Total Pageviews

Saturday, August 8, 2015

Allah yang Tidak Pernah Meninggalkan Kita

Pernahkah saudara berpikir mengenai jalannya hidup ini? Sebagian besar dari kita berpikir mengenai hidup yang benar-benar ruwet. Di satu sisi ada begitu banyak hal baik terjadi atas kehidupan kita, tetapi tidak melulu hal baik bukan? Bahwasanya dalam menjalani hidup ini ternyata ada banyak hal yang buruk yang menimpa hidup kita sampai kita mungkin bertanya “mengapa hal ini terjadi di dalam kehidupanku?”

Cerita 1
Ada sebuah keluarga kecil, mereka adalah orang-orang yang begitu rajin di dalam melakukan suatu pelayanan bagi Tuhan. Keluarga ini dikaruniai oleh 3 orang anak, dan pada saat anak keempat akan lahir, sang ibu menderita penyakit di rahimnya. Diantara 2 pilihan, apakah anak keempat atau sang ibu yang selamat, ibu ini akhirnya pasrah terhadap nasibnya. Sedangkan sang ayah pun akhirnya give up. Akhirnya mereka memutuskan untuk menyelamatkan si anak. Konsekuensinya adalah sang ibu akan meninggal. Tetapi cerita ini berakhir tidak seperti yang anda bayangkan.

Si ibu akhirnya menyelamatkan sang anak. Tetapi karena ada abnormalitas di dalam tubuh si anak, si anak diberikan lifetime oleh dokter selama 10 tahun. 10 tahun kemudian, kejadian itu benar-benar terjadi. Sang anak akhirnya meninggal.

Sang bapak dengan segala daya upayanya berusaha untuk menyelamatkan anak ini. Segala cara pengobatan dicoba, tetapi tidak berhasil. Sang ayah yang mulai kehabisan tabungannya mendapatkan pertanyaan dari ketiga anaknya yang masih hidup

“Ayah, selama ini ayah rajin pelayanan di gereja, tapi kenapa ya kok Tuhan mengijinkan mama dan si Jemmy meninggal?”

Cerita 2
Cerita kedua datang dari seorang wanita berusia 20 tahun yang berkuliah di Jakarta. Selama 20 tahun ia hidup, ia adalah orang yang begitu rajin. Ia memiliki 3 orang saudara pria yang berbeda agama dengan dia. Begitu pula ibunya juga berbeda agama dengan dia. Memasuki tahun akhirnya di perkuliahan, wanita ini (sebut saja namanya Mawar) mengalami penyakit yang menyerang tulang belakangnya. Ketakutan menaungi si Mawar dan akhirnya dokter memvonis kalau ia harus dioperasi.

Mawar di dalam kesehariannya berdoa dan berdoa, dan akhirnya doanya itu terkabul. Dia akhirnya sembuh dari penyakit itu. Ia menjadi seseorang Kristen yang begitu tangguh, orang Kristen yang begitu berapi-api di dalam pelayanannya. Ketika saudaranya melihat dia, 2 orang dari mereka memutuskan untuk bergabung. Akhirnya 1 orang mengikuti katekisasi, 1 orang lagi dibaptis dewasa.

Waktu berlalu sampai akhirnya seseorang dari 2 orang saudaranya ini memilih jalan lain. Sang adik pertama, yang mengikuti katekisasi, akhirnya memutuskan untuk memilih agama lain. Ia tidak tahan melihat sang ibu yang selalu berharap kepadanya untuk mengikuti ibunya. Berbeda lagi dengan kakaknya. Kakaknya yang sudah menjadi Kristen sejak lama, memutuskan untuk menikah dengan seorang yang berbeda agama dari dia.

Mawar pun terguncang. Ia merasa perlu belajar untuk menceritakan hal ini kepada Tuhan. Ia berharap bahwa ada hal-hal luar biasa yang terjadi tetapi ternyata semuanya berbeda daripada ia bayangkan. Ditengah pergumulan seperti inilah kemudian Mawar berpikir, sembari dengan jujur menghadap Tuhan sambil bertanya:

“Dimanakah Tuhan saat semua hal ini terjadi? Mengapa hal ini harus terjadi, Tuhan?”

Tiga Jenis Penderitaan
Mari kita coba simpulkan, dari dua kisah di atas ada beberapa jenis penderitaan yang dialami oleh manusia. Jenis pertama adalah penderitaan fisik, kedua adalah penderitaan emosi, dan yang ketiga adalah penderitaan spiritual.

Saya tidak memberikan contoh penderitaan fisik dari kisah di atas, tetapi saya akan coba berikan saat ini. Penderitaan fisik adalah penderitaan seperti sakit penyakit, mungkin dari kisah di atas adalah penderitaan sang ibu yang sakit saat melahirkan anak. Ia mengalami kesakitan yang begitu luar biasa.

Kedua adalah penderitaan emosi, adalah penderitaan yang terkait dengan emosi kita. Contohnya adalah ketika kita dipermalukan di depan publik mungkin karena kita salah bicara, atau kita dihina-hina.

