Salah
satu ciri khas yang aku miliki adalah bahwasanya aku merupakan seseorang yang
terus menerus memiliki pertanyaan dalam hidup. Rasanya aku memiliki
pertanyaan-pertanyaan mengenai apapun. Aku tidak mau membuat sebuah keputusan
yang salah, bahkan di dalam hal-hal yang remeh temeh sekalipun. Jadi sangatlah
wajar jika aku memiliki berbagai pertanyaan dan keraguan yang mendalam di dalam
hal-hal yang penting. Hal tersebut bukanlah sesuatu yang aku sengaja, bahkan
terkadang membuat aku frustasi. Tetapi begitulah aku apa adanya.
Hal
ini menyebabkan aku acap kali meragukan iman Kristianiku; terkadang bahkan aku
hampir meninggalkan iman Kristen. Aku bertanya kepada diriku sendiri, “Apakah
aku sedang dicuci otak? Apakah aku tidak dapat berpikir secara objektif karena
aku diajarkan untuk percaya? Bagaimana kalau ternyata aku salah?” Aku memiliki
damai sejahtera yang dijelaskan oleh Paulus sebagai sebuah penjelasan mengenai
Roh Allah yang berarti aku adalah milik Kristus (Roma 8:16); setidaknya untuk
sementara waktu. Tetapi orang-orang Mormon juga memiliki klaim bahwa mereka
memiliki kedamaian dari Allah, begitupula pengikut agama-agama lain. Tentu saja
keseluruhan klaim itu tidak mungkin benar seluruhnya jika Kekristenan benar,
karena banyak agama lain berkontradiksi terhadap kepercayaan mereka sendiri.
Jadi bagaimana aku dapat mengenali bahwa kedamaian yang aku miliki adalah
berasal dari Allah? Itu adalah sebuah pertanyaan yang sulit untuk dijawab. Dan
sejujurnya, aku masih belum mengetahui jawabannya
Tetapi
ketika aku mengalami keraguan di tahun 1980-an, seorang profesor filsafat
mengerti seperti apa kondisiku karena dia juga memiliki kecenderungan untuk
bergumul dengan keraguan-keraguan. Aku tidak diajar oleh Gary Habermas, karena
dia mengajar di departemen filsafat, dan aku ditempatkan di Pelajaran
Perjanjian Baru. Tetapi Habermas membantu aku untuk mengerti keraguanku dan
bagaimana aku dapat meyakininya. Dalam tulisan berikut ini, aku mencoba untuk
menggabungkan pemikiran Habermas dengan pemikiranku. Aku memiliki kabar baik
bagi anda yang bergumul dengan berbagai keraguan dalam hidup anda: Anda dapat
menghadapinya dengan melakukan empat hal berikut:
Tindakan
#1: Pahamilah bahwa keraguan adalah sesuatu yang wajar. Abraham bertemu dengan Allah
yang memberitahukan dia bahwa dia akan memiliki keturunan yang mana darinya
akan lahir bangsa yang besar. Namun ketika nyawa Abraham berada di dalam
bahaya, dia berbohong untuk menyelamatkan dirinya sendiri, sekalipun dia menyadari
bahwa janji Tuhan kepadanya mengenai anak tersebut belum dipenuhi (Kejadian
12). Seseorang bisa berpikir bahwa dia seharusnya percaya kepada Allah untuk
menyelamatkan dia. Namun kenyataannya dia berbohong, dan Tuhan campur tangan
untuk menyelamatkan istrinya Sarah kepadanya, yang dibawa karena kebohongannya.
Kemudian kita meloncat ke 8 pasal berikutnya. Abraham dihadapkan pada situasi
yang serupa. Namun kali ini dia tahu dia dapat mempercayai Allah untuk dapat
melindunginya tanpa dia harus berbohong. Emm, tetapi ternyata tidak begitu.
