Total Pageviews

Monday, January 30, 2017

Berbahagia Karena Allah



Berbahagialah!

Merenungkan kehidupan kita sebagai manusia, kita seringkali larut dalam lamunan, sebenarnya untuk apa kita hidup di dunia ini. Kita melihat begitu banyak orang terjebak di dalam putaran pekerjaan. Kesibukan yang semakin merajalela dalam kehidupan seseorang serasa memaksanya untuk tidak menikmati kehidupan ini. Bahkan tidak sedikit orang yang ingin sekali hidup berbahagia namun tidak pernah benar-benar menikmati kebahagiaan itu.

Kebahagiaan Adalah Tujuan Hidup

Ada seseorang mengatakan bahwa tujuan hidup kita adalah untuk berbahagia. Tidak sepenuhnya pendapat itu salah. Tetapi ada pula seseorang yang mengatakan bahwa “manakala kita mengejar kebahagiaan semata dalam hidup ini, maka kita akan semakin merasa tidak bahagia”. Jadi tujuan hidup seseorang dalam menempuh kebahagiaan itu sebenarnya merupakan sebuah paradox antara keinginan dengan realitas.

Menghalalkan Segala Cara
Ketika tujuan hidup seseorang hanya berhenti pada bagaimana dia dapat berbahagia, maka apapun langkah baik itu kotor maupun bersih akan ia lakukan untuk mendapatkan kebahagiaan itu. Dia akan dihadapkan pada suatu realitas bahwa ternyata ketika kita memiliki segala sesuatu, justru dia akan tidak menjadi bahagia di dalam prosesnya.

Tidak sulit untuk kita melihat contoh orang-orang seperti ini. Kita melihat bagitu banyak konglomerat yang hanya berfokus pada kekayaan semata namun di dalam kehidupannya sama sekali tidak pernah menikmatinya.

Sumber Kebahagiaan
Sebagian orang menjawab bahwa manakala mereka memiliki begitu banyak uang, maka ia akan berbahagia. Sebagian orang lain menjawab bahwa kebahagiaan mereka adalah ketika mereka memiliki keluarga yang harmonis. Banyak juga yang menjawab bahwa menjadi seseorang yang tampan yang banyak ditaksir oleh lawan jenis juga merupakan kebahagiaan.

Begitu banyak sumber kebahagiaan di dunia ini. Tetapi mari kita telaah lebih lanjut bagaimana kebahagiaan ini diraih menurut konsep yang Tuhan Yesus ajarkan di dalam kehidupan setiap kita.

"Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga. (Matius 5:3)

Miskin Sebagai Sumber Kebahagiaan
Ayat di atas mengajarkan bahwa yang berbahagia adalah kita yang miskin. Banyak orang kemudian ngeles manakala ditunjukkan ayat ini. Apa arti kata miskin? Dari padanan kata di dalam bahasa Yunani, miskin disini artinya benar-benar miskin, mengarah pada TIDAK PUNYA APA-APA. Lho, jadi kalau kita menjadi kaya, atau bahkan sialnya lagi bahwa kita dilahirkan sudah dalam kondisi kaya, apakah kita tidak mendapatkan bagian dalam Kerajaan Sorga?

Sekali lagi kita perlu belajar menelaah lebih jauh di dalam kehidupan kita sebagai orang percaya. Kita yakin bahwa Firman Allah adalah YA dan AMIN, jadi ayat ini pun juga bukan merupakan kesalahan cetak.

Melepaskan Hak Milik Kita
Lukas 14:33 merupakan sebuah peringatan yang keras dari Yesus. Sebelum ayat ini, ada ayat 26 yang seringkali menjadi kontroversi dimana kita (orang Kristen) sering dituduh bahwa kita sama sekali tidak punya hormat – bahkan diajarkan untuk membenci ayah dan ibu kita.

Ini harus diartikan di dalam konteks pada ayat 33. Artinya bahwa manakala kita merasa bahwa kita memiliki ayah dan ibu kita, ataupun saudara-saudara, kekayaan, ide, pikiran kita, dan sebagainya, maka kita begitu merendahkan apa yang disediakan Allah dalam kehidupan kita.

Menyadari Segala Sesuatu adalah Milik Allah
Kesadaran bahwa segala sesuatu yang ada di sekitar kita adalah milik Allah membuat kita menjadi pribadi yang tangguh. Membuat kita menjadi pribadi yang dewasa dan mampu belajar untuk melihat kasih karunia Allah yang jauh lebih besar. Benar, kita sama sekali tidak memiliki sesuatu pun dalam dunia ini. Bahkan segala hal yang kita rasa milik kita semuanya adalah milik Allah. Kita sama sekali tidak memiliki hak apapun terhadap apa yang Tuhan percayakan di dalam kehidupan kita.