Penderitaan jenis ketiga adalah penderitaan yang saya bisa sebut sebagai puncak dari keduanya. Penderitaan spiritual adalah sebuah momen dimana seseorang merasakan kesakitan yang begitu luar biasa sampai pada satu pertanyaan: “dimanakah Tuhan” dan “kalau ada Tuhan, mengapa semua ini bisa terjadi?”.

Charles Templeton mengalami penderitaan jenis ketiga ini ketika ia melihat di televisi mengenai kehidupan orang-orang Afrika yang hidup di dalam kemiskinan. Hal ini membuat Templeton menanyakan sebuah pertanyaan yang akhirnya membuat imannya rontok. Seorang partner dari Billy Graham di dalam penginjilan yang akhirnya meninggalkan imannya karena bergumul dalam memahami apa rencana Allah di balik penderitaan dan kemiskinan.

Allah Yang Solider Melalui Yesus Kristus
Mari kita melihat bagaimana ketiga penderitaan itu ternyata bukanlah suatu hal yang baru. 2000 tahun yang lalu di bukit Golgota, Allah merasakan ketiga penderitaan itu secara langsung di atas salib. Anda bisa menebak bukan?

Penderitaan fisik yang dialami oleh Yesus terjadi saat Ia harus dipaku di atas kayu salib. Lee Strobel di dalam bukunya Case for Christ menggambarkan bagaimana penderitaan yang dialami Yesus ini begitu mengerikan, dan bahwasanya tidak akan ada seorang pun yang akan tahan di dalam menghadapi siksaan salib. Bahkan untuk bernafas, karena sebelumnya punggungNya sudah sobek akibat dari penyesahan yang dialamiNya, maka ketika bernafas akan timbul rasa sakit yang begitu mendalam.

Penderitaan emosi dialami Yesus saat dengan telanjang, di depan banyak orang, Ia disalib dalam kondisi telanjang. Saya tidak bisa membayangkan apakah anda mau ditelanjangi di depan umum, dan kemudian orang-orang yang melihat anda menghina anda, mencerca anda, dan menusukkan luka hati yang begitu dalam di dalam hati anda. Apalagi seorang murid anda mengkhianati anda, secara riil, maupun secara perkataan menyangkal anda.

Penderitaan spiritual pun dialami Yesus, sampai ultimatnya dia berteriak “Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku?” Yesus mengutip dari Mazmur 22, dan menunjukkan bahwa inilah puncak pergumulanNya.

Ketiga penderitaan itu sudah dialami Yesus juga di kayu salib. Ia terlebih dahulu memberikan sebuah teladan bagi kita, sebuah kisah yang menunjukkan bahwa memang hidup kita sebagai orang Kristen (Christian – murid Kristus) bukanlah sebuah kehidupan yang mudah. Seluruh pergumulan yang kita alami dalam hidup adalah sesuatu yang natural, sesuatu yang terjadi karena memang dampak dari dosa awal yang begitu mengerikan itu.

Jadi kalau kita melihat, Allah kita bisa disebut sebagai Allah yang solider. Ketika kita saat ini mengalami ketiga jenis penderitaan itu maka kita dapat memakluminya. Mengapa? Ya karena Allah pun sudah merasakannya, dan di saat akhir itulah saat / momen puncak dimana Dia menjadi sempurna.

Masa Depan Yang Tak Pernah Kita Mengerti
Nah kalau kita melihat masa lalu kita, atau hal yang saat ini kita alami, kita perlu belajar memaknai sebenarnya apa yang dipersiapkan Allah di dalam kehidupan kita. Kita bisa saja terjebak di dalam pola pikir masa kini, bahwa hidupku susah dan tidak ada gunanya lagi aku percaya kepada Allah. Itu pilihan pertama. Nah tapi ada satu penawaran yang Tuhan berikan mengenai masa depan.

Ams 23:18
Karena masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak akan hilang.

Yesaya 41:10
janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau, janganlah bimbang, sebab Aku ini Allahmu; Aku akan meneguhkan, bahkan akan menolong engkau; Aku akan memegang engkau dengan tangan kanan-Ku yang membawa kemenangan.

Ayat-ayat ini terasa begitu menyenangkan. Tetapi mengapa realitas hidup kita sama sekali tidak mencerminkan itu? Mungkin kita perlu mengevaluasi secara lebih jauh dan lebih mendalam lagi, sebenarnya bagaimana kita harus memandang hidup kita menurut kacamataNya. Nah inilah yang sebenarnya jauh lebih penting, jauh lebih esensial.

Masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak akan hilang, demikian pesan yang dituliskan oleh penulis Amsal. Artinya apa? Kalau kita baca ayat-ayat sebelumnya, penulis ingin mengajak pembacanya bahwa segala kejadian yang terjadi dalam kehidupan kita ada di dalam grand design yang sedang Allah persiapkan. Boleh saja kita menjadi “sok bijak” dan mengatakan bahwa kita tahu yang terbaik dalam hidup kita, tetapi kita tidak akan pernah dapat menyelami apa yang mau Allah kerjakan di dalam kehidupan kita.

