Duduk diam dan merenungkan betapa
indahnya kasih Allah merupakan satu hal yang begitu sulit aku lakukan saat aku
berada di bangku SMA. Betapa tidak, ada begitu banyak alasan untuk aku mengeluh
atas hidupku. Begitu banyak hal yang aku rasakan merupakan “penghukuman Allah”
di tengah-tengah kehidupan ini. Sekalipun aku lahir di dalam keluarga Kristen,
tetapi tetap saja ada perasaan dimana aku adalah pribadi yang “terbuang”.
Ketika aku mengingat masa-masa
itu, aku menjadi sedih, sekaligus bersyukur atas setiap proses yang aku alami.
Proses hidup itulah yang saat ini aku renungkan merupakan suatu proses yang
penuh dengan pertanyaan sekaligus tuntunan Tuhan yang begitu luar biasa. Betapa
tidak, kalau saat ini aku boleh ikut melayani Tuhan, aku boleh tergabung di
dalam vocal group, aku boleh punya pekerjaan, aku bisa makan setiap hari, aku
bisa mentraktir teman-temanku, bukankah itu merupakan anugrah yang harus
syukuri di dalam hidup ini? Aku merenungkan itu merupakan hal yang begitu indah
yang Tuhan berikan. Tetapi satu hal yang terutama! Apa itu? Melalui perjalanan
hidupku aku memiliki satu kesimpulan yang jelas mengenai Allah.
“Allah itu adalah Allah yang
setia”
Betapa ketika menyimpulkan
kalimat itu untuk pertama kalinya, aku tercengang dan takjub betapa keindahan
kasih karunia Allah dalam hidupku adalah hal terindah yang Tuhan berikan. Apakah
itu? Pengenalanku akan pribadiNya. Bagaimana Ia menunjukkan kepadaku betapa
besarnya kasihNya, betapa dalamnya anugrahNya, betapa indah jalan hidup yang Ia
berikan, semuanya terangkai indah di dalam kehidupanku.
Kesetiaan
Yang Teruji Kondisi
Kalau anda sudah punya seorang
pacar atau kekasih, apalagi yang sedang LDR-an (seperti saya.. hehehe) pasti
pernah merasakan betapa kita ingin bertemu sang kekasih, sekedar untuk menyapa,
melihat wajahnya, bertatapan mata ke mata, merasakan dan menikmati kisah cinta
setelah sekian lama tak jumpa. Bukannya curcol nih, tapi memang begitulah
keadaan ketika kita sedang menjalani hubungan LDR.
Orang bilang ketika menjalani
LDR, hubungan akan menjadi rawan sekali. Ada satu komitmen yang tegas dan jelas
yang harus dipegang antara kedua belah pihak. Menariknya lagi ketika LDR, mau
berapapun duit yang kita keluarkan untuk ketemu, kita selalu mengusahakannya. Kita
selalu berusaha untuk bertemu dan saling bercengkerama, saling bercerita,
saling berbagi, dan saling berkomunikasi.
Nah begitu pula ketika kita
berhubungan dengan Allah kita. Hubungan dengan Allah nggak perlu duit, cuman
punya lutut pun kita bisa bertemu. Uniknya lagi kalau pacar kita terkadang lagi
nggak mood saat diajak bicara, dia
bisa malah ngambek. Berbeda dengan
Allah kita. Ketika kita banyak curcol, banyak protes, dan kita belajar untuk
jujur terhadap perasaan kita kepada Allah, maka Ia akan dengan sabar menjawab
pertanyaan-pertanyaan kita. Ia selalu siap sedia di dalam kondisi apapun.
Bener juga sih. Pertanyaan yang
harus kita renungkan adalah: ketika Allah sudah setia di dalam Dia menyediakan
begitu banyak tuntunan dan berkat di dalam kehidupan kita, bisa nggak kita belajar untuk menyediakan
diri kita di hadapanNya? Maukah kita datang saat ini dengan sebuah ungkapan
syukur bahwa Ia adalah pribadi yang begitu setia dan adil, pribadi yang
menyambut kita dengan sabar, pribadi yang mendengarkan setiap keluhan kita, Dia
tidak pernah bosan untuk itu.
Kesetiaan
Yang Tak Pernah Lupa
“Janji yang manis, kau tak
kulupakan, tak terombang ambing lagi jiwaku…” sebuah lagu hymn yang sering
banget dinyanyikan, berjudul Janji Yang Manis. Saya merenungkan kalimat-kalimat
di dalam lagu itu.
Pernahkah kita berhutang sesuatu
kepada seseorang? Ketika kita berhutang, kita punya dua sikap, apakah kita akan
bersikeras melunasinya, atau berharap bahwa orang tersebut akan melupakan bahwa
kita pernah berhutang kepadanya. Itu kalau hutang, kalau kita yang ternyata
memberikan pinjaman sesuatu kepada orang lain? Kita selalu berharap bahwa orang
tersebut tanpa ditagihpun akhirnya akan mengembalikannya (apalagi kalau ada
bunganya! J)
Contoh lain: buat teman-teman
nih, kira-kira pasti ingat donk ulang tahun dari pacarnya. Bagaimana kalau kita
sampai melupakan tanggal tersebut? Wah bahaya! Begitu juga kalau misalnya pacar
kita melupakan tanggal ulang tahun kita. Kira-kira gimana perasaan temen-temen?
