Total Pageviews

Sunday, December 27, 2015

Christmas Reflection

Pendahuluan

Selamat Natal! Ucapan selamat itu menjadi sesuatu yang tidak asing lagi bagi telinga, khususnya ketika berkunjung ke sebuah gereja. Umat Kristiani merayakan Natal ini dengan penuh sukacita dan pengharapan akan kedatangan Juruselamat. Setidaknya Natal memiliki suatu makna yang begitu dalam yakni kelahiran Sang Juruselamat dalam rupa seorang hamba.

Ditengah hiruk pikuk persiapan Natal, setiap gereja mempersiapkan berbagai acara demi memaknai Natal ini dengan versi mereka. Ada yang berlomba-lomba untuk menampilkan acara yang keren, acara yang spektakuler dan megah dengan dana yang begitu besar, ada pula yang mencoba untuk menampilkan kesederhanaan dengan berbagai dekorasi dan acara yang difokuskan pada pihak lain di luar gereja.

Namun apa sebenarnya makna Natal sendiri bagi dunia ini?

Allah yang Mengambil Rupa Seorang Hamba

Berita Natal tidak dapat dipisahkan dari peristiwa kelahiran Yesus Kristus. Momen dimana Allah yang Mahakuasa merendahkan diriNya menjadi seorang manusia yang lemah – seorang bayi dan dilahirkan bukan dari keluarga raja, tetapi dari seorang tukang kayu dan seorang anak dara yang begitu muda. Pengharapan seperti apa yang ditawarkan dari Allah semacam ini?

Rupanya Allah ingin menunjukkan satu poin yang menjadi kunci selama Ia melayani di dunia ini: Kesederhanaan. Poin ini begitu mendarat di dalam diri Yesus. Kehidupan Yesus menunjukkan bahwa Ia adalah pribadi yang begitu sederhana. Ia tidak memilih untuk bergaul dengan kaum elite di dalam pelayananNya. Justru sebagian besar pelayanan Yesus adalah ditujukan bagi orang-orang yang tertindas.

Penebusan Bagi Dunia yang Rusak

Menarik untuk kita dapat pahami bersama bahwa Allah kita adalah Allah yang menebus keseluruhan hidup kita di dalam pribadi Yesus Kristus. Pesan Natal ini mengingatkan kita bahwa Yesus telah datang ke dunia ini dengan satu misi: penebusan bagi umat manusia yang percaya kepadaNya. Ini unik, karena hanya dalam Kekristenan (yang diberitakan melalui alkitab) Allah yang mengambil inisiatif penebusan dan jaminan keselamatan bagi kehidupan umat manusia.

Penebusan itu menjadi sebuah titik balik di dalam kehidupan manusia. Manusia berdosa yang pada awalnya bahkan tidak dapat menyadari bahwa dirinya berdosa, namun melalui penebusan itulah kehidupan seseorang diubahkan. Yang dulunya tidak pernah memaknai hidupnya, menjadi seseorang yang menyadari keberhargaan hidup yang diberikan Allah.

Berjaga-Jaga Menanti Kedatangan Sang Raja

Jam kehidupan, hanya diputar sekali. Demikianlah kehidupan manusia di dunia ini. Perlu disadari bahwa kehidupan manusia hanya sekali. Kesadaran bahwa kita hanya punya satu kesempatan untuk hidup dapat membawa kita ke dalam dua sikap: menyia-nyiakannya dengan bersenang-senang karena hidup cuman sekali, atau yang kedua adalah sikap dimana kita memanfaatkan setiap talenta dan anugrah yang Tuhan berikan.

Kesadaran bahwa setiap kesempatan, hari demi hari yang Tuhan sediakan, adalah kesempatan untuk memuliakan Tuhan adalah suatu sikap hidup yang bertanggung jawab. Fokus hidup untuk kita dapat mempersiapkan diri dalam rangka menyambut Sang Raja semesta alam adalah dengan belajar untuk setia atas kehendakNya di dalam hidup kita. Natal berarti kita mempersiapkan kedatangan Kristus yang kedua dengan memiliki kerinduan untuk memuliakan namaNya hari lepas hari.

Perubahan Besar

Perubahan besar di kehidupanku, sejak Yesus di hatiku… Demikianlah lirik sebuah lagu yang begitu sering kita dengar. Terlepas dimainkan saat momen Natal ataupun saat berbagai momen. Lirik lagu yang menuntut suatu komitmen dari kita untuk dapat berubah semenjak kita mengenal Tuhan Yesus sebagai Juruselamat.

Pengenalan akan Allah membuat kita menyadari bahwa pesan Natal tidak hanya berhenti pada sukacita ketika Allah sudah melaksanakan karya besarNya atas kehidupan kita. Justru makna Natal adalah manakala Allah yang turun ke dunia itu menjadi sebuah teladan bagi kita untuk merendahkan hati kita di hadapanNya. Menyadari bahwa setiap kesempatan, setiap hal yang ada di dalam diri kita tidaklah lebih dari karya Allah atas dunia ini. Kehidupan manusia sepenuhnya hanya bergantung pada anugrah itu.

