Tahun 2014 sudah
berakhir dan 2015 akan dimulai. Bagaimana kabar teman-teman? Apakah masih di
dalam satu keyakinan bahwa ada penyertaan Tuhan yang luar biasa di dalam
kehidupan? Ataukah masih bergelut dengan hal-hal yang membuat kita menjadi
seseorang yang malas-malasan karena sepertinya ada banyak hal buruk yang kita
alami di dalam kehidupan kita? Belum move on juga dari hal buruk yang kita
alami? Nah artikel kali ini mencoba untuk mengajak teman-teman merenungkan
kehidupan yang bermakna di dalam kerangka kita belajar memuliakan Tuhan,
sekaligus menikmati Dia.
Mazmur 90 adalah
suatu bagian di alkitab yang menuliskan mengenai doa dari Musa. Siapa sih yang
tidak mengenal Musa? Dengan segala prestasinya yang begitu mentereng. Bayangkan
saja, seorang pangeran Mesir hingga usia 40, dia merupakan seseorang dengan
pendidikan yang tinggi. Kemudian di usia 40-80 tahun ia menjadi seorang
gembala, dan pada usia 80 ia kembali ke Mesir untuk memimpin eksodus terbesar
sepanjang sejarah manusia. Begitu besar peran yang ia jalani, tetapi di dalam
doanya dia dengan rendah hati sekali menyatakan bahwa dia perlu belajar untuk
‘menghitung hari hingga beroleh hati yang bijaksana’ (ay. 12) setelah
sebelumnya dia mengakui kedaulatan Tuhan atas kehidupannya.
Doa Musa ini
mengajak kita untuk merenungkan bagaimana kehidupan orang Kristen ditengah
dunia yang penuh dengan pergumulan dan kekacauan. Ada banyak hal yang dapat
kita pelajari dari doa Musa ini. Mari kita bahas satu per satu:
1.
Ayat 1-2, merupakan sebuah votum,
sebuah pengakuan bahwa kehidupan kita digantungkan hanya di dalam Dia. Musa
menyatakan bahwa Allah adalah tempat perteduhan, yang berarti tempat untuk kita
berteduh. Dia menyebut juga turun-temurun, dimana kalau kita melihat
pemeliharaan Tuhan kepada Bangsa Israel, kita bisa melihat bagaimana karya
Tuhan – mulai dari jaman Abraham hingga jaman Musa, sampai seterusnya. Ayat 2
juga ada sesuatu yang menarik: “dari selama-lamanya sampai selama-lamanya
Engkaulah Allah”. Tidak perlu banyak penjelasan bukan? Pengakuan Musa ini
menunjukkan imannya yang begitu luar biasa. Sekalipun terkadang ada keraguan
dalam diri Musa (dari awal dia diutus) hingga akhirnya dia menjadi seorang
pembebas Mesir, tetapi pada akhirnya dia tetap percaya – sekalipun dia tidak
melihat tanah perjanjian itu.
2.
Ayat 3-6, menunjukkan betapa
singkatnya sebenarnya kehidupan itu dimata Tuhan. Hal ini menunjukkan pengakuan
Musa yang menyadari betul bahwa sebenarnya hidupnya itu tidak ada apa-apanya di
mata Tuhan. Orang mungkin memandang bahwa Musa adalah seorang pemimpin besar,
tetapi ternyata dia tidak menganggap dirinya seperti itu. Dengan rendah hati ia
berkata bahwa ternyata Tuhanlah satu-satunya yang empunya hidupnya. Dia tidak
terbatas oleh waktu. Dia adalah Allah yang maha hadir di dalam kehidupan
manusia. Di hadapan Allah, sehebat apapun prestasi kita, kemampuan kita, apapun
yang kita kerjakan sebenarnya nothing. Kalau kita dipercaya melakukan sesuatu,
semata-mata itu semua karena ANUGRAH.
3.
Ayat 7-12, Musa kembali mengakui
kemahakuasaan Allah di dalam kehidupannya. Ia tahu benar seperti apa Allah itu,
Allah yang kudus, Allah yang adil, Allah yang begitu mengasihi manusia.
Mengasihi? Ya, Allah yang mengasihi belum tentu Allah yang tidak mendidik
umatNya. Namun mengasihi di dalam hal ini adalah bagaimana Allah memberikan
proses di dalam kehidupan manusia. Ayat 9 menunjukkan adanya suatu kondisi ‘berdukacita’.
