Total Pageviews

Sunday, September 13, 2015

Kaya Dalam Kasih Karunia

Apa bayangan saudara ketika mendengar mengenai kekayaan? Seperti apa sih sebenarnya kaya itu? Apakah ketika kita bisa memiliki segalanya di dalam hidup ini? Kita punya banyak simpanan deposito, simpanan rumah, simpanan istri (uuppss), dan berbagai simpanan, begitukah yang disebut kaya? Ataukah mungkin bukan berlimpah harta, tapi berlimpah kedudukan. Misalkan kita menjadi presiden dari sebuah negara yang adikuasa, maka kita adalah orang yang kaya?

Redefinisi Kekayaan
Perenungan ini coba kita mulai dengan membaca surat dari Paulus kepada jemaat Korintus, di dalam 2 Korintus 8:1-9. Selagi kita membukanya, mari kita tahu dulu latar belakang jemaat Korintus. Korintus adalah sebuah kota metropolitan di jaman itu, dan kita bisa membayangkan betapa jemaat di dalamnya bukanlah jemaat yang bermasalah tentang keuangan.

Saudara-saudara, kami hendak memberitahukan kepada kamu tentang kasih karunia yang dianugerahkan kepada jemaat-jemaat di Makedonia. Selagi dicobai dengan berat dalam pelbagai penderitaan, sukacita mereka meluap dan meskipun mereka sangat miskin, namun mereka kaya dalam kemurahan.
(2Korintus 8:1-2)

Secara jelas Paulus mencoba memberitahu jemaat Korintus mengenai keadaan jemaat Makedonia pada saat itu. Jemaat Makedonia “dicobai dalam pelbagai penderitaan”. Artinya bahwa mereka bukanlah sebuah jemaat yang kaya secara dunia. Kalau menurut definisi di awal artikel ini, jelaslah bahwa jemaat Makedonia bukanlah jemaat yang seperti itu.

Tetapi menarik apa yang dikatakan Paulus kalau kita renungkan. Kita melihat Paulus berkata: “mereka kaya dalam kemurahan”. Apa maksudnya? Bahwasanya kekayaan yang disebutkan Paulus adalah kekayaan dimana justru di dalam kekurangan kita, kita bisa memberikan yang terbaik. Mereka memberi di dalam kemurahan mereka, dan itulah yang Tuhan kehendaki untuk kita kerjakan. Itulah mengapa ketika di dalam perumpamaan tentang janda miskin yang memberikan sepeser uang persembahan, itulah yang berkenan di hadapan Allah.

Bagaimana kita menanggapi hal ini? Kita kembali merenungkan seperti apa sikap kita ketika kita menghadapi berbagai pergumulan di dalam hidup kita. Bukan melulu masalah uang, tetapi ketika kita sedang galau, pertanda yang sering menjadi perhatian adalah kita menjadi orang yang berfokus pada diri sendiri. Sedangkan kita melihat jemaat Makedonia, kita bisa melihat apa yang menjadi fokus hidup mereka bukanlah diri mereka, tetapi kepada orang lain.

Beroleh Kasih Karunia dalam Pelayanan

Aku bersaksi, bahwa mereka telah memberikan menurut kemampuan mereka, bahkan melampaui kemampuan mereka. Dengan kerelaan sendiri mereka meminta dan mendesak kepada kami, supaya mereka juga beroleh kasih karunia untuk mengambil bagian dalam pelayanan kepada orang-orang kudus. Mereka memberikan lebih banyak dari pada yang kami harapkan. Mereka memberikan diri mereka, pertama-tama kepada Allah, kemudian oleh karena kehendak Allah juga kepada kami.
(2Korintus 8:3-5)

Paulus melanjutkan suratnya dengan sebuah kesaksian yang begitu menarik. Dikatakan disini bahwa jemaat Makedonia meminta dan mendesak kami (Paulus dan rekan-rekannya) untuk jemaat tersebut dapat melibatkan diri di dalam pelayanan. Bayangkan ketika anda berniat meminta proposal kepada seseorang yang kaya, tetapi ditolak, dan kemudian anda melihat seorang yang biasa-biasa saja tiba-tiba menghampiri anda dan memberikan anda sejumlah uang untuk membantu anda. Demikianlah kehidupan jemaat Makedonia yang diberikan berkat. Mereka memaknai bahwa setiap hal yang sudah Allah sediakan bukanlah untuk mereka nikmati sendiri tetapi dapat menjadi suatu berkat bagi kemuliaanNya.

