Pernahkah saudara berpikir
mengenai jalannya hidup ini? Sebagian besar dari kita berpikir mengenai hidup
yang benar-benar ruwet. Di satu sisi ada begitu banyak hal baik terjadi atas
kehidupan kita, tetapi tidak melulu hal baik bukan? Bahwasanya dalam menjalani
hidup ini ternyata ada banyak hal yang buruk yang menimpa hidup kita sampai
kita mungkin bertanya “mengapa hal ini terjadi di dalam kehidupanku?”
Cerita 1
Ada sebuah keluarga kecil, mereka
adalah orang-orang yang begitu rajin di dalam melakukan suatu pelayanan bagi
Tuhan. Keluarga ini dikaruniai oleh 3 orang anak, dan pada saat anak keempat
akan lahir, sang ibu menderita penyakit di rahimnya. Diantara 2 pilihan, apakah
anak keempat atau sang ibu yang selamat, ibu ini akhirnya pasrah terhadap
nasibnya. Sedangkan sang ayah pun akhirnya give
up. Akhirnya mereka memutuskan untuk menyelamatkan si anak. Konsekuensinya adalah
sang ibu akan meninggal. Tetapi cerita ini berakhir tidak seperti yang anda
bayangkan.
Si ibu akhirnya menyelamatkan
sang anak. Tetapi karena ada abnormalitas di dalam tubuh si anak, si anak
diberikan lifetime oleh dokter selama
10 tahun. 10 tahun kemudian, kejadian itu benar-benar terjadi. Sang anak
akhirnya meninggal.
Sang bapak dengan segala daya
upayanya berusaha untuk menyelamatkan anak ini. Segala cara pengobatan dicoba,
tetapi tidak berhasil. Sang ayah yang mulai kehabisan tabungannya mendapatkan
pertanyaan dari ketiga anaknya yang masih hidup
“Ayah, selama ini ayah rajin
pelayanan di gereja, tapi kenapa ya kok Tuhan mengijinkan mama dan si Jemmy
meninggal?”
Cerita 2
Cerita kedua datang dari seorang
wanita berusia 20 tahun yang berkuliah di Jakarta. Selama 20 tahun ia hidup, ia
adalah orang yang begitu rajin. Ia memiliki 3 orang saudara pria yang berbeda
agama dengan dia. Begitu pula ibunya juga berbeda agama dengan dia. Memasuki
tahun akhirnya di perkuliahan, wanita ini (sebut saja namanya Mawar) mengalami
penyakit yang menyerang tulang belakangnya. Ketakutan menaungi si Mawar dan
akhirnya dokter memvonis kalau ia harus dioperasi.
Mawar di dalam kesehariannya
berdoa dan berdoa, dan akhirnya doanya itu terkabul. Dia akhirnya sembuh dari
penyakit itu. Ia menjadi seseorang Kristen yang begitu tangguh, orang Kristen
yang begitu berapi-api di dalam pelayanannya. Ketika saudaranya melihat dia, 2
orang dari mereka memutuskan untuk bergabung. Akhirnya 1 orang mengikuti
katekisasi, 1 orang lagi dibaptis dewasa.
Waktu berlalu sampai akhirnya
seseorang dari 2 orang saudaranya ini memilih jalan lain. Sang adik pertama,
yang mengikuti katekisasi, akhirnya memutuskan untuk memilih agama lain. Ia
tidak tahan melihat sang ibu yang selalu berharap kepadanya untuk mengikuti
ibunya. Berbeda lagi dengan kakaknya. Kakaknya yang sudah menjadi Kristen sejak
lama, memutuskan untuk menikah dengan seorang yang berbeda agama dari dia.
