Berbahagialah!
Merenungkan
kehidupan kita sebagai manusia, kita seringkali larut dalam lamunan, sebenarnya
untuk apa kita hidup di dunia ini. Kita melihat begitu banyak orang terjebak di
dalam putaran pekerjaan. Kesibukan yang semakin merajalela dalam kehidupan
seseorang serasa memaksanya untuk tidak menikmati kehidupan ini. Bahkan tidak
sedikit orang yang ingin sekali hidup berbahagia namun tidak pernah benar-benar
menikmati kebahagiaan itu.
Kebahagiaan Adalah Tujuan Hidup
Ada
seseorang mengatakan bahwa tujuan hidup kita adalah untuk berbahagia. Tidak
sepenuhnya pendapat itu salah. Tetapi ada pula seseorang yang mengatakan bahwa
“manakala kita mengejar kebahagiaan semata dalam hidup ini, maka kita akan
semakin merasa tidak bahagia”. Jadi tujuan hidup seseorang dalam menempuh
kebahagiaan itu sebenarnya merupakan sebuah paradox antara keinginan dengan
realitas.
Menghalalkan Segala Cara
Ketika
tujuan hidup seseorang hanya berhenti pada bagaimana dia dapat berbahagia, maka
apapun langkah baik itu kotor maupun bersih akan ia lakukan untuk mendapatkan
kebahagiaan itu. Dia akan dihadapkan pada suatu realitas bahwa ternyata ketika
kita memiliki segala sesuatu, justru dia akan tidak menjadi bahagia di dalam
prosesnya.
Tidak
sulit untuk kita melihat contoh orang-orang seperti ini. Kita melihat bagitu
banyak konglomerat yang hanya berfokus pada kekayaan semata namun di dalam
kehidupannya sama sekali tidak pernah menikmatinya.
Sumber Kebahagiaan
Sebagian
orang menjawab bahwa manakala mereka memiliki begitu banyak uang, maka ia akan
berbahagia. Sebagian orang lain menjawab bahwa kebahagiaan mereka adalah ketika
mereka memiliki keluarga yang harmonis. Banyak juga yang menjawab bahwa menjadi
seseorang yang tampan yang banyak ditaksir oleh lawan jenis juga merupakan kebahagiaan.
Begitu
banyak sumber kebahagiaan di dunia ini. Tetapi mari kita telaah lebih lanjut
bagaimana kebahagiaan ini diraih menurut konsep yang Tuhan Yesus ajarkan di
dalam kehidupan setiap kita.
"Berbahagialah
orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan
Sorga. (Matius 5:3)
Miskin Sebagai Sumber Kebahagiaan
Ayat
di atas mengajarkan bahwa yang berbahagia adalah kita yang miskin. Banyak orang
kemudian ngeles manakala ditunjukkan
ayat ini. Apa arti kata miskin? Dari padanan kata di dalam bahasa Yunani,
miskin disini artinya benar-benar miskin, mengarah pada TIDAK PUNYA APA-APA.
Lho, jadi kalau kita menjadi kaya, atau bahkan sialnya lagi bahwa kita
dilahirkan sudah dalam kondisi kaya, apakah kita tidak mendapatkan bagian dalam
Kerajaan Sorga?
Sekali
lagi kita perlu belajar menelaah lebih jauh di dalam kehidupan kita sebagai
orang percaya. Kita yakin bahwa Firman Allah adalah YA dan AMIN, jadi ayat ini
pun juga bukan merupakan kesalahan cetak.
Melepaskan Hak Milik Kita
Lukas
14:33 merupakan sebuah peringatan yang keras dari Yesus. Sebelum ayat ini, ada
ayat 26 yang seringkali menjadi kontroversi dimana kita (orang Kristen) sering
dituduh bahwa kita sama sekali tidak punya hormat – bahkan diajarkan untuk
membenci ayah dan ibu kita.
Ini
harus diartikan di dalam konteks pada ayat 33. Artinya bahwa manakala kita
merasa bahwa kita memiliki ayah dan ibu kita, ataupun saudara-saudara,
kekayaan, ide, pikiran kita, dan sebagainya, maka kita begitu merendahkan apa
yang disediakan Allah dalam kehidupan kita.
