Total Pageviews

Sunday, March 17, 2013

Berharap Kepada Allah


Indonesia, dengan segala permasalahannya dan segala kegalauannya dewasa ini tentunya membuat kita sebagai orang Kristen melihat dan berpikir: “Apa yang sebenarnya dilakukan oleh orang-orang ini?” Tidak hanya orang Kristen sih, tetapi sebagian besar rakyat Indonesia!

Ada sekitar 560 anggota DPR, ketika mereka berangkat studi banding ke luar negeri, kemudian tiba-tiba pesawat yang mereka naiki menabrak gunung dan pesawat itu jatuh dan hancur, sebuah pertanyaan: “Berapa orang yang selamat?” Suatu jawaban yang penuh dengan sinisme adalah “250 juta jiwa”. Lho kok bisa? Ya, 250 juta rakyat Indonesia akan selamat!

Jawaban ini sangat luar biasa! Dari jawaban tersebut dapat dilihat betapa Indonesia saat ini terlihat sebagai suatu bangsa yang terpuruk. “Bangsa ini sedang sakit!” demikianlah ungkap seorang tokoh di Indonesia. Selain itu, seorang dalang yang merupakan budayawan dari Indonesia berkata: “Negeri ini sudah gila, korupsi dari sapi hingga kitab suci” Ungkapan ini tentunya datang dari seseorang yang prihatin dengan keberadaan bangsa ini sebagai bangsa yang (dulunya dianggap) besar.

Apa yang dapat kita pelajari dari berbagai sinisme yang muncul di masyarakat saat ini? Orang-orang saat ini sedang berharap tentang adanya suatu perubahan yang radikal! Suatu perubahan yang mampu memberikan pengharapan bagi mereka yang bukan hanya tebar pesona. Bangsa ini sudah mulai lelah dengan berbagai kondisi yang ada, rakyat mulai tidak percaya lagi dengan pemimpin mereka saat ini di tengah badai polemik yang melanda bangsa ini.

Masih adakah pengharapan di tengah bangsa ini? Pertanyaan ini sejatinya juga mungkin ditanyakan orang-orang Israel pada masa mereka dibuang ke Babel. Allah yang berdaulat atas bangsa Israel, merupakan Allah yang memberikan pengharapan kepada orang-orang Israel. Nabi Yesaya menuliskannya, di dalam Yesaya 43-46 memperlihatkan janji Allah yang menyertai bangsa Israel. Itu pula sebenarnya yang sedang dilakukan Tuhan saat ini di tengah bangsa ini. Allah yang berdaulat adalah Allah yang tidak hanya memberikan janji tapi juga memang menguasai dunia ini!

Kepada apa sebenarnya kita menaruh pengharapan kita saat ini? Apabila kita membaca di injil menurut Yohanes 12:1-8 menunjukkan sebuah sikap menyerahkan hidup sepenuhnya di dalam Tuhan. Siapakah itu? Tentu saja Maria! Ya, di dalam perikop ini Maria menunjukkan sikap hidup menyerah sepenuhnya kepada Tuhan. Minyak Narwastu itu merupakan minyak yang sangat mahal! Yudas mencoba memberikan nilai minyak narwastu itu sebesar 300 dinar, yang mana 1 dinar setara dengan upah sehari orang-orang pada jaman itu. Jadi kalau dikonversi, sebenarnya itu adalah gaji kita satu tahun! Coba bayangkan apa sebenarnya yang sedang dilakukan oleh Maria pada saat itu.

Selain mencucurkan minyak narwastu itu di kaki Yesus, yang dilakukan oleh Maria berikutnya adalah menyekanya dengan rambutnya. Apa yang dapat dilihat dari sini? Kalau kita melihat bahwa rambut merupakan mahkota dari seorang perempuan, yang dilakukan oleh Maria ini berarti merupakan sikap yang benar-benar merendahkan diri di hadapan Tuhan. Ia percaya bahwa Tuhan Yesus adalah tempat dimana satu-satunya dimana ia dapat berharap. Ini tentu merupakan hal yang menarik, mengingat yang melakukan itu semua bukan 12 murid yang dipilih Yesus, melainkan seorang perempuan yang mana di jaman itu perempuan mendapatkan perlakuan yang sangat berbeda dengan laki-laki.

Sikap seperti ini mengingatkan kita, kepada siapa sebenarnya kita berharap. Paulus juga mencoba memberikan sebuah insight kepada kita mengenai pengharapan. Mari kita coba lihat di dalam Filipi 3. Paulus, yang dikenal sebagai seorang Yahudi yang taat, merupakan ahli taurat yang cukup “mengerikan” pada jaman itu. Sosok Saulus yang dikenal sebagai penganiaya jemaat, dan melaksanakan hukum taurat dengan sangat taat, mungkin bagi Saulus adalah suatu kebanggaan tersendiri. Ia tidak membutuhkan juru selamat karena ia adalah orang yang suci, itulah anggapannya. Tetapi di dalam suratnya kepada jemaat di Filipi ia menuliskan betapa sebenarnya hidupnya itu tidak ada artinya. Kehidupan lama yang ia bangga-banggakan tidak berharga dibandingkan dengan pengenalannya akan Kristus.

Apabila kita cermati juga di dalam kehidupan Paulus, di dalam surat-surat yang Ia tuliskan kepada jemaat, ada sesuatu yang menarik. Awalnya ia menganggap bahwa ia tidak lebih tinggi dari para rasul (1Korintus 15:9). Berikutnya ia menganggap bahwa ia adalah orang yang paling rendah diantara orang percaya , dan akhirnya ia mengakui bahwa dirinya adalah orang yang paling berdosa diantara semua orang (1Timotius 1:16). Itulah pengharapan Paulus, yaitu pada saat ia menggantungkan seluruh hidupnya kepada pengenalan akan Tuhan Yesus.

Kepada siapakah saat ini kita berharap? Pemazmur menuliskan di dalam Mazmur 121 dengan sangat indah. Inilah janji Tuhan yang luar biasa. Mazmur 126 juga menyatakan hal tentang pengharapan kita, bahwa Allah sedang melakukan pekerjaan-pekerjaan yang luar biasa! Roma 8:28 menunjukkan bahwa segala hal di dunia ini dirancangkan untuk kebaikan kita yang mengasihi Allah, dan janji Tuhan di dalam Wahyu 21:4, Ia akan menghapuskan segala air mata!

Kiranya tulisan singkat ini dapat mengingatkan kita betapa besar Allah dan betapa kemuliaan Allah adalah satu-satunya tempat kita dapat berharap. Tuhan Yesus yang merelakan nyawanya menjadi tebusan bagi orang banyak, kiranya kehidupan kita pun mencerminkan apa yang Tuhan Yesus lakukan. Marilah kita memiliki kehidupan yang bergaul dengan Allah, melalui kebenaran Firman Tuhan dan juga tidak hanya memberikan warna di alkitab kita, hendaknya kehidupan kita pun juga diwarnai oleh kebenaran firman itu sendiri sehingga kita bisa memancarkan kemuliaan Allah di dalam kehidupan kita.

Soli Deo Gloria

No comments:

Post a Comment