Total Pageviews

Monday, December 7, 2015

Pudarnya Kebenaran -- Sebuah Refleksi

Pendahuluan
Menarik untuk membaca headline akhir-akhir ini, dimana ada satu nama yang mencuat di permukaan publik. Seorang pribadi yang penuh kontroversi, dengan berbagai keunikan yang ada di dalam dirinya. Tak ayal media mulai mengejar dia, menjadikan dia sebagai pusat perhatian. Tak sedikit pula orang-orang disekitarnya mulai “panas”. Siapakah dia? Dia adalah Setya Novanto, ketua DPR Republik Indonesia.

Menarik kalau diperhatikan bahwa ditengah polemik dan kontroversi, muncul pula orang-orang yang mau berjuang mempertahankan kebenaran di negeri ini. Setidaknya saat ini kita bisa melihat perjuangan orang-orang yang anti korupsi, orang-orang yang mau belajar untuk hidup di dalam suatu integritas. Apakah berarti orang-orang tersebut sempurna? Ternyata tidak juga. Tetapi mereka menyadari bahwa kebenaran selalu menemukan jalannya, dan tak lupa pula: ada risiko yang harus diambil manakala sedang memperjuangkan kebenaran.

Siapakah orang-orang dari paragraf kedua ini? Sebut saja (sampai saat ini) Sudirman Said, menteri ESDM RI, kemudian kita bisa melihat orang-orang yang berani untuk menyuarakan kebenaran di tengah ancaman dan berbagai problematika yang membuat mereka bisa saja kehilangan nyawanya untuk membela kepentingan orang banyak. Ada pula orang-orang yang disebut “orang gila” seperti Basuki T.P yang lebih terkenal dengan nama Ahok, yang mau mengubah wajah Indonesia, khususnya Jakarta, menjadi sebuah kota yang jauh lebih baik. Tidak lupa pula ada walikota-walikota yang kita tahu seperti Tri Rismaharini, dan juga Ridwan Kamil yang menjadi orang-orang yang sedang naik daun karena mereka belajar untuk mempertahankan integritas mereka

Money Talks!
Tak bisa dipungkiri bahwa kondisi negeri yang sedang hancur ini (setidaknya menurut sebagian besar orang) membuat kita menjadi pribadi-pribadi yang berpikir praktis. Boro-boro kita berbuat sesuatu yang benar, yang penting aman lah. Pokoknya sudah dapat bagian ya sudah, diam saja. Daripada keamanan keluarga jadi taruhan, nyawa sendiri terancam, lebih baik tetap diam dan menutup mulut.

Kondisi ini pula yang dialami oleh banyak tokoh yang ada di dalam alkitab. Sebut saja nabi-nabi seperti Yeremia, Yesaya, Yohanes Pembaptis, mereka hidup di dalam kondisi seperti ini. Hidup diantara bangsa yang tegar tengkuk. Hidup di antara penguasa yang kuat, yang memiliki kuasa yang jauh lebih besar dibandingkan dengan mereka. Menariknya kabar yang mereka bawa adalah suatu kebenaran yang justru tidak nyaman untuk didengar.

Jaman ini dikuasai oleh segelintir penguasa. Siapa yang punya uang, ialah yang berkuasa. Uang menjadi suatu hal yang bahkan dapat membeli kebenaran itu sendiri. Pokoknya kalau ada duit, semua urusan beres! Akhirnya orang-orang berlomba-lomba untuk mencari kuasa itu.

Expensive Truth
Kebenaran menjadi sesuatu yang begitu mahal pada jaman ini. Kebenaran itu bisa diputarbalikkan dengan berbagai cara. Hari ini menjadi seorang tersangka, karena punya duit bisa saja besok sudah bebas. Begitu pula sebaliknya, yang tidak punya duit akan menjadi orang-orang yang menjadi bulan-bulanan penguasa.

Yohanes Pembaptis mengalami hal ini. Bermaksud baik untuk menasihati Herodes karena merebut istri saudaranya, eh dia harus membayarnya dengan kehilangan kepalanya di tangan Herodes. Kebenaran menjadi sesuatu yang begitu bernilai.

Inilah realitas yang kita hadapi. Hidup di jaman dimana segala sesuatunya bisa dibeli. Orangpun bisa dibeli untuk bersaksi dusta. Kita pun bisa terjebak di dalam satu kondisi dimana kita menjadi orang-orang yang pada akhirnya melakukan hal tersebut. Hal yang paling sederhana adalah kita ‘nembak SIM’, ataupun ketika di tengah jalan kita ditangkap dan menyuap polisi. Ada banyak sekali cara untuk kita dapat ‘menutupi’ kesalahan kita.

A Hope?
Kalau ditengah realitas seperti ini, apa yang harus kita perbuat? Masih relevankah tugas kenabian kita? Peran kita sebagai orang-orang yang takut akan Tuhan seperti apa? Akankah kita larut di dalam kondisi jaman seperti ini, ataukah kita belajar punya suatu pegangan lain?

Bukan suatu hal yang mudah ketika kita ada di dalam posisi Sudirman Said misalkan. Kita akan diperhadapkan pada berbagai tantangan dan ancaman yang akan mengancam keberlangsungan hidup kita. Mungkin bukan hanya kita, tetapi juga orang-orang di sekitar kita. Orang-orang yang kita sayangi, yang mengenal kita. Sangat sulit bagi kita untuk mengambil suatu pilihan yang nantinya akan sangat merugikan kita.

Tetapi menarik disini bahwa kita perlu yakin dan percaya atas kedaulatan dan kebenaran Allah. Ketika Allah memberikan anugrah atas kehidupan kita, tugas kita tidak lain tidak bukan adalah bersaksi.  Bersaksi dan bersaksi, bukan hal yang mudah di tengah realitas dunia seperti ini. Ketika dunia berteriak untuk menenggelamkan kebenaran, kita sebagai orang percaya diberikan tanggung jawab untuk mengungkapkan kebenaran itu.

Ada pengharapan, setidaknya kita bisa memulai dari hal yang terkecil, tanpa melupakan hal-hal besar yang Allah percayakan di dalam kehidupan kita. Tidak perlu menjadi Yohanes Pembaptis, ataupun menjadi seperti Sudirman Said. Cukup menjadi pribadi anda yang mau belajar untuk memuliakan Allah. Maka Allah akan memberikan kekuatan dan berbagai tantangan untuk kita hadapi, tetapi di dalam tantangan itu ada damai sejahtera kepada orang-orang yang mau bersandar teguh pada kasih setiaNya.

Mari belajar menjadi agen perubahan bagi dunia sekitar kita!

Soli Deo Gloria

No comments:

Post a Comment