Kalau kekasih kita saja begitu
punya hasrat dan ingatan untuk terus mengingat kita, bahkan sesuatu yang kadang
kurang bermakna, bagaimana dengan Allah yang menciptakan kita, yang janjiNya sudah
begitu teruji? Ia tidak pernah melupakan setiap detil yang kita kerjakan di
dalam hidup kita. KesetiaanNya adalah kesetiaan yang kekal, yang tak pernah
sekalipun Ia melupakan setiap hal yang kita kerjakan.
Menarik untuk kita renungkan,
kapan terakhir kali kita mengingat Allah? Apakah itu saat kita mendapatkan
begitu banyak berkat? Ataukah justru saat kita merasa begitu banyak hal yang
tidak dapat kita tangani sendiri sebagai manusia barulah kita menghadap
kepadaNya? Yuk kita jujur mengintrospeksi pribadi kita masing-masing, apakah
dalam hidup kita justru kita lupa untuk bersyukur tetapi selalu ingat kalau
kita protes kepadaNya? Seberapa tingkat syukur kita manakala kita masih
diijinkan untuk datang kepadaNya secara langsung di dalam doa-doa kita?
KisahNya
Atas Hidup Kita
Saat ini saya mengajak setiap
kita untuk dapat merenungkan betapa Allah kita adalah Allah yang menyusun kisah
hidup kita. Renungkan bahwasanya ketika sampai saat ini kita bisa hidup,
bukankah semuanya itu hanyalah karena kemurahan kasih Allah?
Aku merenungkan di dalam kisah
hidupku. Lahir di keluarga yang sederhana, dengan tingkat kedisiplinan orang
tua yang begitu tinggi. Aku lahir dengan kondisi tidak sempurna di dalam
kehidupanku. Aku punya kecacatan di tanganku yang membuat aku minder sampai aku
SMA, bahkan sampai kuliahpun aku takut ketika aku harus bertemu dengan seorang
wanita. Aku tidak punya prestasi yang begitu “wah”, dan aku bukanlah pribadi
yang berani untuk ngomong di depan
umum.
Sampai suatu kali aku diperkenalkan
kepada Pribadi yang agung itu. Pribadi yang menebus dosaku, Pribadi yang tidak
pernah meninggalkan aku, yang selalu menuntun aku dalam menjalani kehidupan
ini. Pribadi itulah yang membuat aku sadar betapa kehidupan ini kalau aku
jalani sendiri maka aku bisa kelelahan di dalam menjalaninya.
Kisah itu berlanjut dengan aku
berhasil menyelesaikan studi S1ku dengan begitu banyak hal di dalamnya.
Sahabat-sahabat yang baru, pelayanan di gereja, dan begitu banyak tanggung
jawab yang Tuhan mulai berikan. Bagaimana dengan pasangan hidup? Oh Tuhan
memberikan sepaket, dan itu yang Tuhan berikan ketika aku studi S2. Namanya
adalah Jessica, seseorang yang Tuhan ijinkan untuk hadir di dalam kehidupanku,
yang mana aku bergumul bersamanya tentang hubungan kami selama 14 bulan hingga akhirnya
kami menjalani relasi LDR.
Apakah hanya sampai disitu?
Kalau selama aku hidup, ketika
aku belum mengenal Dia, Ia sudah memberikan begitu banyak tuntunan, Ia begitu
setia menantikan kehadiranku, bukankah Ia adalah Allah yang setia. Ia adalah
Allah dari teman-teman juga. Allah yang juga menantikan teman-teman untuk mau
belajar menyerahkan segalanya kepadaNya. Kekecewaan, beban hidup, pengalaman
tersakiti, kekurangan, ataupun sebaliknya. Sukacita, damai sejahtera, itulah
yang mau Tuhan sediakan di dalam kehidupan kita.
Kalau selama 25 tahun ini Tuhan
sudah memberikan tuntunanNya, maka sampai kapanpun Ia akan menyusun dan
menuliskan kisah itu. Andreas yang saat ini sedang bekerja di Bogor, yang
sedang menjalani relasinya dengan Jessica, dan seterusnya. Ia terus menerus
menuliskan kisah kesetiaanNya di dalam hidup kita. Kita mau tidak untuk
melangkah bersamaNya? Ketenangan hidup yang Ia janjikan bukan hanya untuk 25
tahun. Sampai seterusnya mari kita belajar untuk tenang, menikmati kesetiaan
kuasa kasihNya, dan terus belajar untuk berjalan di dalam trackNya.
Satu lagu untuk menutup
perenungan ini. Sebuah lagu yang menyatakan betapa agungnya kasih Kristus,
betapa Ia adalah pribadi yang setia, dan kita pun ingin belajar memaknainya
atas hidup kita.
TENANGLAH KINI HATIKU
TENANGLAH KINI HATIKU
TUHAN MEMIMPIN LANGKAHKU
DI TIAP SAAT DAN KERJA
TETAP ‘KU RASA TANGAN-NYA
REFF:
TUHANLAH YANG MEMBIMBINGKU
TANGANKU DIPEGANG TEGUH
HATIKU BERSERAH PENUH
TANGANKU DIPEGANG TEGUH
TAK KUSESALKAN HIDUPKU
BETAPA JUGA NASIBKU
SEBAB ENGKAU TETAP DEKAT
TANGAN-MU ‘KU PEGANG ERAT
‘PABILA TAMAT TUGASKU
KAU B’RIKAN KEMENANGAN-MU
TAK KUTAKUTI MAUT SERAM
SEBAB TANGANKU KAU GENGGAM
No comments:
Post a Comment