Kesadaran Hati akan Pimpinan Allah

Apa yang mau dikejar manakala kita merayakan Natal di gereja dengan acara yang begitu spektakuler namun melupakan esensi Natal seperti yang disebutkan di atas? Acara yang penuh dengan ‘emptiness’ yang hanya menjadi ajang untuk show off kepada jemaat, sebagai bukti dari profesionalitas. Tetapi Allah juga mengijinkan acara-acara seperti itu mewarnai Natal di berbagai gereja.

Menyadari bahwa pelayanan sesungguhnya didasari atas sebuah kesadaran bahwa kita bukanlah orang-orang professional tetapi hamba akan membuat kita memiliki motivasi pelayanan yang jelas. Bukan berarti bahwa pelayanan kita tidak maksimal. Tetapi dengan kesadaran yang jelas akan hal tersebut maka kita bisa all out dan bebas mengekspresikan anugrah Allah dalam kehidupan kita. Tidak ada rasa malu ataupun takut salah, dengan kesadaran bahwa segala pujian yang mau kita sampaikan, semuanya akan kita kembalikan bagi kemuliaanNya.

Memaknai Natal seharusnya menjadi agenda kita setiap hari, dimana kita belajar untuk terus berjaga-jaga sembari menantikan kedatanganNya yang kedua, menyadari akan penebusan Allah yang mengubahkan kehidupan kita menjadi hidup yang bermakna.

Menikmati Hari-Hari BersamaNya

Akhir kata, Natal juga bicara mengenai bagaimana relasi kita dengan Kristus sendiri. Seberapa jauh kita menyadari akan penyertaan Allah atas hidup kita selama kita hidup? Kelahiran Kristus akan membuat kita memiliki komitmen untuk terus hidup seturut dengan kehendakNya, dengan kesadaran penuh bahwa kita ini adalah umat kepunyaanNya, dan Ia tidak akan pernah meninggalkan kita.

Sangat naïf ketika kita berkata bahwa “acara ini berhasil dan spektakuler karena saya”, karena kita ini hanya hamba yang tidak berguna – demikian kata Paulus. Mengakui bahwa kita adalah hamba-hamba yang tidak berguna membuat kita dapat bergantung sepenuhnya kepada Allah. Berjalan bersamaNya di dalam keseharian hidup kita, menikmati FirmanNya di dalam alkitab dan terus belajar untuk mengetahui rencanaNya atas kehidupan kita. Itulah kehidupan yang bermakna yang Tuhan janjikan bagi setiap kita yang mau belajar memuji dan memuliakan Dia.

Penutup

Natal berbicara mengenai penyerahan hidup. Pdt. Benny Solihin dengan begitu tegas memberikan sebuah kalimat yang begitu dalam: “Natal adalah pertukaran hadiah antara Allah dan manusia: Allah memberikan anakNya yang tunggal kepada kita; kita memberikan dosa kita kepadaNya.”

Kiranya refleksi ini terus mengingatkan kita bahwa kita yang sudah menerima anugrah terbesar itu di dalam hidup kita, sebagai hamba yang tidak berguna kita diminta untuk belajar memberikan yang terbaik sesuai dengan kemampuan yang sudah Allah berikan. Belajar untuk mengingat terus konsep anugrah Allah atas kehidupan kita. Kurang lebih 2000 tahun yang lalu Allah sudah melakukan karya itu, dan hari ini pun penyertaanNya akan selalu ada atas hidup kita. Pertanyaannya: maukah kita terus belajar hidup di dalam konteks anugrah itu, berjaga dan melakukan yang terbaik sampai kedatanganNya yang kedua sebagai Raja?


Soli Deo Gloria!

Monday, December 7, 2015

Pudarnya Kebenaran -- Sebuah Refleksi

Pendahuluan
Menarik untuk membaca headline akhir-akhir ini, dimana ada satu nama yang mencuat di permukaan publik. Seorang pribadi yang penuh kontroversi, dengan berbagai keunikan yang ada di dalam dirinya. Tak ayal media mulai mengejar dia, menjadikan dia sebagai pusat perhatian. Tak sedikit pula orang-orang disekitarnya mulai “panas”. Siapakah dia? Dia adalah Setya Novanto, ketua DPR Republik Indonesia.

Menarik kalau diperhatikan bahwa ditengah polemik dan kontroversi, muncul pula orang-orang yang mau berjuang mempertahankan kebenaran di negeri ini. Setidaknya saat ini kita bisa melihat perjuangan orang-orang yang anti korupsi, orang-orang yang mau belajar untuk hidup di dalam suatu integritas. Apakah berarti orang-orang tersebut sempurna? Ternyata tidak juga. Tetapi mereka menyadari bahwa kebenaran selalu menemukan jalannya, dan tak lupa pula: ada risiko yang harus diambil manakala sedang memperjuangkan kebenaran.