Abraham sekali lagi meragukan janji Allah dan mengulang kesalahannya. Dia
berbohong kepada Firaun yang menjadikan Sarah sebagai gundiknya, dan sekali
lagi Allah harus campur tangan.
Sekalipun
kita melihat kisah hidupnya, Abraham tercatat dalam daftar orang-orang yang
memiliki teladan iman dan dicatat dalam hall
of fame mengenai iman (Ibrani 11). Faktanya apabila kita mencari Most Valuable Player (MVP) dalam daftar
tersebut, itulah Abraham.
Yohanes
Pembaptis adalah sepupu Yesus. Keduanya lahir dalam karya mujizat Allah.
Yohanes kemudian akan membaptis Yesus, melihat Roh Kudus turun atas Dia, dan
mendengarkan suara dari sorga yang mendeklarasikan ke-Allah-an-Nya. Yohanes
kemudian dipenjara, dan terkadang saat dia dipenjara, dia mengirimkan
murid-muridnya untuk mencari tahu apakah Yesus benar-benar Mesias atau mereka
harus menunggu orang lain. Bagaimana mungkin Yohanes menanyakan hal tersebut,
setelah dia mendengar sendiri keajaiban dari kelahirannya dan kelahiran Yesus;
dan mengalami sendiri mujizat pembaptisan Yesus? Perasaan Yohanes manakala dia
dipenjara membawa dia kepada keraguan
emosional. Dia telah mengetahui buktinya. Tetapi kehidupan tidak sesuai
dengan apa yang ia harapkan. Faktanya, hidupnya begitu tidak nyaman saat itu.
Yesus mengetahui hal tersebut. Dia meminta murid-murid Yohanes untuk kembali
kepada Yohanes dan memberitakan mujizat yang Yesus lakukan, mujizat yang
merupakan tanda dari kehadiran Mesias (lihat Dead Sea Scroll 4Q521, Yesaya
51:1-2; Lukas 4:16-21). Setelah murid-murid meninggalkan dia, Yesus mengalihkan
perhatiannya pada orang banyak di sekitarnya. Semua mata tertuju pada-Nya. Apa
yang Yesus katakan kepada mereka yang mana baru saja menyadari bahwa “orang
dalam-Nya” mengalami keraguan dalam hidupnya?
Setelah
murid-murid Yohanes pergi, mulailah Yesus berbicara kepada orang banyak itu
tentang Yohanes: "Untuk apakah kamu pergi ke padang gurun? Melihat buluh
yang digoyangkan angin kian ke mari? Atau untuk apakah kamu pergi? Melihat
orang yang berpakaian halus? Orang yang berpakaian halus itu tempatnya di
istana raja. Jadi untuk apakah kamu pergi? Melihat nabi? Benar, dan Aku berkata
kepadamu, bahkan lebih dari pada nabi. Karena tentang dia ada tertulis:
Lihatlah, Aku menyuruh utusan-Ku mendahului Engkau, ia akan mempersiapkan
jalan-Mu di hadapan-Mu. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya di antara mereka
yang dilahirkan oleh perempuan tidak pernah tampil seorang yang lebih besar
dari pada Yohanes Pembaptis, namun yang terkecil dalam Kerajaan Sorga lebih
besar dari padanya.
(Mat
11:7-11)
Perhatikan
bahwa Yesus tidak menyalahkan Yohanes karena dia ragu-ragu. Sebaliknya, Ia
menyediakan bukti, menguatkan dia, dan memuji dia, berkata bahwa tidak ada yang
lebih besar daripada Yohanes. Menariknya bahwa Ia mengatakan ini manakala Ia
sadar betul Yohanes sedang bergumul dalam keraguannya.
Melihat
contoh Abraham dan Yohanes yang mana
mereka dapat jatuh dalam keraguan mereka saat menikmati berkat Tuhan, Allah
mengenal bagaimana kehidupan kita dan Ia adalah pribadi yang Maha Pengasih.