Mawar pun terguncang. Ia merasa
perlu belajar untuk menceritakan hal ini kepada Tuhan. Ia berharap bahwa ada
hal-hal luar biasa yang terjadi tetapi ternyata semuanya berbeda daripada ia
bayangkan. Ditengah pergumulan seperti inilah kemudian Mawar berpikir, sembari
dengan jujur menghadap Tuhan sambil bertanya:
“Dimanakah Tuhan saat semua hal
ini terjadi? Mengapa hal ini harus terjadi, Tuhan?”
Tiga Jenis Penderitaan
Mari kita coba simpulkan, dari
dua kisah di atas ada beberapa jenis penderitaan yang dialami oleh manusia. Jenis
pertama adalah penderitaan fisik, kedua adalah penderitaan emosi, dan yang
ketiga adalah penderitaan spiritual.
Saya tidak memberikan contoh
penderitaan fisik dari kisah di atas, tetapi saya akan coba berikan saat ini.
Penderitaan fisik adalah penderitaan seperti sakit penyakit, mungkin dari kisah
di atas adalah penderitaan sang ibu yang sakit saat melahirkan anak. Ia mengalami
kesakitan yang begitu luar biasa.
Kedua adalah penderitaan emosi,
adalah penderitaan yang terkait dengan emosi kita. Contohnya adalah ketika kita
dipermalukan di depan publik mungkin karena kita salah bicara, atau kita
dihina-hina.
Penderitaan jenis ketiga adalah
penderitaan yang saya bisa sebut sebagai puncak dari keduanya. Penderitaan spiritual
adalah sebuah momen dimana seseorang merasakan kesakitan yang begitu luar biasa
sampai pada satu pertanyaan: “dimanakah Tuhan” dan “kalau ada Tuhan, mengapa
semua ini bisa terjadi?”.
Charles Templeton mengalami
penderitaan jenis ketiga ini ketika ia melihat di televisi mengenai kehidupan
orang-orang Afrika yang hidup di dalam kemiskinan. Hal ini membuat Templeton
menanyakan sebuah pertanyaan yang akhirnya membuat imannya rontok. Seorang partner
dari Billy Graham di dalam penginjilan yang akhirnya meninggalkan imannya
karena bergumul dalam memahami apa rencana Allah di balik penderitaan dan
kemiskinan.
Allah Yang Solider Melalui Yesus
Kristus
Mari kita melihat bagaimana
ketiga penderitaan itu ternyata bukanlah suatu hal yang baru. 2000 tahun yang
lalu di bukit Golgota, Allah merasakan ketiga penderitaan itu secara langsung
di atas salib. Anda bisa menebak bukan?
Penderitaan fisik yang dialami
oleh Yesus terjadi saat Ia harus dipaku di atas kayu salib. Lee Strobel di
dalam bukunya Case for Christ menggambarkan bagaimana penderitaan yang dialami
Yesus ini begitu mengerikan, dan bahwasanya tidak akan ada seorang pun yang
akan tahan di dalam menghadapi siksaan salib. Bahkan untuk bernafas, karena
sebelumnya punggungNya sudah sobek akibat dari penyesahan yang dialamiNya, maka
ketika bernafas akan timbul rasa sakit yang begitu mendalam.
Penderitaan emosi dialami Yesus
saat dengan telanjang, di depan banyak orang, Ia disalib dalam kondisi
telanjang. Saya tidak bisa membayangkan apakah anda mau ditelanjangi di depan
umum, dan kemudian orang-orang yang melihat anda menghina anda, mencerca anda,
dan menusukkan luka hati yang begitu dalam di dalam hati anda. Apalagi seorang
murid anda mengkhianati anda, secara riil, maupun secara perkataan menyangkal
anda.
Penderitaan spiritual pun dialami
Yesus, sampai ultimatnya dia berteriak “Allahku, Allahku, mengapa Engkau
meninggalkan aku?” Yesus mengutip dari Mazmur 22, dan menunjukkan bahwa inilah
puncak pergumulanNya.