Manakala kita menganggap bahwa segala sesuatu yang kita miliki semata-mata adalah hasil usaha kita, maka dengan seenaknya pula kita akan memperlakukannya dengan semau kita. Waktu kita masih dalam masa pdkt kepada seseorang, maka kita akan merasa begitu spesial. Tapi tidak jarang bahwa setelah menikah kita menganggap bahwa istri / suami kita adalah milik kita, kecenderungan kita ternyata kita bisa saja menjadi tidak respek terhadap dia. Beda banget sebelum kita menganggapnya sebagai milik Allah.

Berbahagialah Orang Yang Miskin
Okey hal ini menjelaskan bahwa ternyata apa yang dikatakan di dalam injil Matius tadi merupakan sesuatu yang benar. Ternyata kita ini memang miskin kok. Segala sesuatu yang kita miliki berasal dari Allah dan itu berarti bahwa segala hal itu dipercayakan kepada setiap kita untuk dapat dikelola dengan baik.

Perasaan Menginginkan dan Diinginkan
Nah kalau kita menyadari bahwa segala sesuatu bukan milik kita, tetapi milik Allah, maka pandangan yang sama dapat kita lihat di dalam Allah.

Satu-satunya hal yang kita miliki ialah Pribadi-Nya

Bayangkan bahwa cinta kasih-Nya merupakan satu-satunya alasan mengapa kita begitu dikasihi. Kita diinginkan oleh Allah. Ia menantikan kita untuk mau datang dengan kemiskinan kita, dengan perasaan bahwa satu-satunya hal yang kita inginkan adalah kerinduan Daud

Hanya dekat Allah saja aku tenang, dari pada-Nyalah keselamatanku. Hanya Dialah gunung batuku dan keselamatanku, kota bentengku, aku tidak akan goyah.
(Mazmur 62:2-3)

Atau seperti apa yang dilakukan oleh Maria

Perempuan itu mempunyai seorang saudara yang bernama Maria. Maria ini duduk dekat kaki Tuhan dan terus mendengarkan perkataan-Nya (Luk 10:39)

Semata-mata karena kita diinginkan oleh Allah. Apa bukti bahwa Ia menginginkan kita? Salib

Membagikan Kebahagiaan
Setelah kita menyadari bahwa kita adalah pribadi yang berbahagia karena Allah, maka sudah sepantasnya kita mengabarkan kebahagiaan itu kepada orang-orang yang ada di sekitar kita. Semata-mata karena kita menyadari bahwa ternyata hal yang membuat kita berbahagia itu merupakan hal yang layak kita renungkan bersama dan kita bagikan bagi orang lain.

Pemahaman bahwa tidak ada satu hal pun yang ada di dunia ini yang merupakan hak milik kita membuat kita menjadi pribadi yang bebas dari rasa kuatir. Rasa yang seringkali mengikat seseorang karena takut kehilangan sesuatu. Pemahaman ini seharusnya membuat kita tidak takut lagi manakala kita kehilangan, kita merasa down, dan sebagainya. Karena semuanya itu tidak akan lepas dari kuasa Allah atas kehidupan kita. Yakinlah bahwa ketika Allah membuat kita merasa takut, kuatir, merasa kehilangan, itu semua bermuara pada satu tujuan, bahwa Ia rindu untuk bersekutu dengan kita, dan kita pun seharusnya memiliki kerinduan yang sama dengan Dia.

Bukan hanya kita yang diinginkan Allah. Ia juga menginginkan orang-orang di sekitar kita untuk dapat menginginkan Dia. Adakah kita punya kerinduan itu?

Soli Deo Gloria!

Friday, January 6, 2017

Happy & Sad New Year 2017



Setiap tahun baru merupakan sebuah momen untuk melakukan 2 hal. Apakah itu? Kita merencanakan apa yang akan menjadi tujuan kita di tahun 2017 sembari melakukan evaluasi di tahun 2016. Masa evaluasi itu menjadi sesuatu yang terkadang lupa kita lakukan. Kita terlarut dalam euforia tahun baru, dengan kembang api, tiupan terompet yang saling menyambar satu sama lain, dan letusan petasan yang makin menambah kemeriahan tahun baru.

