resolusi kita, kita cermati satu per satu. Apakah resolusi kita hanya memuaskan diri kita sendiri, ataukah resolusi kita kembali kepada kemuliaan Allah?

3.       Soli Deo Gloria
Apabila kita memaknai bahwa hidup ini sudah diatur oleh Tuhan, yuk kita coba flashback kembali apa yang telah dilakukan Allah di dalam kehidupan keseharian kita selama 2013 dan kita belajar untuk membawa di dalam doa, keseharian kita di tahun yang baru yakni 2014. Mungkin kita melihat 2013 dan kita menemukan ada banyak sekali hal-hal buruk yang terjadi di dalam hidup kita. Kita melihat bahwa ternyata Allah tampak seperti “tinggal diam”, dan kita kecewa karena itu. Bermodalkan itu kita menatap tahun baru dengan pesimistis. Ingat bahwa kita perlu yang namanya percaya diri (confidence), namun perlu diingat pula confidence berasal dari kata con dan fide, yakni con = menyesuaikan, fide = iman. Berarti confidence (kepercayaan diri) tidak dapat dilepaskan dari iman kita kepada Sang Pemilik Hidup kita.
Menyadari bahwa di tahun 2013 ada berbagai kegagalan dan kesalahan yang mungkin kita buat, percayalah bahwa semuanya itu ada untuk menajamkan kita sehingga kita menjadi orang-orang yang dapat memuliakan Allah

Mengingat ketiga hal itu, dirangkum dalam satu kerinduan kita di tahun yang baru untuk membuat resolusi-resolusi yang semakin hari semakin mendekatkan kita kepada Tuhan. Contohnya: kita belajar bangun pagi, konsisten saat teduh, mulai journaling, semakin menikmati pembacaan alkitab pribadi kita, belajar dengan giat, mulai belajar rutin untuk berdoa, dan sebagainya.

Kelihatannya sepele bukan? Tetapi coba kita lakukan itu secara konsisten. Kita mulai belajar untuk berpikir bukan hanya untuk kesenangan kita. Ingat bahwa kita bukanlah center of the universe. Mari belajar merayakan tahun baru dengan suatu pemahaman bukan sebuah pesta pora, tetapi satu momen sebenarnya yang disediakan Tuhan di dalam hidup kita untuk mengevaluasi diri kita dan membentuk kita menjadi pribadi yang lebih baik lagi dan semakin hari semakin berserah kepada anugrah. Menyadari bahwa kita perlu anugrah itulah yang membuat nama Tuhan semakin dipermuliakan di dalam tiap langkah hidup kita.

Maknailah setiap detik di tahun yang baru, sehingga hal sekecil apapun di dalam hidup kita, kita bisa belajar untuk Memuliakan Tuhan dan Menikmati Dia Sepanjang Waktu.

Soli Deo Gloria!