Total Pageviews

Sunday, July 24, 2016

Memaknai Kekekalan



Apa sih maksudnya “hidup kekal”? Suasana di surga itu seperti apa sih? Terus kalau kita masuk surga, kita itu ngapain? Kalau begitu kenapa aku harus jadi orang percaya?

Pertanyaan-pertanyaan di atas adalah pertanyaan yang begitu umum didapati kalau kita berhadapan dengan orang-orang diluar sana, ataupun orang yang sedang dalam usaha untuk mencari jati dirinya di dalam kehidupan. Bahkan tidak jarang begitu banyak orang Kristen mempertanyakan hal ini, baik orang tersebut sudah lahir baru ataupun belum. Atau bahkan orang tersebut juga mempertanyakan apa itu lahir baru?

Dimensi Kekekalan
1 Yohanes 5:11
Dan inilah kesaksian itu: Allah telah mengaruniakan hidup yang kekal kepada kita dan hidup itu ada di dalam Anak-Nya.

Mari kita perhatikan kalimat di dalam ayat ini. “Allah telah mengaruniakan hidup yang kekal…” Telah berarti hal tersebut sudah terjadi. Ketika kita membaca ayat ini, ada satu hal yang dapat kita simpulkan secara langsung, bahwa ternyata hidup kekal itu ada di dalam dimensi kekinian. Maksudnya adalah kehidupan kekal itu sudah kita dapatkan di dalam keselamatan. Keselamatan itu sudah merupakan kepastian manakala kita percaya kepadaNya.

Kalau begitu mungkin ada pertanyaan lanjutannya. Kalau bener bahwa ternyata hidup kekal sudah kita dapatkan, dan kita yakin bahwa kita sudah diselamatkan tapi kok ternyata hidup kita nggak berubah sama sekali? Tetep aja kita bisa jatuh dalam dosa. Tetep aja kita bisa ngerasa nggak layak untuk melayani Tuhan. Tetep aja bahwa di dalam kehidupan kita ternyata kita punya relasi yang tidak baik dengan sesama. Kita tetep aja nggak punya keinginan buat saat teduh. Boro-boro saat teduh, doa makan aja mungkin kita gak lakukan sama sekali.

Kemudian kita sama sekali melihat bahwa orang-orang diluar kekristenan ternyata memiliki pola hidup yang lebih baik dari kita. Attitude mereka bahkan jauh lebih baik daripada kita. Saat ada bencana alam, mereka justru menjadi orang-orang di garis terdepan dalam memberikan sumbangan. Mereka bahkan punya kehidupan yang jauh lebih beres. Ingat, mereka sama sekali tidak mengenal kekristenan. Mungkin mereka bahkan tidak beragama sekalipun.

Padahal di satu sisi kita sudah percaya Tuhan loh. Tetapi kenapa sih hidup kita sama sekali tidak ada perubahan?

-----
Perubahan Hidup?
2 Korintus 5:17
Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang.

Perubahan itu sebenarnya berangkat dari sebuah pola pikir yang benar. Ketika Paulus menyebutkan bahwa kita adalah “ciptaan baru”, apa yang ia maksudkan? Ternyata perubahan sikap itu sama sekali tidak ada di dalam kehidupan kita. Ciptaan baru dari mana?

Mari kita telaah lebih dalam. Ketika kita menyebut diri sebagai orang Kristen, maka definisi Kristen ini berasal dari 2 kata, “Christ” dan “ian”. Hilangkan Kristus sebagai pusat kehidupan kita, maka kita hanya disebut sebagai “ian”, yang tidak ada maknanya. Nah bedanya hanya disana. Ketika kita memiliki fokus hidup adalah Allah sendiri, Allah Tritunggal yang kita kenal di dalam pribadi Allah Bapa, Yesus, dan Roh Kudus, maka kita barulah layak menyandang istilah Kristen.

Kalau dibalik, ketika kita nyatakan bahwa kita adalah anak Tuhan, maka sebenarnya kita pun meneladani sikap Tuhan. Kalau kita adalah pengikut Kristus, berarti konsekuensinya kita mengikut Dia secara full time. Bukan berarti kemudian kita semua harus jadi hamba Tuhan full time, tetapi apapun yang kita kerjakan semua fokusnya adalah Kristus.

Dampak dari menjadikan Kristus sebagai fokus hidup, mau tidak mau adalah MELAYANI. Mengapa? Karena kalau kita membaca di dalam seluruh injil, inti kehidupan Yesus adalah MELAYANI. Tetapi jauh lebih dalam dari itu, pelayanan itu dilakukan oleh penguasa alam semesta. Pencipta dari langit dan bumi, Allah dari segala allah. Raja di atas segala raja. Bayangkan saja misalkan hari ini Presiden Jokowi tiba-tiba datang ke rumah kita dan kemudian ia memberikan segala yang ia miliki kepada kita. Bagaimana sikap hidup kita?

-----
Konsekuensi Menjadi Kristen
Matius 5:20 
Maka Aku berkata kepadamu: Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga.

Hidup keagamaan seperti apa yang dimiliki orang Farisi dan Ahli Taurat? Apakah kekurangan mereka. Coba bayangkan, mereka beribadah dengan begitu rupa. Mereka hapal hokum Taurat. Mereka menjaga hidup mereka. Mereka hapal kitab hukum Musa.

Satu hal yang menjadi kelemahan mereka adalah mereka tidak melakukannya dari hati mereka. Mereka tidak menghidupi hukum-hukum itu. Mereka menyalahartikan mengenai apa yang diinginkan Allah. Mereka melakukan semua aturan itu karena ingin menjadi orang terpandang di dalam masyarakat Yahudi waktu itu.

