Total Pageviews

Tuesday, June 20, 2017

Siap Sedia dalam Tanggung Jawab Pengutusan



Pengantar
Setiap kali kita diminta untuk terlibat dalam sebuah pelayanan, ada alasan klasik yang kita sampaikan kepada orang yang menawarkan pelayanan itu. “ah, aku mah apa atuh?”, atau “sorry, aku gak mampu”, setidaknya itulah statement yang kita berikan untuk “menolak secara halus” pelayanan tersebut. Kita terjebak di dalam sebuah kondisi ‘merasa tidak mampu’ atau inferior complex. Seolah kita ini bukanlah siapa-siapa.

Melalui artikel ini, mari kita lihat sedikit dari orang-orang yang Tuhan percayakan untuk melayani Dia dalam pelayanan selama 3,5 tahun. Kita akan melihat beberapa ciri khas panggilan Tuhan, dan bagaimana tanggapan dari orang-orang yang ada di sekitar-Nya.

Sekumpulan Orang Biasa yang Signifikan
Kita percaya bahwa ketika alkitab dituliskan, setiap ayat yang dituliskan merupakan ilham dari Allah. Semuanya ada maksudnya. Semuanya signifikan untuk dapat kita baca dan kita renungkan, dan ini juga tertulis dalam 2 Tim 3:16

Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. 

Berdasarkan ayat di atas mari kita baca dari kitab Matius

Inilah nama kedua belas rasul itu: Pertama Simon yang disebut Petrus dan Andreas saudaranya, dan Yakobus anak Zebedeus dan Yohanes saudaranya, Filipus dan Bartolomeus, Tomas dan Matius pemungut cukai, Yakobus anak Alfeus, dan Tadeus, Simon orang Zelot dan Yudas Iskariot yang mengkhianati Dia.
(Mat 10:2-4)

Mari kita lihat kisah hidup orang-orang yang mengikut Yesus. Petrus, kita tahu sendiri bahwa dia adalah seorang nelayan, bersama dengan saudaranya Andreas. Kita ingat pula keduanya punya karakter yang begitu berbeda. Petrus dengan emosi yang menggebu-gebu, sebaliknya Andreas merupakan seseorang yang cenderung rendah hati.

Yakobus dan Yohanes, kita bisa mengetahui kisah hidup mereka, motif mereka mengikut Yesus. Keduanya merupakan orang-orang yang mencari kekuasaan, dan ini diwujudkan di dalam ucapan ibu mereka yang meminta mereka duduk di sebelah kanan dan kiri Yesus.

Filipus merupakan orang yang cukup kritis. Injil Yohanes menunjukkan keingintahuan Filipus mengenai pribadi Yesus dan pribadi Bapa. Tomas, kita tahu sendiri bahwa dia adalah seorang peragu. Simon orang Zelot dan Matius pemungut cukai, apa yang terjadi ketika Yesus tidak ada di samping mereka? Mungkin mereka akan saling bermusuhan. Kaum zelot merupakan kaum yang ingin memerdekakan Israel, sedangkan Matius merupakan pemungut cukai yang pro terhadap penjajah.

Yudas, kita tahu sendiri bahwa ia adalah seorang yang disebut “curang” di antara para rasul, dan sudah disebutkan bahwa ia akan mengkhianati Yesus.

Inisiatif Panggilan Berasal dari Allah
Tidak ada seseorang yang terlalu hina untuk mengerjakan pekerjaan Allah manakala Tuhan sudah memanggil orang itu untuk melayani Dia. Kalau kita baca semua bagian alkitab, kita melihat bahwa semua orang yang Tuhan pakai, inisiatif pekerjaan itu berasal dari Tuhan. Selalu ada momen di mana ada perjumpaan pribadi dengan Tuhan. Ketika perjumpaan itu terjadi, ada momen dimana Allah memberikan sebuah “kepercayaan” yang boleh di bilang tidak pantas untuk kita dapatkan.

Tetapi kalau kita melihat lebih jauh lagi, di tengah ketidaklayakan itu toh Tuhan masih mau pakai kita yang serba tidak sempurna ini. Bukankah itu cukup? Bukankah panggilan Tuhan yang melayakkan kita itu cukup sebagai dasar untuk kita dapat melayani Tuhan dengan sepenuh hati kita, berusaha melayani Dia dengan cinta kasih yang juga berasal dari Dia?

Inferior Complex
Nah kalau kita lihat, mengapa sih kita menjadi pribadi yang minder? Apakah sebenarnya kita minder, atau kita sebenarnya malas untuk melayani Tuhan? Ketika kita beralasan bahwa kita tidak mampu untuk melayani di bidang A, atau bidang B, dan seterusnya, apakah betul kita benar-benar tidak dapat mengerjakannya?

