Petrus menulis dengan sangat
keras disini. Ia mencoba meyakinkan umat untuk memaknai keselamatan yang sudah
dikerjakan Allah di dalam kehidupan keseharian kita. Poin penting disini adalah
kalimat “Allah tanpa memandang muka”, yang berarti bahwa ini menjadi satu
kesadaran bagi kita untuk tidak menyombongkan diri atas apapun yang kita
miliki. Allah empunya segalanya, dan karena itulah kita dituntut untuk hidup
dalam ketakutan.
Petrus juga menuliskan kata “menumpang”,
yang menunjukkan bahwa sebenarnya kita ini bukanlah ‘penduduk asli’ dari dunia
ini. Artinya merujuk kepada ayat selanjutnya. Tetapi kata “menumpang” disini
menjadi sesuatu yang sangat penting. Bayangkan ketika kita menumpang di rumah
orang lain. Apakah kita akan dengan nyaman dan bebas untuk tinggal di dalamnya?
Tentu saja tidak! Sama dengan kita, seharusnya kita memiliki sebuah kerinduan
untuk kita dapat segera kembali, merindukan suasana rumah. Saat kita menumpang,
selalu ada rasa kuatir dan takut akan hal-hal yang akan terjadi.
Implikasi dari hal ini adalah
kita selayaknya menjaga kehidupan kita di hadapan Allah. Kita tahu bahwa di
dalam kehidupan kita di dunia, segala hal di dalamnya bersifat fana. Suatu saat
nanti… Ya! Suatu saat nanti kala kita diijinkan untuk pulang, kembali ke rumah
kita yang sesungguhnya, yang sudah Dia sediakan, itulah momen yang paling indah
di dalam kehidupan kita.
Petrus melanjutkan dengan
kembali menegaskan penebusan sebagai karya Kristus. Segala hal yang ada di
dunia ini tidak sebanding dengan darah Yesus. Darah yang tercurah di atas
salib, yang membebaskan kita dari dosa. Kita membaca disini bahwa keselamatan
itu sama sekali tidak ada campur tangan manusia. Inilah kunci sebenarnya dari
kekristenan. Perbedaan antara kekristenan dengan agama / kepercayaan lain di
dunia ini adalah penebusan Kristus. Allah yang turun ke dunia melalui Yesus
Kristus, merendahkan diriNya sebagai hamba, dan membebaskan dosa manusia.
Keselamatan sepenuhnya adalah campur tangan Allah, tidak ada usaha manusia
sedikit pun di dalam kita mendapatkan keselamatan.
Petrus menegaskan bahwa tidak
ada hal yang lebih indah sebenarnya daripada salib Kristus. Penebusan melalui
salib adalah kesempurnaan dari karya keselamatan. Ayat selanjutnya menyatakan
bahwa Allah sudah dipilih sejak dunia dijadikan, dan alasan mengapa Dia
menyatakan diriNya adalah karena kamu (karena manusia). Ini adalah panggilan
bagi setiap kita untuk menghidupi kehidupan yang kudus di dunia.
Ayat selanjutnya memberitakan
tentang keselamatan yang satu-satunya berasal dari Allah. Dampak dari kita
telah diselamatkan adalah kita dapat memiliki iman dan pengharapan yang tertuju
kepada Allah. Artinya bahwa satu-satunya pengharapan di dalam kehidupan kita
sebagai orang Kristen adalah karena Kristus sendiri. Ada pengharapan di dalam
kehidupan baru yang diberikan oleh Kristus. Ada suatu janji yang harus kita
maknai sebagai anugrah.
Dampak dari hidup di dalam
anugrah adalah kita dapat melakukan hal-hal di dalam ketaatan kepada Allah.
Ketaatan disini terkait dengan kebenaran yang akan Kristus nyatakan, dan ini
berlangsung secara terus-menerus di dalam kehidupan kita. Kehidupan yang
berpusat kepada Kristus akan membuat kita menjadi pribadi yang memiliki suatu
kesungguhan untuk dapat mengasihi sesame kita manusia. Tentu saja hal yang
mendasarinya adalah keselamatan, dan itu timbul dari kerinduan hati kita untuk
terus menerus takluk kepada firman dan memaknai anugrah hari demi hari.
Kelahiran kembali hanya
timbul berdasarkan Firman. Penegasan Petrus disini sangat jelas, bahwa ternyata
perbuatan baik kita berasal dari benih, yang adalah Firman. Bagaimana kita bisa
mengerti Firman? Allah yang bangkit, Allah yang berkuasa, Allah yang telah
memilih kita sejak sebelum dunia dijadikan, Ia lah yang membukakan kepada kita
rahasia itu. Iman yang berfokus kepada Allah. Memaknai hal ini seharusnya
sebagai orang Kristen kita benar-benar penuh rasa syukur, atas setiap hal kecil
apapun yang sudah Yesus kerjakan di dalam kehidupan kita. Ia mengaruniakan Roh
Kudus untuk kita dapat hidup seturut dengan kehendak Allah, sekalipun di dunia
kita masih tetap dapat memiliki suatu relasi yang intim dengan Allah, dan tidak
dapat dipungkiri, semuanya adalah anugrahNya, dan apapun yang kita kerjakan, semuanya
adalah untuk kemuliaanNya.