Total Pageviews

Monday, March 31, 2014

Eksposisi Yohanes 15:1-8

Yoh 15:1  "Akulah pokok anggur yang benar dan Bapa-Kulah pengusahanya.
Yoh 15:2  Setiap ranting pada-Ku yang tidak berbuah, dipotong-Nya dan setiap ranting yang berbuah, dibersihkan-Nya, supaya ia lebih banyak berbuah.
Yoh 15:3  Kamu memang sudah bersih karena firman yang telah Kukatakan kepadamu.
Yoh 15:4  Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku.
Yoh 15:5  Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa.
Yoh 15:6  Barangsiapa tidak tinggal di dalam Aku, ia dibuang ke luar seperti ranting dan menjadi kering, kemudian dikumpulkan orang dan dicampakkan ke dalam api lalu dibakar.
Yoh 15:7  Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya.
Yoh 15:8  Dalam hal inilah Bapa-Ku dipermuliakan, yaitu jika kamu berbuah banyak dan dengan demikian kamu adalah murid-murid-Ku."


Mari kita lihat bagaimana latar belakang kehidupan bangsa Israel. Di dalam kehidupan bangsa Israel, kebun anggur selalu memiliki seorang pengusaha. Nah di dalam ayat ini Yesus mencoba menjelaskan mengenai peran manusia di dunia ini. Yesus pertama kali menjelaskan mengenai pokok anggur, yakni Dia sendiri sebagai pokok anggur. Sebuah pokok anggur menandakan adanya suatu tanda kehidupan di dalam kehidupan Yesus. Hal ini sangat menarik manakala kita melihat perkataan Yesus selanjutnya adalah Dia adalah “pokok anggur yang benar”, artinya berarti ada pokok anggur yang salah / tidak benar. Ia juga mengatakan bahwa Bapa adalah pengusaha, yang mana Ia yang merawat pokok tersebut beserta ranting-rantingnya.

Kalau kita melihat ayat ini, satu hal yang dapat kita tangkap adalah bahwa satu-satunya kebenaran adalah di dalam Yesus, dan kebun anggur yang diurus Bapa pun berpusat pada Yesus. Artinya bahwa tidak ada kehidupan tanpa adanya Kristus di dalam kehidupan kita. Dialah pokok anggur itu, pokok anggur yang benar yang memberikan ranting-rantingnya supply makanan.

Ayat ke 2 ini mencoba menjelaskan bagaimana peran Bapa, yakni sang pengusaha dari kebun tersebut di dalam merawat kebun anggur. Kebun anggur biasanya di dalam konteks bangsa Israel diurus oleh seorang pengusaha, dan ada pula pekerja-pekerja kebun anggur tersebut yang diutus oleh pengusaha. Pekerja kebun anggur ini taat di dalam perintah pengusaha.

Perintah pengusaha kebun anggur ini jelas sekali, bahwa untuk menghasilkan buah anggur yang berkualitas maka harus dilakukan suatu pembersihan. Kalau melihat ayat ke 2 di bagian akhir, setiap ranting yang tidak berbuah akan ‘dipotong’. Sangat menarik bahwa ranting-ranting yang tidak berbuah ini mengganggu pertumbuhan ranting-ranting yang berbuah. Setiap ranting yang berbuah mendapatkan sebuah perlakuan yang spesial, yakni selalu dibersihkan.

Sama juga di dalam kehidupan kita bersama Allah. Ketika kita sudah diasupi ‘makanan’ rohani, seharusnya kita memiliki kehidupan baru bersama Allah. Kehidupan baru itu ditandai dengan tindakan yang bisa menghasilkan buah. Kalau di dalam kehidupan kita, kita menjadi seseorang yang anti dengan kritikan yang diarahkan kepada kita, itu berarti kita benar-benar menjadi pribadi yang tidak mau ‘dibersihkan’. Firman Tuhan itu seperti pedang bermata dua, saat kita belajar Firman, seharusnya hal yang kita pelajari memberikan sebuah perubahan di dalam kehidupan kita.