Ketiga penderitaan itu sudah
dialami Yesus juga di kayu salib. Ia terlebih dahulu memberikan sebuah teladan
bagi kita, sebuah kisah yang menunjukkan bahwa memang hidup kita sebagai orang
Kristen (Christian – murid Kristus) bukanlah sebuah kehidupan yang mudah. Seluruh
pergumulan yang kita alami dalam hidup adalah sesuatu yang natural, sesuatu yang
terjadi karena memang dampak dari dosa awal yang begitu mengerikan itu.
Jadi kalau kita melihat, Allah
kita bisa disebut sebagai Allah yang solider. Ketika kita saat ini mengalami
ketiga jenis penderitaan itu maka kita dapat memakluminya. Mengapa? Ya karena Allah
pun sudah merasakannya, dan di saat akhir itulah saat / momen puncak dimana Dia
menjadi sempurna.
Masa Depan Yang Tak Pernah Kita
Mengerti
Nah kalau kita melihat masa lalu
kita, atau hal yang saat ini kita alami, kita perlu belajar memaknai sebenarnya
apa yang dipersiapkan Allah di dalam kehidupan kita. Kita bisa saja terjebak di
dalam pola pikir masa kini, bahwa hidupku susah dan tidak ada gunanya lagi aku
percaya kepada Allah. Itu pilihan pertama. Nah tapi ada satu penawaran yang
Tuhan berikan mengenai masa depan.
Ams
23:18
Karena
masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak akan hilang.
Yesaya
41:10
janganlah
takut, sebab Aku menyertai engkau, janganlah bimbang, sebab Aku ini Allahmu;
Aku akan meneguhkan, bahkan akan menolong engkau; Aku akan memegang engkau
dengan tangan kanan-Ku yang membawa kemenangan.
Ayat-ayat ini terasa begitu
menyenangkan. Tetapi mengapa realitas hidup kita sama sekali tidak mencerminkan
itu? Mungkin kita perlu mengevaluasi secara lebih jauh dan lebih mendalam lagi,
sebenarnya bagaimana kita harus memandang hidup kita menurut kacamataNya. Nah
inilah yang sebenarnya jauh lebih penting, jauh lebih esensial.
Masa depan sungguh ada, dan
harapanmu tidak akan hilang, demikian pesan yang dituliskan oleh penulis Amsal.
Artinya apa? Kalau kita baca ayat-ayat sebelumnya, penulis ingin mengajak
pembacanya bahwa segala kejadian yang terjadi dalam kehidupan kita ada di dalam
grand design yang sedang Allah
persiapkan. Boleh saja kita menjadi “sok bijak” dan mengatakan bahwa kita tahu
yang terbaik dalam hidup kita, tetapi kita tidak akan pernah dapat menyelami
apa yang mau Allah kerjakan di dalam kehidupan kita.
Demikian juga dengan tulisan nabi
Yesaya. Yesaya di dalam keadaannya sebagai nabi yang melihat bagaimana
kota-kota di Kerajaan Utara (Israel) masih bisa menuliskan janji Tuhan kepada
bangsa itu. Ada satu pengharapan yang pasti di dalam Dia. Ada satu pengharapan
mengenai bagaimana Allah akan menuntun kita.
Kita tidak pernah akan dapat
mengerti masa depan kita seperti apa. Tetapi kalau kita belajar untuk memahami
lebih jauh, maka kita menyadari bahwa kehidupan di dunia ini jauh lebih
temporer dibandingkan dengan kehidupan kita nanti di surga. Kemuliaan surga perlu
kita maknai sebagai sebuah janji, bahwa itulah yang seharusnya menjadi fokus hidup
kita.
Memandang ke Arah Kekekalan
Kehidupan di dunia artinya hanya
akan berlangsung dengan begitu singkat, dan justru kehidupan yang sebenarnya
baru dimulai di dalam terang kekekalan Allah di surga mulia. Ketika kita
menyadari bahwa fokus hidup kita ada di dalam kerangka kekekalan dan rencana
Allah, kita akan dapat menjadi pribadi-pribadi yang berani berkata “Suka-SukaMu
Tuhan”. Artinya apa? Kita berserah penuh kepada Allah yang sudah mengatur hidup
kita.