Tetapi apa yang dikatakan Yesus kepada murid-muridNya? Ia dengan begitu tegas bahwa kehidupan keagamaan mereka harus lebih baik lagi. Bukan hanya berhenti pada hukum-hukum, tetapi bagaimana kita bisa mengasihi sesama kita sembari mengasihi Tuhan. Contoh praktisnya? Doakan musuhmu. Salah satu contoh praktis itulah yang Tuhan berikan.

Konsekuensi menjadi pengikut Kristus adalah bahwa kita tidak boleh terperangkap di dalam ke-AKU-an kita. Hidup kita bukan milik kita lagi, tetapi Kristus di dalam kita. Itulah yang dikatakan Paulus. Artinya apa? Artinya bahwa segala hal yang kita kerjakan, semuanya bukanlah untuk kepentingan kita sendiri, tetapi kepentingan Allah.

-----
Panggilan Tuhan yang Lembut
Hai mari datanglah, Kau yang lelah mari datanglah! Sungguh lembut Tuhan Yesus memanggil, Kau yang sesat marilah! –Softly and Tenderly—
Yeremia 29:11 
Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.

Okey kita sudah mengetahui sekarang seperti apa sebenarnya dimensi kekekalan, lalu perubahan hidup, kemudian kita juga sudah tahu konsekuensi menjadi orang Kristen. Kalau sampai bagian ini kita kemudian menjadi merasa semakin tidak layak, mari kita coba buka dari kitab Yeremia di atas. Rancangan TUHAN adalah rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan.

Rancangan damai sejahtera di dalam perikop ini dapat kita maknai sebagai sebuah realitas hidup di dalam dimensi kekekalan. Ada sebuah pertanyaan: “kak, bagaimana kalau ternyata aku sudah terlanjur jatuh dan aku merasa gak ada lagi panggilan Tuhan dalam hidupku? Bagaimana kalau ternyata aku memang dirancang untuk masuk ke dalam neraka?”

Ingat dan percayalah bahwa alkitab ini ya dan amin. Rancangan damai sejahtera… itulah yang Tuhan sedang kerjakan di dalam hidup kita. Sebuah grand design yang sama sekali tidak akan pernah kita bayangkan. Rancangan kehidupan yang damai sejahtera! Apa yang dimaksud damai sejahtera?

Mari kita buka alkitab kita
Matius 25:30 
Dan campakkanlah hamba yang tidak berguna itu ke dalam kegelapan yang paling gelap. Di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi."

Gambaran apakah ini? Ini adalah gambaran mengenai neraka. Keselamatan kalau kita maknai di dalam dimensi kekekalan adalah perjumpaan muka dengan muka dengan Tuhan. Itulah yang dirindukan oleh Fanny Crosby, seorang penulis hymn yang di dalam kebutaannya menuliskan lagu “My Savior First of All”. Tentu kalau kita baca ini bukanlah kondisi damai sejahtera.

Damai sejahtera yang dijanjikan Tuhan adalah sebuah kondisi dimana ada persekutuan yang intim dengan Allah. Kalau di dalam dimensi kekekalan nanti, adalah perjumpaan face to face, di dalam dimensi keterbatasan waktu saat ini adalah keintiman relasi kita dengan Allah.

Tetapi ada dari kita yang mungkin berkata: “Well, abis sudah! Aku sama sekali nggak memaknai hidupku seperti yang Tuhan mau. Aku udah menyia-nyiakan hidupku.” Rekan-rekan, melalui tulisan ini aku mau coba untuk meyakinkan setiap kita bahwa tidak pernah ada kata terlambat manakala kita mau berubah. Tidak ada kata terlambat untuk kita dapat berbalik kepada Dia.

Di dalam setiap detail peristiwa hidup kita, Ia memberikan begitu banyak kesempatan untuk kita dapat kembali kepadaNya. Ketika kita bangun pagi, ketika kita masih dapat menghirup udara segar, ketika terjadi berbagai peristiwa yang ada di dalam hidup kita, percayalah bahwa itu adalah setiap rancangan damai sejahtera yang Tuhan kerjakan.


Tidak pernah ada kata terlambat sebelum kita mengakhiri hidup kita.

Salah seorang penjahat yang disalib bersama Yesus, seumur hidupnya mungkin dihabiskan dengan merampok, membunuh, mencuri, dan sebagainya. Begitu banyak pelanggaran dan kejahatan yang ia kerjakan. Tetapi apa kata Yesus manakala ia merendahkan hati dan menjawab panggilan Yesus?

Kata Yesus kepadanya: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus."

Ia sedang memanggil kita. Tanpa lelah Dia mengingatkan kita untuk kembali. Kembali kepada pelukan kasih karunia Allah. Ia merindukan kita datang kepadaNya, menyapa Dia, dan menghidupi kasih karunia yang udah Dia berikan. Salib merupakan bukti kasih terbesar yang sudah Ia kerjakan. Ada pengharapan, ada damai sejahtera, dan ada penyertaan yang tidak pernah dapat kita bayangkan, tetapi selalu kita rasakan.

Pertanyaannya adalah, maukah kita menerima panggilan itu? Maukah dengan rendah hati kita datang kepadaNya? Maukah kita berbalik dari cara hidup kita yang lama, dan menjadi manusia baru seperti yang dikatakan Paulus? Maukah kita memaknai salib dan menerima Dia, mengijinkan Dia untuk menjamah kehidupan kita? Maukah kita merendahkan hidup kita di bawah kaki salibNya?

Tuhan memberkati
Soli Deo Gloria.

No comments:

Post a Comment