Manakala merenungkan hal ini, kita diajak untuk memaknai kembali berbagai berkat yang sudah Tuhan berikan di dalm kehidupan kita. Begini lho, rumusNya itu bukan hanya berhenti bahwa ketika kita diberikan sesuatu maka sesuatu itu akan menjadi milik kita. Eits tunggu dulu! Ketika Allah memberikan sesuatu berkat, Allah meminta kita untuk dapat melakukan yang terbaik dari pemberianNya itu.

Bukankah itu yang sering kita lupakan? Kita memohon dan berdoa agar kita diberikan banyak uang tetapi ternyata uang itu kita nikmati sendiri. Kita berdoa agar mendapatkan seorang pacar yang cantik tetapi jadi malas untuk melayani. Kita diberikan berbagai fasilitas oleh Allah di dalam gereja kita tetapi kita tidak mau belajar untuk memaksimalkan setiap pemberian itu. Bukankah hal itu sesuatu yang manusiawi? Benar sih manusiawi, tetapi bukankah itu menjadikan kita sama seperti dunia?

Jemaat Makedonia tahu betul bahwa mereka punya sebuah misi untuk mereka jalani. Disebutkan bahwa mereka “memberikan diri pertama kepada Allah, kemudian kepada kami (Paulus dan rombongannya)”. Dasar dari pelayanan mereka adalah “memberikan diri pertama kepada Allah”, artinya bahwa mereka menyadari bahwa inti dari pelayanan yang mereka kerjakan adalah agar nama Tuhan yang dimuliakan. Tidak berhenti sampai disitu, ada tindakan konkrit yang mereka kerjakan untuk memuliakan Tuhan.

Pelayanan Penuh

Sebab itu kami mendesak kepada Titus, supaya ia mengunjungi kamu dan menyelesaikan pelayanan kasih itu sebagaimana ia telah memulainya. Maka sekarang, sama seperti kamu kaya dalam segala sesuatu, --dalam iman, dalam perkataan, dalam pengetahuan, dalam kesungguhan untuk membantu, dan dalam kasihmu terhadap kami--demikianlah juga hendaknya kamu kaya dalam pelayanan kasih ini.
(2Korintus 8:6-7)

Kalau kita baca ayat ini, sebenarnya ini adalah penegasan kembali bagaimana peran jemaat di Makedonia. Kemudian juga disini Paulus menyebutkan bahwa kekayaan kasih itu berasal dari pelayanan yang dikerjakan oleh mereka. Apakah berhenti sampai janji semata? Ternyata tidak. Kita sering sekali membayangkan kalau kita punya banyak uang baru kita mau menyumbang. Kita menunggu punya pekerjaan yang mapan dulu baru kita akan mentraktir. Kita menunggu dapat rejeki dalam jumlah besar baru kita mau memberikan sesuatu.

Apakah itu yang dilakukan jemaat Makedonia? Kita perlu mengingat kembali bahwa kekayaan  itu bukanlah masalah berapa banyak yang kita dapatkan, melainkan kekayaan itu kita rasakan manakala kita merasa cukup atas segala hal yang kita miliki dan kita kerjakan. Tidak berhenti sampai disana. Ketika kita bisa memberikan segala sesuatu, dan kita mengusahakan segala sesuatu untuk memenuhi kebutuhan orang lain, disitulah kita menjadi seseorang yang benar-benar kaya.