Siapakah orang-orang dari paragraf kedua ini? Sebut saja (sampai saat ini) Sudirman Said, menteri ESDM RI, kemudian kita bisa melihat orang-orang yang berani untuk menyuarakan kebenaran di tengah ancaman dan berbagai problematika yang membuat mereka bisa saja kehilangan nyawanya untuk membela kepentingan orang banyak. Ada pula orang-orang yang disebut “orang gila” seperti Basuki T.P yang lebih terkenal dengan nama Ahok, yang mau mengubah wajah Indonesia, khususnya Jakarta, menjadi sebuah kota yang jauh lebih baik. Tidak lupa pula ada walikota-walikota yang kita tahu seperti Tri Rismaharini, dan juga Ridwan Kamil yang menjadi orang-orang yang sedang naik daun karena mereka belajar untuk mempertahankan integritas mereka

Money Talks!
Tak bisa dipungkiri bahwa kondisi negeri yang sedang hancur ini (setidaknya menurut sebagian besar orang) membuat kita menjadi pribadi-pribadi yang berpikir praktis. Boro-boro kita berbuat sesuatu yang benar, yang penting aman lah. Pokoknya sudah dapat bagian ya sudah, diam saja. Daripada keamanan keluarga jadi taruhan, nyawa sendiri terancam, lebih baik tetap diam dan menutup mulut.

Kondisi ini pula yang dialami oleh banyak tokoh yang ada di dalam alkitab. Sebut saja nabi-nabi seperti Yeremia, Yesaya, Yohanes Pembaptis, mereka hidup di dalam kondisi seperti ini. Hidup diantara bangsa yang tegar tengkuk. Hidup di antara penguasa yang kuat, yang memiliki kuasa yang jauh lebih besar dibandingkan dengan mereka. Menariknya kabar yang mereka bawa adalah suatu kebenaran yang justru tidak nyaman untuk didengar.

Jaman ini dikuasai oleh segelintir penguasa. Siapa yang punya uang, ialah yang berkuasa. Uang menjadi suatu hal yang bahkan dapat membeli kebenaran itu sendiri. Pokoknya kalau ada duit, semua urusan beres! Akhirnya orang-orang berlomba-lomba untuk mencari kuasa itu.

Expensive Truth
Kebenaran menjadi sesuatu yang begitu mahal pada jaman ini. Kebenaran itu bisa diputarbalikkan dengan berbagai cara. Hari ini menjadi seorang tersangka, karena punya duit bisa saja besok sudah bebas. Begitu pula sebaliknya, yang tidak punya duit akan menjadi orang-orang yang menjadi bulan-bulanan penguasa.

Yohanes Pembaptis mengalami hal ini. Bermaksud baik untuk menasihati Herodes karena merebut istri saudaranya, eh dia harus membayarnya dengan kehilangan kepalanya di tangan Herodes. Kebenaran menjadi sesuatu yang begitu bernilai.

Inilah realitas yang kita hadapi. Hidup di jaman dimana segala sesuatunya bisa dibeli. Orangpun bisa dibeli untuk bersaksi dusta. Kita pun bisa terjebak di dalam satu kondisi dimana kita menjadi orang-orang yang pada akhirnya melakukan hal tersebut. Hal yang paling sederhana adalah kita ‘nembak SIM’, ataupun ketika di tengah jalan kita ditangkap dan menyuap polisi. Ada banyak sekali cara untuk kita dapat ‘menutupi’ kesalahan kita.

A Hope?
Kalau ditengah realitas seperti ini, apa yang harus kita perbuat? Masih relevankah tugas kenabian kita? Peran kita sebagai orang-orang yang takut akan Tuhan seperti apa? Akankah kita larut di dalam kondisi jaman seperti ini, ataukah kita belajar punya suatu pegangan lain?

Bukan suatu hal yang mudah ketika kita ada di dalam posisi Sudirman Said misalkan. Kita akan diperhadapkan pada berbagai tantangan dan ancaman yang akan mengancam keberlangsungan hidup kita. Mungkin bukan hanya kita, tetapi juga orang-orang di sekitar kita. Orang-orang yang kita sayangi, yang mengenal kita. Sangat sulit bagi kita untuk mengambil suatu pilihan yang nantinya akan sangat merugikan kita.

Tetapi menarik disini bahwa kita perlu yakin dan percaya atas kedaulatan dan kebenaran Allah. Ketika Allah memberikan anugrah atas kehidupan kita, tugas kita tidak lain tidak bukan adalah bersaksi.  Bersaksi dan bersaksi, bukan hal yang mudah di tengah realitas dunia seperti ini. Ketika dunia berteriak untuk menenggelamkan kebenaran, kita sebagai orang percaya diberikan tanggung jawab untuk mengungkapkan kebenaran itu.

Ada pengharapan, setidaknya kita bisa memulai dari hal yang terkecil, tanpa melupakan hal-hal besar yang Allah percayakan di dalam kehidupan kita. Tidak perlu menjadi Yohanes Pembaptis, ataupun menjadi seperti Sudirman Said. Cukup menjadi pribadi anda yang mau belajar untuk memuliakan Allah. Maka Allah akan memberikan kekuatan dan berbagai tantangan untuk kita hadapi, tetapi di dalam tantangan itu ada damai sejahtera kepada orang-orang yang mau bersandar teguh pada kasih setiaNya.

Mari belajar menjadi agen perubahan bagi dunia sekitar kita!

Soli Deo Gloria