Demikian juga dengan tulisan nabi Yesaya. Yesaya di dalam keadaannya sebagai nabi yang melihat bagaimana kota-kota di Kerajaan Utara (Israel) masih bisa menuliskan janji Tuhan kepada bangsa itu. Ada satu pengharapan yang pasti di dalam Dia. Ada satu pengharapan mengenai bagaimana Allah akan menuntun kita.

Kita tidak pernah akan dapat mengerti masa depan kita seperti apa. Tetapi kalau kita belajar untuk memahami lebih jauh, maka kita menyadari bahwa kehidupan di dunia ini jauh lebih temporer dibandingkan dengan kehidupan kita nanti di surga. Kemuliaan surga perlu kita maknai sebagai sebuah janji, bahwa itulah yang seharusnya menjadi fokus hidup kita.

Memandang ke Arah Kekekalan
Kehidupan di dunia artinya hanya akan berlangsung dengan begitu singkat, dan justru kehidupan yang sebenarnya baru dimulai di dalam terang kekekalan Allah di surga mulia. Ketika kita menyadari bahwa fokus hidup kita ada di dalam kerangka kekekalan dan rencana Allah, kita akan dapat menjadi pribadi-pribadi yang berani berkata “Suka-SukaMu Tuhan”. Artinya apa? Kita berserah penuh kepada Allah yang sudah mengatur hidup kita.
Okey sekarang akan saya tampilkan jawaban dari si bapak dari cerita pertama:

“Dik, pasti kamu pernah dijelaskan bukan di sekolah minggu mengenai kemuliaan surga? Mamamu pergi kesana, begitu juga adikmu. Allah itu baik, mungkin itu yang bisa papa katakan buat kamu. Mungkin kamu nggak bisa sepenuhnya paham, dik. Tetapi kalau di sekolah minggu, kamu pernah diajarkan tentang bagaimana Yesus sudah memberikan jaminan itu, mengapa papa harus kecewa? Mengapa papa nggak mau belajar untuk terus menjalani hidup ini di dalam terang kasihNya?”

Dan hasil perenungan dari Mawar, wanita yang tangguh itu dari cerita kedua:

“Aku percaya bahwa Allah telah mempersiapkan segala sesuatunya. Mungkin inilah hal yang mau Tuhan ajarkan: bahwa aku belum mampu menjadi terang bagi orang di sekitarku. Itu berarti aku harus terus belajar untuk memahami segala hal yang Ia kerjakan. Tetapi semakin aku ingin tahu, aku semakin sadar bahwa aku harus menjadi semakin bodoh di hadapanNya, sehingga melalui kekuatan yang Ia berikan itulah aku dapat memaknai kemahakuasaanNya dan kasih setiaNya.”

Bagaimana kedua orang ini bisa memiliki pemahaman seperti itu? Tidak yakin tidak bukan karena mereka punya fokus yang berbeda. Mereka berdua punya keyakinan:

Roma 8:28
Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.

Kesimpulan
Dunia menawarkan begitu banyak hal mengenai penderitaan, kematian, kepedihan, dan sebagainya. Namun sebagai seorang percaya yang memiliki paradigma kekekalan, kita diajak untuk belajar di dalam iman percaya kita. Kesulitan yang kita hadapi, problematika yang begitu luar biasa, semuanya disediakan Tuhan untuk mendatangkan kebaikan bagi kita. Ia tidak pernah meninggalkan kita. Setiap langkah kita sudah dipersiapkan oleh Tuhan. Sebagai penutup, yuk bersama kita menyanyikan sebuah lagu, lagu yang menyatakan langkah iman kita bahwa setiap langkah hidup kita ada di dalam pimpinan dan penyertaan Tuhan.

Tiap Langkahku
By: W. Elmo Mercer

1.  Tiap langkahku diatur oleh Tuhan
dan tangan kasihNya memimpinku.
Di tengah badai dunia menakutkan,
hatiku tetap tenang teduh.

Reff:
Tiap langkahku ‘ku tahu yang Tuhan pimpin
ke tempat tinggi ‘ku dihantarnNya,
hingga sekali nanti aku tiba
di rumah Bapa sorga yang baka.

2.  Di waktu imanku mulai goyah
dan bila jalanku hampir sesat,
‘ku pandang Tuhanku, Penebus dosa,
‘ku teguh sebab Dia dekat.

Reff:
Tiap langkahku ‘ku tahu yang Tuhan pimpin
ke tempat tinggi ‘ku dihantarnNya,
hingga sekali nanti aku tiba
di rumah Bapa sorga yang baka.

3.  Di dalam Tuhan saja harapanku,
sebab di tanganNya sejahtera;
DibukaNya Yerusalem yang baru,
kota Allah suci mulia.

Reff:
Tiap langkahku ‘ku tahu yang Tuhan pimpin
ke tempat tinggi ‘ku dihantarnNya,
hingga sekali nanti aku tiba

di rumah Bapa sorga yang baka.

No comments:

Post a Comment