Dasar Kekayaan Adalah Teladan Kristus

Aku mengatakan hal itu bukan sebagai perintah, melainkan, dengan menunjukkan usaha orang-orang lain untuk membantu, aku mau menguji keikhlasan kasih kamu. Karena kamu telah mengenal kasih karunia Tuhan kita Yesus Kristus, bahwa Ia, yang oleh karena kamu menjadi miskin, sekalipun Ia kaya, supaya kamu menjadi kaya oleh karena kemiskinan-Nya.
(2Korintus 8:8-9)

Salah satu hal yang paling menarik di dalam pemahaman iman Kristen adalah kita memiliki Allah yang memberikan segalanya sekaligus juga memberikan teladan atas kehidupan kita. Ia tidak sekedar memerintahkan kita melakukan segala sesuatu, tetapi Ia adalah Allah yang solider, yang merasakan juga bagaimana kehidupan sebagai seorang manusia melalui Yesus Kristus.

Menarik disebutkan Paulus disini bahwa jemaat bukan diminta untuk “tahu” mengenai Tuhan Yesus, tetapi kata yang digunakan disini adalah “MENGENAL”. Ilustrasinya seperti ini. Ketika anda memiliki seorang kekasih, anda bukan hanya tahu bahwa dia adalah seseorang yang cantik. Tentu saja anda harus mengenalnya bukan? Hal-hal apa yang ia suka, hal yang tidak ia suka, karakternya seperti apa, dan seterusnya.

Sama juga dengan iman Kristen. Kita tidak sekadar di indoktrinasi di dalam iman kita. Kita bukan hanya membaca alkitab dan tahu isi alkitab tetapi tidak melakukannya dalam kehidupan sehari-hari. Iman Kristen adalah iman yang hidup, yang seharusnya melalui teladan Yesus Kristus kita bisa melakukan tindakan kita sehari-hari seperti yang Ia kerjakan selama ada di dunia.

Ayat ini menyebutkan, bahwa Yesus yang kaya telah menjadi miskin. Paulus mengacu kepada pemahaman bahwa Allah yang mahabesar justru rela turun ke dunia untuk menjadi sama seperti manusia. Allah yang maha tinggi justru menjadi pribadi yang begitu hina sampai kematianNya pun merupakan salah satu penghinaan terbesar. Tetapi justru melalui kematian Kristus itulah keunikan iman Kristen dinyatakan. KebangkitanNya membawa suatu pengharapan, dan dari kehidupanNya selama 3 tahun pelayananNya kita boleh belajar banyak hal bahwa melayani Tuhan itu tidak berhenti di dalam pemahaman saja, tetapi pengenalan pribadi, keintiman pribadi denganNya.

Oleh karena kemiskinanNya, di dalam anugrah terbesar yang sudah Ia kerjakan di dalam kehidupan kita, kita menjadi pribadi yang mampu mengerjakan yang terbaik bagi orang di sekitar kita. Kasih Karunia Tuhan adalah sesuatu yang jauh lebih cukup yang menjadi dasar kita untuk melayani orang lain di sekitar kita. Ketika tindakan kita sehari-hari memaknai karya Kristus, maka orang lain akan merasakan sebuah dampak, sebuah perbedaan bahwa kita telah menjadi anggur yang tercurah bagi kemuliaanNya. Siapkah kita memancarkan manisnya kasih Kristus, anugrah yang tidak terbatas itu?


Soli Deo Gloria!

Sunday, September 6, 2015

Allah Yang Setia

Duduk diam dan merenungkan betapa indahnya kasih Allah merupakan satu hal yang begitu sulit aku lakukan saat aku berada di bangku SMA. Betapa tidak, ada begitu banyak alasan untuk aku mengeluh atas hidupku. Begitu banyak hal yang aku rasakan merupakan “penghukuman Allah” di tengah-tengah kehidupan ini. Sekalipun aku lahir di dalam keluarga Kristen, tetapi tetap saja ada perasaan dimana aku adalah pribadi yang “terbuang”.

Ketika aku mengingat masa-masa itu, aku menjadi sedih, sekaligus bersyukur atas setiap proses yang aku alami. Proses hidup itulah yang saat ini aku renungkan merupakan suatu proses yang penuh dengan pertanyaan sekaligus tuntunan Tuhan yang begitu luar biasa. Betapa tidak, kalau saat ini aku boleh ikut melayani Tuhan, aku boleh tergabung di dalam vocal group, aku boleh punya pekerjaan, aku bisa makan setiap hari, aku bisa mentraktir teman-temanku, bukankah itu merupakan anugrah yang harus syukuri di dalam hidup ini? Aku merenungkan itu merupakan hal yang begitu indah yang Tuhan berikan. Tetapi satu hal yang terutama! Apa itu? Melalui perjalanan hidupku aku memiliki satu kesimpulan yang jelas mengenai Allah.