Menarik pula disini ada sebuah janji dari Tuhan. Ketika kita sudah mendapatkan asupan makanan yang benar, maka kita juga akan mendapatkan sebuah pertumbuhan yang lebih optimal. Artinya bahwa ketika kita belajar merendahkan diri di hadapan Tuhan dan menerima FirmanNya itu menunjukkan bahwa kita ingin mengenal pribadi Tuhan, dan Ia akan membuat kita menjadi pribadi-pribadi yang siap untuk ‘tercurah’. Ya, menjadi anggur yang tercurah bagi orang lain sehingga orang-orang bisa menikmati kasih Kristus.

Ayat ke-3 mengimplikasikan mengenai bagaimana kita sebagai ranting sudah dibersihkan, dan pembersihan itu adalah akibat dari Firman Tuhan sendiri. Wah ini sungguh menjadi sesuatu yang harus kita tanamkan di dalam kehidupan kita. Pernyataan dari Yesus ini seharusnya menjadi motivasi bagi kita untuk terus menerus ingin dibersihkan, dan itu berarti kita perlu terus belajar mengenai kebenaran yang ada di dalam firman itu. Apa sikap kita manakala kita sedang dibersihkan oleh Tuhan melalui Firman itu? Apakah kita bersikap defensif, ataukah kita menerima hal itu?

Ayat ke-4, Yesus mencoba menegaskan kembali bagaimana kehidupan kita sebagai ‘ranting’ tidak dapat terpisah dari pokok anggur. Ranting tidak dapat berbuah sendiri saat ia lepas dari pokok anggur, sama seperti kehidupan kita. Pembelajaran dari ayat ini adalah bagaimanapun, kita tetap diminta untuk ‘menempel’ dengan pokok anggur tersebut. Ketika kita tidak menempel di dalam Firman, kita tidak akan bisa berbuah di dalam kehidupan kita. Makna hidup kita ditemukan saat kita tetap menempel dengan kebenaran Firman Tuhan sendiri.

Ayat ke-5 mencoba menjelaskan kepada kita mengenai bagaimana kehidupan kita di dalam Kristus dan diluar Kristus, sang pokok anggur yang benar. Ketika kita berada di dalam Yesus, kita berbuah banyak, dan diluar DIa, kita tidak dapat berbuat apa-apa. Yah, ini realitas yang seringkali kita tidak menyadarinya. Ketika kita hidup di tengah dunia ini dengan berbagai problematikanya, kita bisa benar-benar lupa kalau ada Tuhan di dalam kehidupan kita. Kita menjadi pribadi yang benar-benar kelihatannya hebat. Bagaimana tidak? Kita seringkali tidak melibatkan dan mengandalkan Tuhan di dalam setiap hal yang kita kerjakan.

Satu nasihat yang penting juga bagi orang-orang sibuk, dan itu juga berlaku di dalam pelayanan kita. Ketika kita mulai dipercaya untuk melayani Tuhan di gereja ataupun di kampus, bahkan di tempat kerja, kita mulai dipercayakan bidang-bidang pelayanan, itulah saat yang berbahaya. Bisa saja bahkan di dalam pelayanan kita, kita mengandalkan hikmat dunia dan kita sama sekali tidak mempedulikan bahkan meminta pertolongan hikmat dari Tuhan. Ini menjadi satu peringatan bagi kita untuk kita menyadari betul akan peran Allah sebagai penguasa kehidupan kita.

Contoh dimana kita cenderung untuk jatuh dalam dosa dan tidak mempedulikan Tuhan di dalam perasaan kita dapat hidup sendiri ada di dalam diri Salomo. Kita melihat di awal kehidupannya, Salomo tidak meminta kekayaan, dia meminta hikmat Tuhan. Awal yang sangat baik di dalam kehidupan Salomo. Namun seiring bertambahnya kekuasaan dan kekayaannya, serta bagaimana kehidupan poligami yang ia praktekkan, kita melihat akhirnya ia menuliskan kitab Pengkotbah. Bahwa ternyata kehidupan yang kita kejar, kekayaan, harta, ataupun tahta dan segala hal, ternyata sia-sia.

