Total Pageviews

Monday, March 10, 2014

Menikmati Persekutuan Dengan Allah

Seorang teman pernah tanya kepada saya: “bagaimana relasimu dengan Allah?” Saat itu saya belum seorang percaya dan saya menjawab “Hmmm aku kira aku baik-baik aja kok. No problem.” Saat kemudian aku bertobat dan merenungkan jawaban itu, benarkah aku baik-baik saja? Apakah dengan aku berdoa setiap hari (yang mana dulu saya sekolah di sekolah Katolik yang mulai dan selesai pelajaran selalu berdoa) itu berarti relasiku dengan Tuhan sudah menjadi relasi yang baik?

Semakin aku beranjak dewasa, semakin aku belajar untuk merenungkan hal-hal yang sepertinya dulu aku agak acuhkan. Memang pertanyaan itu bukanlah suatu pertanyaan yang hanya sekali ditanyakan kemudian it’s done. Pertanyaan mengenai bagaimana intimasi kita dengan Allah adalah sesuatu yang harus kita gumuli hari demi hari. Kita perlu belajar untuk memiliki keintiman yang begitu erat dengan Bapa, dan setiap harinya kita perlu mengevaluasi hal tersebut. Bukan hanya tiap hari, tetapi setiap saat hal tersebut menjadi sesuatu yang perlu kita gumulkan.

Keintiman dengan Allah dibangun dengan suatu disiplin rohani yang tidak mudah. Starting point dari keintiman dengan Allah adalah bagaimana kita menerima Kristus dengan iman. Ini adalah langkah awal yang tidak mungkin kita lewatkan. Step ini ialah step dimana kita mengijinkan Kristus mengubah kehidupan kita – memunculkan kerinduan kita melalui Roh Kudus untuk mulai mengenal pribadiNya. Pertanyaan yang pas bagi kita adalah “apakah engkau mengasihiKu?” seperti pertanyaan Yesus kepada Petrus. Ini adalah pertanyaan yang memulai segalanya tentang keintiman dengan Allah.

Poin kedua adalah membuka diri untuk menerima Firman Allah. Bagian ini meliputi suatu step dimana Allah membukakan diriNya yang kemudian kita bisa mulai memiliki kegemaran untuk membaca dan merenungkan Firman. Seperti yang sudah dijelaskan, bahwa kerinduan ini tidak akan bisa muncul tanpa adanya suatu pemahaman akan diri sendiri bahwa kita sudah ditebus melalui pengorbanan Kristus. Dampak dari pengorbanan Kristus seharusnya adalah hidup kita semakin diubahkan perlahan melalui Firman.

Perlahan tapi pasti, pemahaman akan Firman akan mulai mengubahkan kehidupan keseharian kita. Menikmati firman bukan hanya masalah kita membaca dan kemudian kita cepat-cepat membaca alkitab sampai kita punya target 1 tahun harus habis. Target tersebut memang baik, tetapi kita perlu ingat bahwa semua pemahaman tentang Kristus dalam kehidupan kita adalah sejauh mana Allah akan membukanya. Maka dari itu sebenarnya hal yang penting bukan masalah kuantitas, tetapi bagaimana kita dapat menikmati makanan rohani yakni Firman Tuhan yang berkualitas tinggi, sekaligus belajar mencernanya sehingga menjadi gizi yang baik bagi kehidupan keseharian kita.

Keintiman kita dengan Kristus akan membuat kita dapat berkata seperti Daud:

Selidikilah aku, ya Allah, dan kenallah hatiku, ujilah aku dan kenallah pikiran-pikiranku; lihatlah, apakah jalanku serong, dan tuntunlah aku di jalan yang kekal! (Mazmur 139:13-14)

Ataukah kerinduan Asaf seperti ada di mazmur berikut ini:

Siapa gerangan ada padaku di sorga selain Engkau? Selain Engkau tidak ada yang kuingini di bumi. Sekalipun dagingku dan hatiku habis lenyap, gunung batuku dan bagianku tetaplah Allah selama-lamanya.  (Mazmur 73:24-25)

Setelah kita menikmati persekutuan dengan Allah melalui Firman, jangan lupa bahwa kita perlu mengakhiri waktu intim kita dengan Tuhan dengan suatu ucapan syukur. Pengucapan syukur bahwa Allah telah berkenan untuk berkata-kata melalui FirmanNya. Kemudian juga kita memohon kepada Tuhan untuk kita dapat melaksanakan dan meneladaniNya. Ini adalah bagian yang seringkali terlewatkan.

Hal yang paling menyenangkan bagi kita adalah ketika kita bisa belajar karakter Kristus. Banyak orang mengenal Tuhan hanya sebatas kognitif namun kehidupannya tidak mencerminkan pengenalannya kepada Allah. Kekristenan bukanlah hanya masalah pemahaman mengenai doktrin (bukan berarti bahwa doktrin bukan sesuatu yang penting!). Kekristenan berbicara mengenai gaya hidup. Hidup kekristenan seperti suatu koin yang punya dua sisi, sisi yang pertama adalah relasi dengan Tuhan dan sisi kedua adalah relasi dengan manusia. Ini juga merupakan gambaran salib. Vertikal – menunjukkan ada suatu relasi dengan Allah, dan horizontal – menunjukkan relasi kita dengan sesama kita. Keduanya diperdamaikan melalui Kristus.


Melalui pemahaman yang benar tentang Allah, kita akan semakin hari makin rindu untuk mengenal Tuhan dan menikmati relasi kita denganNya. Jika kita mulai ‘kering’, mintalah kepada Roh Kudus untuk menimbulkan suatu kerinduan kepada hati kita, sehingga seperti Daud, seperti Asaf, ataupun seperti Paulus yang semakin hari semakin rindu dan menyadari bahwa tanpa Allah kita tidak bisa apa-aoa. Memaknai bahwa tanpa Allah kita tidak dapat melakukan apapun akan membantu kita untuk terus menerus diperbarui dan kita semakin merendahkan di hadapanNya. Semakin kita merasa tidak mampu menghadapi hidup ini sendirian, semakin kita belajar berserah kepadaNya, semakin Allah akan bekerja dengan luar biasa.

No comments:

Post a Comment