Pendahuluan
Menarik
untuk membaca headline akhir-akhir ini, dimana ada satu nama yang mencuat di
permukaan publik. Seorang pribadi yang penuh kontroversi, dengan berbagai
keunikan yang ada di dalam dirinya. Tak ayal media mulai mengejar dia,
menjadikan dia sebagai pusat perhatian. Tak sedikit pula orang-orang disekitarnya
mulai “panas”. Siapakah dia? Dia adalah Setya Novanto, ketua DPR Republik
Indonesia.
Menarik
kalau diperhatikan bahwa ditengah polemik dan kontroversi, muncul pula
orang-orang yang mau berjuang mempertahankan kebenaran di negeri ini.
Setidaknya saat ini kita bisa melihat perjuangan orang-orang yang anti korupsi,
orang-orang yang mau belajar untuk hidup di dalam suatu integritas. Apakah
berarti orang-orang tersebut sempurna? Ternyata tidak juga. Tetapi mereka
menyadari bahwa kebenaran selalu menemukan jalannya, dan tak lupa pula: ada
risiko yang harus diambil manakala sedang memperjuangkan kebenaran.
Siapakah
orang-orang dari paragraf kedua ini? Sebut saja (sampai saat ini) Sudirman
Said, menteri ESDM RI, kemudian kita bisa melihat orang-orang yang berani untuk
menyuarakan kebenaran di tengah ancaman dan berbagai problematika yang membuat
mereka bisa saja kehilangan nyawanya untuk membela kepentingan orang banyak.
Ada pula orang-orang yang disebut “orang gila” seperti Basuki T.P yang lebih
terkenal dengan nama Ahok, yang mau mengubah wajah Indonesia, khususnya
Jakarta, menjadi sebuah kota yang jauh lebih baik. Tidak lupa pula ada
walikota-walikota yang kita tahu seperti Tri Rismaharini, dan juga Ridwan Kamil
yang menjadi orang-orang yang sedang naik daun karena mereka belajar untuk
mempertahankan integritas mereka
Money Talks!
Tak
bisa dipungkiri bahwa kondisi negeri yang sedang hancur ini (setidaknya menurut
sebagian besar orang) membuat kita menjadi pribadi-pribadi yang berpikir
praktis. Boro-boro kita berbuat sesuatu yang benar, yang penting aman lah.
Pokoknya sudah dapat bagian ya sudah, diam saja. Daripada keamanan keluarga
jadi taruhan, nyawa sendiri terancam, lebih baik tetap diam dan menutup mulut.
Kondisi
ini pula yang dialami oleh banyak tokoh yang ada di dalam alkitab. Sebut saja
nabi-nabi seperti Yeremia, Yesaya, Yohanes Pembaptis, mereka hidup di dalam
kondisi seperti ini. Hidup diantara bangsa yang tegar tengkuk. Hidup di antara
penguasa yang kuat, yang memiliki kuasa yang jauh lebih besar dibandingkan
dengan mereka. Menariknya kabar yang mereka bawa adalah suatu kebenaran yang
justru tidak nyaman untuk didengar.
Jaman
ini dikuasai oleh segelintir penguasa. Siapa yang punya uang, ialah yang
berkuasa. Uang menjadi suatu hal yang bahkan dapat membeli kebenaran itu
sendiri. Pokoknya kalau ada duit, semua urusan beres! Akhirnya orang-orang
berlomba-lomba untuk mencari kuasa itu.
Expensive Truth
Kebenaran
menjadi sesuatu yang begitu mahal pada jaman ini. Kebenaran itu bisa
diputarbalikkan dengan berbagai cara. Hari ini menjadi seorang tersangka,
karena punya duit bisa saja besok sudah bebas. Begitu pula sebaliknya, yang
tidak punya duit akan menjadi orang-orang yang menjadi bulan-bulanan penguasa.
Yohanes
Pembaptis mengalami hal ini. Bermaksud baik untuk menasihati Herodes karena
merebut istri saudaranya, eh dia harus membayarnya dengan kehilangan kepalanya
di tangan Herodes. Kebenaran menjadi sesuatu yang begitu bernilai.
Inilah
realitas yang kita hadapi. Hidup di jaman dimana segala sesuatunya bisa dibeli.
Orangpun bisa dibeli untuk bersaksi dusta. Kita pun bisa terjebak di dalam satu
kondisi dimana kita menjadi orang-orang yang pada akhirnya melakukan hal
tersebut. Hal yang paling sederhana adalah kita ‘nembak SIM’, ataupun ketika di
tengah jalan kita ditangkap dan menyuap polisi. Ada banyak sekali cara untuk
kita dapat ‘menutupi’ kesalahan kita.
A Hope?
Kalau
ditengah realitas seperti ini, apa yang harus kita perbuat? Masih relevankah
tugas kenabian kita? Peran kita sebagai orang-orang yang takut akan Tuhan
seperti apa? Akankah kita larut di dalam kondisi jaman seperti ini, ataukah
kita belajar punya suatu pegangan lain?
Bukan
suatu hal yang mudah ketika kita ada di dalam posisi Sudirman Said misalkan.
Kita akan diperhadapkan pada berbagai tantangan dan ancaman yang akan mengancam
keberlangsungan hidup kita. Mungkin bukan hanya kita, tetapi juga orang-orang
di sekitar kita. Orang-orang yang kita sayangi, yang mengenal kita. Sangat
sulit bagi kita untuk mengambil suatu pilihan yang nantinya akan sangat
merugikan kita.
Tetapi
menarik disini bahwa kita perlu yakin dan percaya atas kedaulatan dan kebenaran
Allah. Ketika Allah memberikan anugrah atas kehidupan kita, tugas kita tidak
lain tidak bukan adalah bersaksi. Bersaksi
dan bersaksi, bukan hal yang mudah di tengah realitas dunia seperti ini. Ketika
dunia berteriak untuk menenggelamkan kebenaran, kita sebagai orang percaya
diberikan tanggung jawab untuk mengungkapkan kebenaran itu.
Ada
pengharapan, setidaknya kita bisa memulai dari hal yang terkecil, tanpa
melupakan hal-hal besar yang Allah percayakan di dalam kehidupan kita. Tidak
perlu menjadi Yohanes Pembaptis, ataupun menjadi seperti Sudirman Said. Cukup
menjadi pribadi anda yang mau belajar untuk memuliakan Allah. Maka Allah akan
memberikan kekuatan dan berbagai tantangan untuk kita hadapi, tetapi di dalam
tantangan itu ada damai sejahtera kepada orang-orang yang mau bersandar teguh
pada kasih setiaNya.
Mari
belajar menjadi agen perubahan bagi dunia sekitar kita!
Soli
Deo Gloria
No comments:
Post a Comment