Banyak orang Kristen tidak pernah mengalami keraguan. Namun bagi mereka yang
pernah, ada sukacita bahwa ternyata kita memiliki rekan-rekan yang senasib
dengan kita layaknya Abraham dan Yohanes Pembaptis. Orang-orang yang ragu atas
iman mereka bukanlah warga kelas dua dalam kerajaan Allah.
“Tunggu
sebentar, hal itu mungkin dapat berhasil bagi orang-orang yang mendengar dari
Allah secara langsung dan melihat mujizat yang dilakukan Yesus. Tetapi
sepertinya hal tersebut tidak akan banyak mengubahkan aku, karena aku tidak
pernah melihat mujizat yang Ia kerjakan.” Aku memahami hal tersebut. Semua yang
aku tuliskan hingga poin ini barulah langkah awal untuk menghadapi keraguan
hidup: bahwa keraguan itu merupakan suatu hal yang wajar.
Tindakan #2: Ingatlah bahwa ada pembuktian
yang komprehensif di yang mendasari kebenaran Kekristenan. Sekalipun kita tidak dapat
masuk ke dalam mesin waktu, kembali ke masa lalu dan menyaksikan
mujizat-mujizat yang dilakukan Yesus, kita memiliki bukti historis yang begitu
kuat mengenai mujizat terbesar yang pernah terjadi: KebangkitanNya. Gary
Habermas memiliki pengetahuan yang begitu komprehensif dibandingkan orang lain.
Seseorang dapat berkata, “diantara wanita-wanita yang pernah lahir, tidak
pernah ada orang lain yang memiliki pengetahuan yang lebih lengkap mengenai
kebangkitan Yesus dibandingkan dengan Gary Habermas”
Apabila
Yesus bangkit dari kematian, Kekristenan pasti benar. “Namun,” anda dapat
berpikir, “kebangkitanNya dicatat di dalam alkitab. Bagaimana saya dapat
mengetahui bahwa alkitab itu sesuatu yang benar? Apakah aku harus menerima
kenyataan itu hanya berdasarkan iman?” Selama pertemuan pertama dengan Profesor
Habermas untuk berdiskusi mengenai keraguan saya, ia memberikan penjelasan
singkat mengenai kebangkitan Yesus secara historis. Aku begitu tenang saat
mengetahui bahwa ada bukti yang begitu nyata. Tetapi sejujurnya, penjelasan itu
bukan berarti akhirnya aku tidak mempertanyakan bukti itu kembali. Bukti-bukti
itu tidak 100% membuat saya yakin. Hal ini sama sekali tidak mengganggu
Habermas. Ilmu pengetahuan pun juga tidak dapat menyediakan bukti yang begitu
meyakinkan mengenai hal-hal yang mereka selidiki. Investigasi ilmiah dan
historis tidak akan memberikan dampak yang signifikan terhadap iman kita. Kita
perlu melihat penjelasan terbaik dari data yang sudah ada dan mengambil satu
titik yang cukup untuk kita dapat mempercayai suatu hal, sama seperti ketika
kita akan mengambil keputusan-keputusan dalam kehidupan kita. Sisanya adalah
iman dan hal ini berlaku bagi wawasan dunia apapun, apakah anda orang Kristen,
Yahudi, Muslim, Hindu, Buddha, atau ateis. Namun keangkitan Yesus dapat
dikatakan begitu unik jika melihat bukti yang begitu kuat untuk meyakinkan kita.