Kesia-siaan hidup tanpa Tuhan merupakan hal yang paling mengenaskan di dalam dunia ini. Mungkin kita juga saat ini perlu mengevaluasi kehidupan kita, seberapa jauh kita memandang relasi dengan Allah sebagai sesuatu yang penting – yang lebih penting daripada apapun? Kalau kita punya relasi dengan Allah yang intim, kita punya sebuah kepekaan di dalam kita hidup. Tetapi akhirnya semuanya kembali kepada satu tujuan yakni memuliakan Tuhan dan menikmati Dia sepanjang waktu. “Carilah dahulu kerajaan Allah dan kebenarannya”, itulah kata Yesus, dan lanjutannya adalah “dan semuanya akan ditambahkan kepadamu”. Oh, ini merupakan janji Tuhan yang sangat sangat indah! Semuanya yang ditambahkan mungkin bukan hal-hal yang kita mau, tetapi hal-hal yang membuat kita semakin sadar bahwa kita tidak dapat hidup tanpa Dia.

Ayat ke-6 menegaskan kembali kehidupan tanpa Allah. Kalau kita baca disini, justru Yesus sangat keras di dalam firman ini. Dia menjelaskan bahwa orang yang tidak ‘menempel’ kepada kebenaran Firman dan kepada Dia, maka akan dibuang dan dimasukkan ke api. Betapa sebagai orang Kristen seharusnya kita bersyukur. Disini kita juga bisa membayangkan bahwa kehidupan kita sebagai orang Kristen adalah menjadi berkat. Tuhan akan terus menerus membersihkan kehidupan kita dengan Firman, dan ia memotong hal-hal yang mana ingin kita tumbuhkan sendiri. Sebuah ranting yang ingin bercabang-cabang akan segera dimusnahkan saat tidak menghasilkan buah. Demikian juga di dalam kehidupan kita mungkin ada banyak cabang-cabang ranting itu yang membuat kita sama sekali tidak dapat berbuah. Ada banyak hal yang membuat kita tidak dapat berbuah, dan Allah akan memotong semuanya itu sampai kita benar-benar dapat menghasilkan buah anggur yang berkualitas tinggi, dan dapat tercurah bagi orang lain.

Ayat ke-7 merupakan sebuah jaminan yang disediakan Tuhan saat kita memiliki intimasi dengan Dia. Sebenarnya kita tidak meminta pun, Allah menyediakan. Ingat, ayat ini tidak boleh dibaca sepotong tanpa kita membaca ayat-ayat diatasnya. Kalau dibaca hanya ayat ini saja, kelihatannya kita bisa jadi penguasa kehidupan kita sendiri, menganggap Tuhan sebagai penyedia yang selalu mensuplai sesuatu yang kita inginkan. Kalau kita salah di dalam memahami ayat ini, kita bisa terperangkap dalam kehidupan yang berpusat pada diri sendiri.

Keseluruhan ayat 1-6 menjelaskan mengenai bagaimana kita tidak dapat hidup tanpa Tuhan. Kemudian juga sebelumnya dijelaskan bahwa Bapa adalah pengusaha dari pokok anggur dan ranting-rantingnya. Ranting selalu mendapatkan suplai makanan yang cukup, bahkan berlimpah hingga ranting tersebut dapat menghasilkan buah yang berkualitas. Kemudian juga ranting tidak dapat hidup dan berbuah tanpa adanya pokok anggur yang benar. Kalau begitu berarti sebenarnya tidak ada hal yang dapat kita minta diluar kehendak Allah. Bahwasanya segala hal yang dikerjakan Allah dan disediakanNya merupakan hal yang paling esensial di dalam kehidupan kita, dan permintaan kita adalah seturut dengan kehendak Allah. Ini berarti ada suatu relasi yang saling mengerti.