Mari kita periksa jauh ke dalam diri kita, sebenarnya apa yang membuat kita menjadi inferior? Mengapa kita tidak yakin bahwa kita dapat menjadi seperti si X yang suaranya begitu merdu? Atau si Y yang pandai memainkan alat musik, atau si Z yang begitu pandai dalam mengorganisir suatu acara tertentu. Tunggu sebentar! Pertanyaannya adalah: mengapa kita membandingkan diri kita dengan orang lain manakala kita ingin melayani Tuhan? Itulah sebenarnya pertanyaan yang harus kita ajukan dulu kepada diri kita.

Coba bayangkan kalau Tuhan membandingkan antara Musa dan Elia. Antara Daud dengan Abraham. Antara Petrus dengan Filipus. Antara Paulus dengan Barnabas. Antara Salomo dengan … (coba tulis begitu banyak tokoh alkitab yang kita dapat perbandingkan) nah kalau kita berhenti pada perbandingan kita dengan orang lain [atau lebih tepatnya, panggilan Allah berpola demikian] maka sebenarnya tidak ada satupun orang yang layak untuk melayani Dia.

Diperlengkapi Untuk Sebuah Misi
Setiap kita punya peran yang Tuhan percayakan dalam hidup kita. Setiap manusia punya panggilan unik di dalam hidupnya untuk dapat dikerjakan semaksimal mungkin sesuai dengan talenta yang Tuhan berikan di dalam kehidupan manusia. Berkaitan dengan hal ini, selalu ada keunikan yang kita miliki satu dengan yang lain.

Kedua belas murid itu diutus oleh Yesus dan Ia berpesan kepada mereka: "Janganlah kamu menyimpang ke jalan bangsa lain atau masuk ke dalam kota orang Samaria, melainkan pergilah kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel. Pergilah dan beritakanlah: Kerajaan Sorga sudah dekat. Sembuhkanlah orang sakit; bangkitkanlah orang mati; tahirkanlah orang kusta; usirlah setan-setan. Kamu telah memperolehnya dengan cuma-cuma, karena itu berikanlah pula dengan cuma-cuma.
(Mat 10:5-8)

Diperlengkapi untuk sebuah misi berarti kita menyadari bahwa segala hal yang Tuhan kerjakan di dalam diri setiap kita merupakan anugrah. Ayat di atas memperlihatkan bahwa Yesus tidak hanya mengutus kita, tetapi juga memperlengkapi kita dengan kuasa. Ini juga yang Tuhan deklarasikan di dalam amanat agung, yaitu pada Matius 28

Dan kesebelas murid itu berangkat ke Galilea, ke bukit yang telah ditunjukkan Yesus kepada mereka. Ketika melihat Dia mereka menyembah-Nya, tetapi beberapa orang ragu-ragu. Yesus mendekati mereka dan berkata: "Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman."
(Mat 28:16-20)

Ayat ini juga menunjukkan sebuah keraguan, bahkan setelah para murid ini melihat kebangkitan Yesus. Inilah orang-orang yang dipakai oleh Tuhan untuk menyebarkan injil ke seluruh dunia!

Penutup
Di tengah keraguan kita di dalam menjalani panggilan Allah, sepenuhnya kita perlu percaya bahwa ketika Allah sudah mengutus kita, maka hal itu tidak berhenti sampai dengan pengutusan, tetapi ada janji penyertaan. Oleh karena itu, apa yang membuat kita ragu di dalam melayani Tuhan? Marilah ketika Tuhan mengutus kita, siap sedialah kita menjawab “ini aku, utuslah Tuhan!”

Soli Deo Gloria

Sunday, June 4, 2017

Memaksimalkan Hidup dalam Roh Kudus




Pendahuluan
“bagaimana hidupmu hari ini?” adalah sebuah pertanyaan yang tidak sering kita dengarkan di dalam kehidupan keseharian kita. Setidaknya hal yang paling sering ditanyakan adalah sebatas “bagaimana kabarmu”, tetapi hidupmu jauh lebih dari sekadar kabar bukan?

Atau secara lebih simple, pertanyaannya mungkin diubah menjadi: “apakah kamu sudah memaksimalkan hidupmu sedemikian rupa sehingga kamu puas dengan apa yang kamu jalani?” Sebuah pertanyaan yang cenderung jawabannya lebih pasti: “belum maksimal”. Kemudian pertanyaan selanjutnya adalah “mengapa?”

Memainkan Peran Kita
Sebagai manusia kita menyadari bahwa setiap kita memiliki suatu tujuan di dalam hidup ini. Ataukah mungkin kita merasa bahwa setiap hal yang kita lakukan adalah sia-sia? Contohnya, ketika kita bekerja di suatu tempat yang nggak sesuai dengan passion kita, kemudian kita merasa bahwa tidak ada hal positif yang kita dapatkan di dalam pekerjaan kita. Setiap langkah hidup yang kita ambil serasa tidak ada ujungnya, dan kita tiba pada suatu kondisi FRUSTASI untuk meneruskan kehidupan ini.

Kalau kita tidak menyadari akan peran kita maka kita akan berhenti kepada kekecewaan di dalam kekalahan berbagai persaingan di dunia ini. Akhirnya standar kita untuk berhasil adalah menurut ukuran dunia. Tentu kita perlu mengerjakan segala hal yang Tuhan percayakan secara ekselen, tetapi ekselen menurut ukuran Tuhan berbeda dengan ekselen ukuran dunia.