Tindakan
#3: Ingatlah bahwa kepastian yang absolut adalah suatu ekspektasi yang tidak
masuk akal. Beberapa orang hidup di dalam
iman tanpa pernah merasakan keraguan. Ya, itu hal yang bagus. Tetapi beberapa
dari kita suka menghubungkan segala sesuatunya dan kita tidak dapat merasakan
damai sejahtera seperti itu. Beberapa tahun yang lalu, aku mendapatkan sebuah
momen yang merupakan momen perubahan hidup. Aku menyadari bahwa imanku hanyalah
salah satu hal yang aku pertanyakan dalam hidupku. Aku menyadari bahwa aku telah
menyesali berbagai keputusan yang aku ambil jauuuuuhhhh setelah aku membuat
keputusan tersebut. Ini adalah sebuah keunikan yang aku miliki sejak dalam masa
kecilku dan aku membenci keunikan itu. Kita tidak hanya berbicara mengenai
keputusan-keputusan yang pentingm seperti pemilihan pasangan hidup. Terkadang
aku melihat diriku dan terus menimbang, menimbang, dan menimbang hal-hal yang
sekiranya tidak esensial, seperti barang-barang yang aku akan beli: jam tangan,
mobil, parfum… Kesadaran inilah yang membantu aku mengerti mengapa aku
mengalami keraguan: yakni sikap menghubung-hubungkan dan kekuatiranku terhadap
sesuatu. Bagiku, kepastian yang absolut adalah suatu ekspektasi yang tidak
masuk akal. Jadi aku belajar untuk hidup dalam damai sejahtera dengan kepastian
yang masuk akal.
Tindakan #4: Sadarilah bahwa iman
lebih dari sebuah perasaan atau keadaan tanpa keraguan. Iman adalah sebuah
komitmen.
Seseorang datang kepada Yesus dan meminta Dia untuk menyembuhkan
anaknya yang kerasukan. Dia memiliki iman di dalam Yesus (intinya, ia datang
kepada Yesus untuk meminta tolong) tetapi ia meminta Yesus untuk membantu dia
mengatasi ketidakpercayaannya. (Markus 9:24). Dia bergantung pada Yesus untuk
menyembuhkan putranya, sekalipun imannya sama sekali tidak sempurna. Petrus
berjalan di atas air dan mulai tenggelam ketika ia menjadi takut karena badai
dan akhirnya ia mengalami keraguan (Matius 14:28-31). Namun Petruslah yang
berada di luar, yang berani untuk keluar manakala murid-murid yang lain melihat
dari dalam perahu. Bagi pengikut Kristus, iman adalah mempercayakan dirinya
hanya kepada Kristus sebagai satu-satunya Juruselamat. Tidak ada gunanya ketika
kita mendua hati dengan menjadi seorang Kristen sembari menjadi seorang Muslim
atau Hindu. Menjadi pengikut Kristus berarti bahwa ketika aku berhhadapan
dengan keputusan-keputusan moral di dalam kehidupan kita, aku memilih jalan
yang sudah diajarkan oleh Yesus. Aku tahu bahwa aku dapat mengambil jalur lain
kalau Kristus tidak bangkit. Tetapi aku memilih untuk taat kepada Yesus karena
aku percaya kepadaNya. Aku mungkin masih memiliki beberapa keraguan yang
mengganggu hidupku. Tetapi iman membuatku menang dan menentukan
tindakan-tindakan yang aku ambil. Seperti yang dikatakan oleh saudara Yesus, "Tunjukkanlah
kepadaku imanmu itu tanpa perbuatan, dan aku akan menunjukkan kepadamu imanku
dari perbuatan-perbuatanku." (Yakobus 2:18b)
Sebagai kesimpulan, ada empat tindakan yang dapat
kita lakukan ketika berhadapan dengan keraguan:
Tindakan
#1: Pahamilah bahwa keraguan adalah sesuatu yang wajar.
Tindakan #2: Ingatlah bahwa ada pembuktian
yang komprehensif di yang mendasari kebenaran Kekristenan
Tindakan
#3: Ingatlah bahwa kepastian yang absolut adalah suatu ekspektasi yang tidak
masuk akal.
Tindakan #4: Sadarilah bahwa iman
lebih dari sebuah perasaan atau keadaan tanpa keraguan. Iman adalah sebuah
komitmen
No comments:
Post a Comment