Sama seperti ketika kita berpacaran, kalau relasi kita dekat, satu dengan yang lain seharusnya bisa tahu apa yang diinginkan pasangannya. Kalau kita berpacaran kita berusaha mencari tahu apa yang pasangan kita mau, kenapa di dalam pengenalan kita pada Tuhan, kita tidak mau tahu akan apa yang Tuhan mau? Wow, tidak adil sekali bukan?

Implikasi dari hal ini berarti sebenarnya tidak ada hal yang perlu kita minta. Kita meminta hal yang seharusnya kita minta, yakni agar namaNya dipermuliakan melalui buah yang kita hasilkan di dalam kehidupan kita. Coba bayangkan saja ada banyak orang yang datang kepada Kristus melalui kehidupan kita, melalui contoh hidup kita, itulah buah yang paling manis yang bisa kita persembahkan kepada Allah. Inilah yang diinginkan Yesus, dan itulah yang Yohanes simpulkan di ayat ke-8.

Mari belajar bahwa kita perlu satu relasi yang terus menempel kepada pokok anggur itu. Dia yang sudah memberikan supply kepada kita, Dia yang sudah memenuhi kebutuhan kita, bahkan nafas kita pun, Dia yang menyediakan. Segala hal sudah diberikan kepada kita, dan sebagai ungkapan syukur, apa yang mau kita persembahkan kepada Tuhan di dalam peran kita sebagai ranting? Apakah kita menjadi ranting yang menghasilkan buah yang berkualitas tinggi? Anggur seperti apa yang kita hasilkan? Apakah kita mau belajar menerima pembersihan yang dilakukan para pekerja yang disediakan Bapa untuk semakin hari membuat anggur kita semakin berkualitas? Bagaimana relasi kita dengan sang pokok? Apakah kita sudah menempel terus kepadaNya sehingga suplai makanan yang diberikan sang pokok anggur itu dapat berbuah dan kita menghasilkan anggur yang dapat tercurah bagi semua orang? Mari kita merenungkannya!


Soli Deo Gloria!

Monday, March 10, 2014

Menikmati Persekutuan Dengan Allah

Seorang teman pernah tanya kepada saya: “bagaimana relasimu dengan Allah?” Saat itu saya belum seorang percaya dan saya menjawab “Hmmm aku kira aku baik-baik aja kok. No problem.” Saat kemudian aku bertobat dan merenungkan jawaban itu, benarkah aku baik-baik saja? Apakah dengan aku berdoa setiap hari (yang mana dulu saya sekolah di sekolah Katolik yang mulai dan selesai pelajaran selalu berdoa) itu berarti relasiku dengan Tuhan sudah menjadi relasi yang baik?

Semakin aku beranjak dewasa, semakin aku belajar untuk merenungkan hal-hal yang sepertinya dulu aku agak acuhkan. Memang pertanyaan itu bukanlah suatu pertanyaan yang hanya sekali ditanyakan kemudian it’s done. Pertanyaan mengenai bagaimana intimasi kita dengan Allah adalah sesuatu yang harus kita gumuli hari demi hari. Kita perlu belajar untuk memiliki keintiman yang begitu erat dengan Bapa, dan setiap harinya kita perlu mengevaluasi hal tersebut. Bukan hanya tiap hari, tetapi setiap saat hal tersebut menjadi sesuatu yang perlu kita gumulkan.

Keintiman dengan Allah dibangun dengan suatu disiplin rohani yang tidak mudah. Starting point dari keintiman dengan Allah adalah bagaimana kita menerima Kristus dengan iman. Ini adalah langkah awal yang tidak mungkin kita lewatkan. Step ini ialah step dimana kita mengijinkan Kristus mengubah kehidupan kita – memunculkan kerinduan kita melalui Roh Kudus untuk mulai mengenal pribadiNya. Pertanyaan yang pas bagi kita adalah “apakah engkau mengasihiKu?” seperti pertanyaan Yesus kepada Petrus. Ini adalah pertanyaan yang memulai segalanya tentang keintiman dengan Allah.