Okey sekarang akan saya tampilkan
jawaban dari si bapak dari cerita pertama:
“Dik, pasti kamu pernah
dijelaskan bukan di sekolah minggu mengenai kemuliaan surga? Mamamu pergi
kesana, begitu juga adikmu. Allah itu baik, mungkin itu yang bisa papa katakan
buat kamu. Mungkin kamu nggak bisa sepenuhnya paham, dik. Tetapi kalau di
sekolah minggu, kamu pernah diajarkan tentang bagaimana Yesus sudah memberikan
jaminan itu, mengapa papa harus kecewa? Mengapa papa nggak mau belajar untuk
terus menjalani hidup ini di dalam terang kasihNya?”
Dan hasil perenungan dari Mawar,
wanita yang tangguh itu dari cerita kedua:
“Aku percaya bahwa Allah telah
mempersiapkan segala sesuatunya. Mungkin inilah hal yang mau Tuhan ajarkan:
bahwa aku belum mampu menjadi terang bagi orang di sekitarku. Itu berarti aku
harus terus belajar untuk memahami segala hal yang Ia kerjakan. Tetapi semakin
aku ingin tahu, aku semakin sadar bahwa aku harus menjadi semakin bodoh di
hadapanNya, sehingga melalui kekuatan yang Ia berikan itulah aku dapat memaknai
kemahakuasaanNya dan kasih setiaNya.”
Bagaimana kedua orang ini bisa
memiliki pemahaman seperti itu? Tidak yakin tidak bukan karena mereka punya
fokus yang berbeda. Mereka berdua punya keyakinan:
Roma
8:28
Kita
tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk
mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang
terpanggil sesuai dengan rencana Allah.
Kesimpulan
Dunia menawarkan begitu banyak
hal mengenai penderitaan, kematian, kepedihan, dan sebagainya. Namun sebagai
seorang percaya yang memiliki paradigma kekekalan, kita diajak untuk belajar di
dalam iman percaya kita. Kesulitan yang kita hadapi, problematika yang begitu
luar biasa, semuanya disediakan Tuhan untuk mendatangkan kebaikan bagi kita. Ia
tidak pernah meninggalkan kita. Setiap langkah kita sudah dipersiapkan oleh
Tuhan. Sebagai penutup, yuk bersama kita menyanyikan sebuah lagu, lagu yang menyatakan
langkah iman kita bahwa setiap langkah hidup kita ada di dalam pimpinan dan
penyertaan Tuhan.
Tiap Langkahku
By: W. Elmo Mercer
1. Tiap langkahku diatur oleh Tuhan
dan tangan kasihNya memimpinku.
Di tengah badai dunia menakutkan,
hatiku tetap tenang teduh.
Reff:
Tiap langkahku ‘ku tahu yang
Tuhan pimpin
ke tempat tinggi ‘ku
dihantarnNya,
hingga sekali nanti aku tiba
di rumah Bapa sorga yang baka.
2. Di waktu imanku mulai goyah
dan bila jalanku hampir sesat,
‘ku pandang Tuhanku, Penebus
dosa,
‘ku teguh sebab Dia dekat.
Reff:
Tiap langkahku ‘ku tahu yang
Tuhan pimpin
ke tempat tinggi ‘ku
dihantarnNya,
hingga sekali nanti aku tiba
di rumah Bapa sorga yang baka.
3. Di dalam Tuhan saja harapanku,
sebab di tanganNya sejahtera;
DibukaNya Yerusalem yang baru,
kota Allah suci mulia.
Reff:
Tiap langkahku ‘ku tahu yang
Tuhan pimpin
ke tempat tinggi ‘ku
dihantarnNya,
hingga sekali nanti aku tiba
di rumah Bapa sorga yang baka.
No comments:
Post a Comment