Kalau kita baca doa Musa ini, sepertinya dia memperlihatkan dirinya sebagai
seseorang yang memiliki kehidupan yang begitu sengsara.. Tetapi pernyataan itu
dibaliknya di ayat 10-12. Ayat 10-12 Musa mengakui bahwa seringkali manusia
tidak memandang kehidupan dari sudut pandang Allah. Oleh karena itulah Ia
meminta hikmat di ayat 12, Musa meminta pelajaran hikmat itu dari Tuhan,
sehingga ia dapat menjadi seseorang yang bijaksana di dalam kehidupannya.
4.
Ayat 13-17, Musa menuliskan
permohonannya kepada Allah. Setelah sebelumnya ia mengakui tentang kasih dan
penyertaan Tuhan, ia memohon kali ini untuk dapat dikenyangkan dengan kasih
setiaNya, artinya bahwa melalui hikmat yang diberikan Allah, kita dimungkinkan
untuk dapat bersukacita atas segala hal yang terjadi di dalam kehidupan kita. Ia
memohonkan bahwa setiap proses yang Allah sediakan seharusnya membuat bangsa
Israel, setidaknya dia sendiri, untuk dapat memandang setiap proses yang sudah
dialami dengan hati yang semakin mengenal Tuhan. Bukan dengan hikmat manusia,
tetapi dengan hikmat yang dari Dia sendiri. Ia berdoa agar orang-orang dapat
menikmati proses dari Tuhan itu dengan kacamata Tuhan, bukan dengan kacamata
mereka sendiri.
Bisa nggak kita
bayangkan kekecewaan Musa pada saat itu? Dia bisa saja lho ngambek atas hal yang Tuhan minta Ia kerjakan. Betapa tidak, kalau
sepanjang hidupnya ia gunakan hanya untuk membawa bangsa Israel yang tegar
tengkuk, bangsa Israel yang tukang mengeluh, tapi mereka adalah UMAT
PERJANJIAN. Di akhir hidupnya mungkin kita membayangkan bahwa Musa akan sampai
ke tanah perjanjian, tetapi rencana Tuhan ternyata bukan itu. Ternyata tanah
perjanjian itu hanya dilihat oleh Musa, dia nggak sempat untuk menikmati tanah
perjanjian itu.
Pembelajaran apa
sih yang kita dapat? Poin 1 menunjukkan bahwa Ia adalah Allah yang layak
dipercaya. Ia adalah Allah yang harus kita percaya sebagai Allah yang berdaulat
atas kehidupan kita. Allah yang selalu memelihara kehidupan kita. Poin 2
mengajak kita untuk belajar merendahkan diri kita di hadapan Tuhan yang Maha
tinggi. Poin 3 dan 4 intinya adalah kita belajar menerima didikan dari Tuhan.
Kita belajar melihat bagaimana Tuhan bekerja, bukan melalui kacamata kita
semata, bukan melalui hikmat kita semata, namun kembali bahwa semuanya adalah
rancangan Tuhan. Apakah itu baik? YES and AMEN!! Rancangan Tuhan adalah
rancangan yang terbaik di dalam kehidupan kita. Pertanyaannya, mau nggak kita belajar
menyerahkan pemikiran dan logika kita di hadapan Tuhan, mengakui bahwa
rancangan-Nya bukanlah rancangan kita, dan jalan-Nya bukanlah jalan kita?
Kehidupan kita
sebagai hamba juga nggak jauh beda dengan kehidupan Musa. Musa sadar betul
bahwa ketika dia sudah menjadi hamba, dia hanya bisa bilang “suka-sukaMu
Tuhan”, dan itu berarti bahwa dia membutuhkan hikmat lebih yang dari Tuhan
saja. Tetapi Tuhan menyediakan hikmat itu bukan? Tuhan menyediakan hikmat itu
kepada Musa sehingga dia bisa menerima rencana Tuhan di dalam kehidupannya.
Kaitannya apa sih dengan kehidupan kita? Nggak peduli mau sehancur apapun 2014
yang sudah dialami temen-temen, mau nggak belajar bahwa semuanya adalah bagian
dari rencana Tuhan di dalam kehidupan ini untuk kita dapat menyongsong tahun
2015 yang penuh dengan pengharapan yang baru? Mungkin kehidupan kita seperti
Musa, mengalami hal-hal yang tidak seharusnya kita alami di dalam masa hidup
yang seharusnya kita nggak cocok untuk melakukan itu. Tetapi apakah teman-teman
menyadari bahwa Allah sudah mempersiapkan hal yang jauh lebih baik dari hal
itu?
Soli Deo Gloria