Seorang
teman pernah tanya kepada saya: “bagaimana relasimu dengan Allah?” Saat itu
saya belum seorang percaya dan saya menjawab “Hmmm aku kira aku baik-baik aja
kok. No problem.” Saat kemudian aku bertobat dan merenungkan jawaban itu,
benarkah aku baik-baik saja? Apakah dengan aku berdoa setiap hari (yang mana
dulu saya sekolah di sekolah Katolik yang mulai dan selesai pelajaran selalu
berdoa) itu berarti relasiku dengan Tuhan sudah menjadi relasi yang baik?
Semakin
aku beranjak dewasa, semakin aku belajar untuk merenungkan hal-hal yang
sepertinya dulu aku agak acuhkan. Memang pertanyaan itu bukanlah suatu
pertanyaan yang hanya sekali ditanyakan kemudian it’s done. Pertanyaan mengenai
bagaimana intimasi kita dengan Allah adalah sesuatu yang harus kita gumuli hari
demi hari. Kita perlu belajar untuk memiliki keintiman yang begitu erat dengan
Bapa, dan setiap harinya kita perlu mengevaluasi hal tersebut. Bukan hanya tiap
hari, tetapi setiap saat hal tersebut menjadi sesuatu yang perlu kita gumulkan.
Keintiman
dengan Allah dibangun dengan suatu disiplin rohani yang tidak mudah. Starting
point dari keintiman dengan Allah adalah bagaimana kita menerima Kristus dengan
iman. Ini adalah langkah awal yang tidak mungkin kita lewatkan. Step ini ialah
step dimana kita mengijinkan Kristus mengubah kehidupan kita – memunculkan
kerinduan kita melalui Roh Kudus untuk mulai mengenal pribadiNya. Pertanyaan
yang pas bagi kita adalah “apakah engkau mengasihiKu?” seperti pertanyaan Yesus
kepada Petrus. Ini adalah pertanyaan yang memulai segalanya tentang keintiman
dengan Allah.
Poin
kedua adalah membuka diri untuk menerima Firman Allah. Bagian ini meliputi
suatu step dimana Allah membukakan diriNya yang kemudian kita bisa mulai memiliki
kegemaran untuk membaca dan merenungkan Firman. Seperti yang sudah dijelaskan,
bahwa kerinduan ini tidak akan bisa muncul tanpa adanya suatu pemahaman akan
diri sendiri bahwa kita sudah ditebus melalui pengorbanan Kristus. Dampak dari
pengorbanan Kristus seharusnya adalah hidup kita semakin diubahkan perlahan
melalui Firman.
Perlahan
tapi pasti, pemahaman akan Firman akan mulai mengubahkan kehidupan keseharian
kita. Menikmati firman bukan hanya masalah kita membaca dan kemudian kita
cepat-cepat membaca alkitab sampai kita punya target 1 tahun harus habis.
Target tersebut memang baik, tetapi kita perlu ingat bahwa semua pemahaman
tentang Kristus dalam kehidupan kita adalah sejauh mana Allah akan membukanya.
Maka dari itu sebenarnya hal yang penting bukan masalah kuantitas, tetapi
bagaimana kita dapat menikmati makanan rohani yakni Firman Tuhan yang
berkualitas tinggi, sekaligus belajar mencernanya sehingga menjadi gizi yang
baik bagi kehidupan keseharian kita.
Keintiman
kita dengan Kristus akan membuat kita dapat berkata seperti Daud:
Selidikilah
aku, ya Allah, dan kenallah hatiku, ujilah aku dan kenallah pikiran-pikiranku; lihatlah,
apakah jalanku serong, dan tuntunlah aku di jalan yang kekal! (Mazmur
139:13-14)
Ataukah
kerinduan Asaf seperti ada di mazmur berikut ini:
Siapa
gerangan ada padaku di sorga selain Engkau? Selain Engkau tidak ada yang
kuingini di bumi. Sekalipun dagingku dan hatiku habis lenyap, gunung batuku dan
bagianku tetaplah Allah selama-lamanya. (Mazmur 73:24-25)
Setelah
kita menikmati persekutuan dengan Allah melalui Firman, jangan lupa bahwa kita
perlu mengakhiri waktu intim kita dengan Tuhan dengan suatu ucapan syukur.
Pengucapan syukur bahwa Allah telah berkenan untuk berkata-kata melalui
FirmanNya. Kemudian juga kita memohon kepada Tuhan untuk kita dapat
melaksanakan dan meneladaniNya. Ini adalah bagian yang seringkali terlewatkan.
Hal
yang paling menyenangkan bagi kita adalah ketika kita bisa belajar karakter
Kristus. Banyak orang mengenal Tuhan hanya sebatas kognitif namun kehidupannya
tidak mencerminkan pengenalannya kepada Allah. Kekristenan bukanlah hanya
masalah pemahaman mengenai doktrin (bukan berarti bahwa doktrin bukan sesuatu
yang penting!). Kekristenan berbicara mengenai gaya hidup. Hidup kekristenan
seperti suatu koin yang punya dua sisi, sisi yang pertama adalah relasi dengan
Tuhan dan sisi kedua adalah relasi dengan manusia. Ini juga merupakan gambaran
salib. Vertikal – menunjukkan ada suatu relasi dengan Allah, dan horizontal –
menunjukkan relasi kita dengan sesama kita. Keduanya diperdamaikan melalui
Kristus.
Melalui
pemahaman yang benar tentang Allah, kita akan semakin hari makin rindu untuk
mengenal Tuhan dan menikmati relasi kita denganNya. Jika kita mulai ‘kering’,
mintalah kepada Roh Kudus untuk menimbulkan suatu kerinduan kepada hati kita,
sehingga seperti Daud, seperti Asaf, ataupun seperti Paulus yang semakin hari
semakin rindu dan menyadari bahwa tanpa Allah kita tidak bisa apa-aoa. Memaknai
bahwa tanpa Allah kita tidak dapat melakukan apapun akan membantu kita untuk
terus menerus diperbarui dan kita semakin merendahkan di hadapanNya. Semakin
kita merasa tidak mampu menghadapi hidup ini sendirian, semakin kita belajar
berserah kepadaNya, semakin Allah akan bekerja dengan luar biasa.
No comments:
Post a Comment