Poin kedua adalah membuka diri untuk menerima Firman Allah. Bagian ini meliputi suatu step dimana Allah membukakan diriNya yang kemudian kita bisa mulai memiliki kegemaran untuk membaca dan merenungkan Firman. Seperti yang sudah dijelaskan, bahwa kerinduan ini tidak akan bisa muncul tanpa adanya suatu pemahaman akan diri sendiri bahwa kita sudah ditebus melalui pengorbanan Kristus. Dampak dari pengorbanan Kristus seharusnya adalah hidup kita semakin diubahkan perlahan melalui Firman.

Perlahan tapi pasti, pemahaman akan Firman akan mulai mengubahkan kehidupan keseharian kita. Menikmati firman bukan hanya masalah kita membaca dan kemudian kita cepat-cepat membaca alkitab sampai kita punya target 1 tahun harus habis. Target tersebut memang baik, tetapi kita perlu ingat bahwa semua pemahaman tentang Kristus dalam kehidupan kita adalah sejauh mana Allah akan membukanya. Maka dari itu sebenarnya hal yang penting bukan masalah kuantitas, tetapi bagaimana kita dapat menikmati makanan rohani yakni Firman Tuhan yang berkualitas tinggi, sekaligus belajar mencernanya sehingga menjadi gizi yang baik bagi kehidupan keseharian kita.

Keintiman kita dengan Kristus akan membuat kita dapat berkata seperti Daud:

Selidikilah aku, ya Allah, dan kenallah hatiku, ujilah aku dan kenallah pikiran-pikiranku; lihatlah, apakah jalanku serong, dan tuntunlah aku di jalan yang kekal! (Mazmur 139:13-14)

Ataukah kerinduan Asaf seperti ada di mazmur berikut ini:

Siapa gerangan ada padaku di sorga selain Engkau? Selain Engkau tidak ada yang kuingini di bumi. Sekalipun dagingku dan hatiku habis lenyap, gunung batuku dan bagianku tetaplah Allah selama-lamanya.  (Mazmur 73:24-25)

Setelah kita menikmati persekutuan dengan Allah melalui Firman, jangan lupa bahwa kita perlu mengakhiri waktu intim kita dengan Tuhan dengan suatu ucapan syukur. Pengucapan syukur bahwa Allah telah berkenan untuk berkata-kata melalui FirmanNya. Kemudian juga kita memohon kepada Tuhan untuk kita dapat melaksanakan dan meneladaniNya. Ini adalah bagian yang seringkali terlewatkan.

Hal yang paling menyenangkan bagi kita adalah ketika kita bisa belajar karakter Kristus. Banyak orang mengenal Tuhan hanya sebatas kognitif namun kehidupannya tidak mencerminkan pengenalannya kepada Allah. Kekristenan bukanlah hanya masalah pemahaman mengenai doktrin (bukan berarti bahwa doktrin bukan sesuatu yang penting!). Kekristenan berbicara mengenai gaya hidup. Hidup kekristenan seperti suatu koin yang punya dua sisi, sisi yang pertama adalah relasi dengan Tuhan dan sisi kedua adalah relasi dengan manusia. Ini juga merupakan gambaran salib. Vertikal – menunjukkan ada suatu relasi dengan Allah, dan horizontal – menunjukkan relasi kita dengan sesama kita. Keduanya diperdamaikan melalui Kristus.


Melalui pemahaman yang benar tentang Allah, kita akan semakin hari makin rindu untuk mengenal Tuhan dan menikmati relasi kita denganNya. Jika kita mulai ‘kering’, mintalah kepada Roh Kudus untuk menimbulkan suatu kerinduan kepada hati kita, sehingga seperti Daud, seperti Asaf, ataupun seperti Paulus yang semakin hari semakin rindu dan menyadari bahwa tanpa Allah kita tidak bisa apa-aoa. Memaknai bahwa tanpa Allah kita tidak dapat melakukan apapun akan membantu kita untuk terus menerus diperbarui dan kita semakin merendahkan di hadapanNya. Semakin kita merasa tidak mampu menghadapi hidup ini sendirian, semakin kita belajar berserah kepadaNya, semakin Allah akan bekerja dengan luar biasa.