Menyadari Segala Sesuatu adalah Milik Allah
Kesadaran
bahwa segala sesuatu yang ada di sekitar kita adalah milik Allah membuat kita
menjadi pribadi yang tangguh. Membuat kita menjadi pribadi yang dewasa dan
mampu belajar untuk melihat kasih karunia Allah yang jauh lebih besar. Benar,
kita sama sekali tidak memiliki sesuatu pun dalam dunia ini. Bahkan segala hal
yang kita rasa milik kita semuanya adalah milik Allah. Kita sama sekali tidak
memiliki hak apapun terhadap apa yang Tuhan percayakan di dalam kehidupan kita.
Manakala
kita menganggap bahwa segala sesuatu yang kita miliki semata-mata adalah hasil
usaha kita, maka dengan seenaknya pula kita akan memperlakukannya dengan semau
kita. Waktu kita masih dalam masa pdkt kepada seseorang, maka kita akan merasa
begitu spesial. Tapi tidak jarang bahwa setelah menikah kita menganggap bahwa
istri / suami kita adalah milik kita, kecenderungan kita ternyata kita bisa
saja menjadi tidak respek terhadap dia. Beda banget sebelum kita menganggapnya
sebagai milik Allah.
Berbahagialah Orang Yang Miskin
Okey
hal ini menjelaskan bahwa ternyata apa yang dikatakan di dalam injil Matius
tadi merupakan sesuatu yang benar. Ternyata kita ini memang miskin kok. Segala
sesuatu yang kita miliki berasal dari Allah dan itu berarti bahwa segala hal
itu dipercayakan kepada setiap kita untuk dapat dikelola dengan baik.
Perasaan Menginginkan dan Diinginkan
Nah
kalau kita menyadari bahwa segala sesuatu bukan milik kita, tetapi milik Allah,
maka pandangan yang sama dapat kita lihat di dalam Allah.
Satu-satunya
hal yang kita miliki ialah Pribadi-Nya
Bayangkan
bahwa cinta kasih-Nya merupakan satu-satunya alasan mengapa kita begitu
dikasihi. Kita diinginkan oleh Allah. Ia menantikan kita untuk mau datang
dengan kemiskinan kita, dengan perasaan bahwa satu-satunya hal yang kita
inginkan adalah kerinduan Daud
Hanya dekat Allah saja aku
tenang, dari pada-Nyalah keselamatanku. Hanya Dialah gunung batuku dan
keselamatanku, kota bentengku, aku tidak akan goyah.
(Mazmur 62:2-3)
Atau
seperti apa yang dilakukan oleh Maria
Perempuan itu mempunyai seorang
saudara yang bernama Maria. Maria ini duduk dekat kaki Tuhan dan terus
mendengarkan perkataan-Nya (Luk 10:39)
Semata-mata karena kita diinginkan oleh Allah. Apa bukti bahwa
Ia menginginkan kita? Salib
Membagikan
Kebahagiaan
Setelah
kita menyadari bahwa kita adalah pribadi yang berbahagia karena Allah, maka
sudah sepantasnya kita mengabarkan kebahagiaan itu kepada orang-orang yang ada
di sekitar kita. Semata-mata karena kita menyadari bahwa ternyata hal yang
membuat kita berbahagia itu merupakan hal yang layak kita renungkan bersama dan
kita bagikan bagi orang lain.
Pemahaman
bahwa tidak ada satu hal pun yang ada di dunia ini yang merupakan hak milik
kita membuat kita menjadi pribadi yang bebas dari rasa kuatir. Rasa yang
seringkali mengikat seseorang karena takut kehilangan sesuatu. Pemahaman ini
seharusnya membuat kita tidak takut lagi manakala kita kehilangan, kita merasa
down, dan sebagainya. Karena semuanya itu tidak akan lepas dari kuasa Allah
atas kehidupan kita. Yakinlah bahwa ketika Allah membuat kita merasa takut,
kuatir, merasa kehilangan, itu semua bermuara pada satu tujuan, bahwa Ia rindu
untuk bersekutu dengan kita, dan kita pun seharusnya memiliki kerinduan yang
sama dengan Dia.
Bukan
hanya kita yang diinginkan Allah. Ia juga menginginkan orang-orang di sekitar
kita untuk dapat menginginkan Dia. Adakah kita punya kerinduan itu?
Soli
Deo Gloria!