Duduk diam sejenak, kita perlu membuka kembali kisah hidup kita di tahun 2016. Aku sendiri menyadari bahwa bukan hal mudah untuk mengingat 2016 dengan segala hal buruk yang terjadi tetapi tidak lupa juga ada begitu banyak hal baik yang dapat kita renungkan. Hal buruk itu macam apa? Bahwa ternyata ada begitu banyak tangis di tahun 2016. Kehilangan seorang sahabat, harus melihat dengan sedih bahwa ada barang-barang yang rusak, berantem dengan pacar dan sebagainya. Hal baik? Wah jauh lebih banyak lagi. Promosi jabatan, mendapatkan apresiasi di tempat kerja, dapat melayani bersama di gereja, dan seterusnya.

Kalau hal-hal positif, tentu kita kepengen untuk hal-hal tersebut bisa berulang di tahun yang baru. Iya donk, masa sih gak mau naik jabatan lagi? Masa sih kita gak mau dapat prestasi yang bagus lagi? Masa sih kita gak mau punya pacar baru lagi? #eh #inigakbener #abaikanaja

Mari kita telaah bagaimana hidup kita selama beberapa tahun ke belakang. Lho, bukannya evaluasi itu cuman dilakukan setahun ke belakang aja? Eits, belum tentu loh. Kita seringkali melihat kedepan dengan begitu serakah. Maksudnya kita sampe buat perencanaan hidup kita sampai 5 atau 10 tahun ke depan, tetapi begitu kita diminta untuk melihat ke belakang selama 5-10 tahun kebelakang, kenapa kita rasanya keberatan?

Kita bisa memilih untuk menentukan sikap kita manakala kita flashback pengalaman hidup kita. Begitu pula kita bisa menentukan sikap juga saat kita membuat perencanaan hidup kita.

Kalau kita belajar memandang seperti bagaimana Tuhan memandang hidup kita, maka kita akan dipenuhi dengan ungkapan syukur, sekalipun ada begitu banyak hal yang menyakitkan yang terjadi di dalam kehidupan kita. Bukan hanya ungkapan syukur manakala kita melihat teman kita mengalami hal yang lebih buruk, tetapi ungkapan syukur bahwa ada kesempatan yang Tuhan berikan untuk kita dapat mengalami hal buruk tersebut.

Setiap hal yang sudah terjadi dalam hidup kita – kita sadar dan percaya bahwa di dalam hal itu ada campur tangan Allah. Kita belajar untuk menyadari bahwa ternyata – di tengah tangis kita – itupun terjadi atas campur tangan Allah. Kalau begitu sah banget manakala kita tidak hanya mengatakan “happy new year” tetapi “happy and sad new year”.

Semata-mata ucapan itu sebagai tanda iman kita bahwa terlepas kondisi kita seperti apapun, ada penyertaan Tuhan yang selalu memberikan damai sejahtera di dalam kehidupan kita. Kesedihan kita menjadi sebuah batu pijakan untuk semakin menyadari bahwa kita masih membutuhkan Allah di dalam kehidupan ini. Semata-mata kita merindukan kehadiran-Nya yang memerdekakan. Kita rindu akan kuasa-Nya sembari menyadari bahwa pengharapan kita satu-satunya ada di dalam Dia.

Sedangkan hal yang positif – yang menyenangkan – yang terjadi dalam kehidupan kita seharusnya semakin mengingatkan kita bahwa ada campur tangan Allah juga di dalamnya. Bahwa kalau kita bisa melakukan dan mendapatkan berbagai hal yang Tuhan sediakan, itupun adalah anugrah Allah. Jadi jangan sombong, tetap rendah hati dan memaknai hidup sebagai anugrah. Menyadari akan hal ini akan membuat kita menjadi pribadi yang mudah bersyukur dan berbagai akan setiap hal yang kita miliki kepada orang lain yang kita temui. Kita menjadi pribadi yang sadar betul bahwa segala sesuatu yang kita punya semata-mata adalah alat yang Tuhan berikan untuk kita terus menjadi berkat  bagi sesama kita.

So, di tahun yang baru ini, entah apapun resolusi yang kita mau jalankan, entah evaluasi apa yang sudah kita refleksikan, marilah memulai tahun ini dengan pengakuan bahwa pertolongan kita datangnya dari Tuhan yang menjadikan langit dan bumi, yang memelihara ciptaan-Nya dengan kasih setia-Nya sampai selama-lamanya, yang setia dan tidak akan pernah meninggalkan kita.

Soli Deo Gloria!