Berpegang pada Standar Tunggal
Ketika Tuhan meminta kita untuk melakukan sesuatu dalam hidup kita, yang dituntut bukanlah sebuah hasil yang bombastis. Kalau yang dituntut Allah adalah sesuatu yang bombastis, maka sebenarnya Yesus adalah seorang yang gagal, Daud adalah seorang pecundang, dan semua murid merupakan orang-orang yang hidupnya sia-sia.

Nah inilah yang perlu kita sadari betul sebagai pribadi yang mau belajar untuk melakukan rencana Allah di dalam kehidupan kita. Momen Pentakosta ini sekaligus mengingatkan kita bahwa di dalam Roh Kudus, kita diberikan sebuah kesempatan untuk dapat bertumbuh di dalam setiap proses yang sudah Tuhan sediakan. Kita diberikan kemampuan, karunia dan setiap proses hidup merupakan proses pendewasaan dari Allah.

Pengakuan kepada Kuasa Yesus
Pemahaman kita akan setiap karunia yang kita miliki dimulai dengan pemahaman kita tentang pribadi yang menciptakan kita. Ya, untuk kita mengenal diri kita tentu dimulai dengan bertanya kepada pribadi yang menciptakan kita, dan niscaya Ia akan menunjukkan kepada kita jalan hidup yang indah yang akan Ia kerjakan di dalam kehidupan kita.

Menariknya adalah selain Ia mengetahui segalanya yang ada dalam hidup kita, Ia memperlengkapi kita dengan setiap karunia yang perlu di explore, dan semua dimulai dari bagaimana kita memandang pribadi Allah. Apakah kita sudah memandang Dia sebagai Allah? Menempatkan Dia sebagai satu-satunya sumber hidup (baca: berserah penuh) akan membuat kita menjadi pribadi yang makin dewasa di dalam Dia, makin mengenal setiap hal yang Tuhan percayakan, sehingga kita dapat menjadi pribadi yang lebih efektif lagi di dalam melayani dan berkarya

Menemukan Karunia Kita
Bayangkan kita punya sebuah alat baru yang belum pernah ada di pasaran sebelumnya, dan kita belum pernah memakainya sebelumnya. Tentu saja untuk kita dapat memahami cara kerja dari alat tersebut adalah kita bisa mencoba langsung, atau kita bisa Tanya kepada yang menciptakan alat tersebut, atau biasanya pabrik pembuatnya telah menyediakan buku petunjuk penggunaan alat tersebut.

Pernahkah kita terjebak pada sebuah kondisi dimana kita bingung di dalam melangkah untuk kita meneruskan kehidupan kita? Kita demikian panik akan hal-hal yang mau kita kerjakan, sampai pada satu titik kita jenuh akan langkah kehidupan kita. Kita kemudian mulai “menghilang” dari peredaran, memutuskan untuk tidak melakukan apa-apa, atau melakukan apa-apa penuh keterpaksaan. Ketika orang lain bertanya pada kita, kita mengeraskan hati kita, kita ngeyel dan tidak menerima masukan dari orang tersebut, bahkan sekalipun itu adalah orang yang merupakan inner circle kita, atau pacar kita sekalipun.

Menemukan karunia dalam hidup itu layaknya seni. Kita tidak bisa tahu 100% apa yang menjadi karunia kita, tetapi yang dapat kita pahami adalah ketika Tuhan sudah mengutus kita untuk melakukan sesuatu, maka Ia akan memperlengkapi diri kita dengan berbagai kemampuan untuk menunjang pelayanan ataupun proses kehidupan yang akan kita jalani. Dia mau supaya kita melakukannya dengan setia, bukan sebuah hasil yang Ia tuntut, tetapi proses kesetiaan kita dalam menjalani hal tersebut.

Start with God
Memulai pencarian akan karunia kita pastinya akan begitu berat. Proses ini bukanlah proses sehari kemudian jadi, tetapi proses ini bisa berlangsung seumur hidup kita. Ada orang-orang yang baru menemukan hidupnya di usia 30, 40 dan seterusnya. Yakinlah bahwa mau cepat atau lambat, tuntunan Tuhan itu selalu tersedia bagi kehidupan kita – orang yang mau belajar buat percaya kepadaNya apapun konsekuensinya.

So, ketika kita ingin memaksimalkan hidup kita dengan segala karunia yang sudah Tuhan sediakan, kuncinya ada di dalam keintiman relasi dengan Dia. Ketika kita punya relasi yang intim dengan Tuhan, ijinkan Dia untuk masuk ke dalam kehidupan kita – melalui proses hidup kita. Caranya? Dengan bersyukur senantiasa atas pelayanan yang Ia percayakan untuk kita kerjakan dalam kehidupan kita. Setiap peran yang Tuhan percayakan akan semakin memperlengkapi kehidupan kita untuk kita menjadi semakin hari semakin memaknai hubungan dengan Tuhan.

Soli Deo Gloria