Indonesia,
dengan segala permasalahannya dan segala kegalauannya dewasa ini tentunya
membuat kita sebagai orang Kristen melihat dan berpikir: “Apa yang sebenarnya
dilakukan oleh orang-orang ini?” Tidak hanya orang Kristen sih, tetapi sebagian
besar rakyat Indonesia!
Ada
sekitar 560 anggota DPR, ketika mereka berangkat studi banding ke luar negeri,
kemudian tiba-tiba pesawat yang mereka naiki menabrak gunung dan pesawat itu
jatuh dan hancur, sebuah pertanyaan: “Berapa orang yang selamat?” Suatu jawaban
yang penuh dengan sinisme adalah “250 juta jiwa”. Lho kok bisa? Ya, 250 juta
rakyat Indonesia akan selamat!
Jawaban
ini sangat luar biasa! Dari jawaban tersebut dapat dilihat betapa Indonesia
saat ini terlihat sebagai suatu bangsa yang terpuruk. “Bangsa ini sedang sakit!”
demikianlah ungkap seorang tokoh di Indonesia. Selain itu, seorang dalang yang
merupakan budayawan dari Indonesia berkata: “Negeri ini sudah gila, korupsi
dari sapi hingga kitab suci” Ungkapan ini tentunya datang dari seseorang yang
prihatin dengan keberadaan bangsa ini sebagai bangsa yang (dulunya dianggap)
besar.
Apa
yang dapat kita pelajari dari berbagai sinisme yang muncul di masyarakat saat
ini? Orang-orang saat ini sedang berharap tentang adanya suatu perubahan yang
radikal! Suatu perubahan yang mampu memberikan pengharapan bagi mereka yang
bukan hanya tebar pesona. Bangsa ini sudah mulai lelah dengan berbagai kondisi
yang ada, rakyat mulai tidak percaya lagi dengan pemimpin mereka saat ini di
tengah badai polemik yang melanda bangsa ini.
Masih
adakah pengharapan di tengah bangsa ini? Pertanyaan ini sejatinya juga mungkin
ditanyakan orang-orang Israel pada masa mereka dibuang ke Babel. Allah yang
berdaulat atas bangsa Israel, merupakan Allah yang memberikan pengharapan
kepada orang-orang Israel. Nabi Yesaya menuliskannya, di dalam Yesaya 43-46
memperlihatkan janji Allah yang menyertai bangsa Israel. Itu pula sebenarnya
yang sedang dilakukan Tuhan saat ini di tengah bangsa ini. Allah yang berdaulat
adalah Allah yang tidak hanya memberikan janji tapi juga memang menguasai dunia
ini!
Kepada
apa sebenarnya kita menaruh pengharapan kita saat ini? Apabila kita membaca di
injil menurut Yohanes 12:1-8 menunjukkan sebuah sikap menyerahkan hidup sepenuhnya
di dalam Tuhan. Siapakah itu? Tentu saja Maria! Ya, di dalam perikop ini Maria
menunjukkan sikap hidup menyerah sepenuhnya kepada Tuhan. Minyak Narwastu itu
merupakan minyak yang sangat mahal! Yudas mencoba memberikan nilai minyak
narwastu itu sebesar 300 dinar, yang mana 1 dinar setara dengan upah sehari
orang-orang pada jaman itu. Jadi kalau dikonversi, sebenarnya itu adalah gaji
kita satu tahun! Coba bayangkan apa sebenarnya yang sedang dilakukan oleh Maria
pada saat itu.
Selain
mencucurkan minyak narwastu itu di kaki Yesus, yang dilakukan oleh Maria
berikutnya adalah menyekanya dengan rambutnya. Apa yang dapat dilihat dari
sini? Kalau kita melihat bahwa rambut merupakan mahkota dari seorang perempuan,
yang dilakukan oleh Maria ini berarti merupakan sikap yang benar-benar
merendahkan diri di hadapan Tuhan. Ia percaya bahwa Tuhan Yesus adalah tempat
dimana satu-satunya dimana ia dapat berharap. Ini tentu merupakan hal yang
menarik, mengingat yang melakukan itu semua bukan 12 murid yang dipilih Yesus,
melainkan seorang perempuan yang mana di jaman itu perempuan mendapatkan
perlakuan yang sangat berbeda dengan laki-laki.
Sikap
seperti ini mengingatkan kita, kepada siapa sebenarnya kita berharap. Paulus
juga mencoba memberikan sebuah insight kepada kita mengenai pengharapan. Mari
kita coba lihat di dalam Filipi 3. Paulus, yang dikenal sebagai seorang Yahudi
yang taat, merupakan ahli taurat yang cukup “mengerikan” pada jaman itu. Sosok Saulus
yang dikenal sebagai penganiaya jemaat, dan melaksanakan hukum taurat dengan
sangat taat, mungkin bagi Saulus adalah suatu kebanggaan tersendiri. Ia tidak
membutuhkan juru selamat karena ia adalah orang yang suci, itulah anggapannya.
Tetapi di dalam suratnya kepada jemaat di Filipi ia menuliskan betapa
sebenarnya hidupnya itu tidak ada artinya. Kehidupan lama yang ia
bangga-banggakan tidak berharga dibandingkan dengan pengenalannya akan Kristus.
Apabila
kita cermati juga di dalam kehidupan Paulus, di dalam surat-surat yang Ia
tuliskan kepada jemaat, ada sesuatu yang menarik. Awalnya ia menganggap bahwa
ia tidak lebih tinggi dari para rasul (1Korintus 15:9). Berikutnya ia
menganggap bahwa ia adalah orang yang paling rendah diantara orang percaya ,
dan akhirnya ia mengakui bahwa dirinya adalah orang yang paling berdosa
diantara semua orang (1Timotius 1:16). Itulah pengharapan Paulus, yaitu pada
saat ia menggantungkan seluruh hidupnya kepada pengenalan akan Tuhan Yesus.
Kepada
siapakah saat ini kita berharap? Pemazmur menuliskan di dalam Mazmur 121 dengan
sangat indah. Inilah janji Tuhan yang luar biasa. Mazmur 126 juga menyatakan
hal tentang pengharapan kita, bahwa Allah sedang melakukan pekerjaan-pekerjaan
yang luar biasa! Roma 8:28 menunjukkan bahwa segala hal di dunia ini
dirancangkan untuk kebaikan kita yang mengasihi Allah, dan janji Tuhan di dalam
Wahyu 21:4, Ia akan menghapuskan segala air mata!
Kiranya
tulisan singkat ini dapat mengingatkan kita betapa besar Allah dan betapa
kemuliaan Allah adalah satu-satunya tempat kita dapat berharap. Tuhan Yesus
yang merelakan nyawanya menjadi tebusan bagi orang banyak, kiranya kehidupan
kita pun mencerminkan apa yang Tuhan Yesus lakukan. Marilah kita memiliki
kehidupan yang bergaul dengan Allah, melalui kebenaran Firman Tuhan dan juga
tidak hanya memberikan warna di alkitab kita, hendaknya kehidupan kita pun juga
diwarnai oleh kebenaran firman itu sendiri sehingga kita bisa memancarkan
kemuliaan Allah di dalam kehidupan kita.
Soli
Deo Gloria
No comments:
Post a Comment