“Allah itu adalah Allah yang setia”

Betapa ketika menyimpulkan kalimat itu untuk pertama kalinya, aku tercengang dan takjub betapa keindahan kasih karunia Allah dalam hidupku adalah hal terindah yang Tuhan berikan. Apakah itu? Pengenalanku akan pribadiNya. Bagaimana Ia menunjukkan kepadaku betapa besarnya kasihNya, betapa dalamnya anugrahNya, betapa indah jalan hidup yang Ia berikan, semuanya terangkai indah di dalam kehidupanku.

Kesetiaan Yang Teruji Kondisi
Kalau anda sudah punya seorang pacar atau kekasih, apalagi yang sedang LDR-an (seperti saya.. hehehe) pasti pernah merasakan betapa kita ingin bertemu sang kekasih, sekedar untuk menyapa, melihat wajahnya, bertatapan mata ke mata, merasakan dan menikmati kisah cinta setelah sekian lama tak jumpa. Bukannya curcol nih, tapi memang begitulah keadaan ketika kita sedang menjalani hubungan LDR.

Orang bilang ketika menjalani LDR, hubungan akan menjadi rawan sekali. Ada satu komitmen yang tegas dan jelas yang harus dipegang antara kedua belah pihak. Menariknya lagi ketika LDR, mau berapapun duit yang kita keluarkan untuk ketemu, kita selalu mengusahakannya. Kita selalu berusaha untuk bertemu dan saling bercengkerama, saling bercerita, saling berbagi, dan saling berkomunikasi.

Nah begitu pula ketika kita berhubungan dengan Allah kita. Hubungan dengan Allah nggak perlu duit, cuman punya lutut pun kita bisa bertemu. Uniknya lagi kalau pacar kita terkadang lagi nggak mood saat diajak bicara, dia bisa malah ngambek. Berbeda dengan Allah kita. Ketika kita banyak curcol, banyak protes, dan kita belajar untuk jujur terhadap perasaan kita kepada Allah, maka Ia akan dengan sabar menjawab pertanyaan-pertanyaan kita. Ia selalu siap sedia di dalam kondisi apapun.

Bener juga sih. Pertanyaan yang harus kita renungkan adalah: ketika Allah sudah setia di dalam Dia menyediakan begitu banyak tuntunan dan berkat di dalam kehidupan kita, bisa nggak kita belajar untuk menyediakan diri kita di hadapanNya? Maukah kita datang saat ini dengan sebuah ungkapan syukur bahwa Ia adalah pribadi yang begitu setia dan adil, pribadi yang menyambut kita dengan sabar, pribadi yang mendengarkan setiap keluhan kita, Dia tidak pernah bosan untuk itu.

Kesetiaan Yang Tak Pernah Lupa
“Janji yang manis, kau tak kulupakan, tak terombang ambing lagi jiwaku…” sebuah lagu hymn yang sering banget dinyanyikan, berjudul Janji Yang Manis. Saya merenungkan kalimat-kalimat di dalam lagu itu.

Pernahkah kita berhutang sesuatu kepada seseorang? Ketika kita berhutang, kita punya dua sikap, apakah kita akan bersikeras melunasinya, atau berharap bahwa orang tersebut akan melupakan bahwa kita pernah berhutang kepadanya. Itu kalau hutang, kalau kita yang ternyata memberikan pinjaman sesuatu kepada orang lain? Kita selalu berharap bahwa orang tersebut tanpa ditagihpun akhirnya akan mengembalikannya (apalagi kalau ada bunganya! J)

Contoh lain: buat teman-teman nih, kira-kira pasti ingat donk ulang tahun dari pacarnya. Bagaimana kalau kita sampai melupakan tanggal tersebut? Wah bahaya! Begitu juga kalau misalnya pacar kita melupakan tanggal ulang tahun kita. Kira-kira gimana perasaan temen-temen?

Kalau kekasih kita saja begitu punya hasrat dan ingatan untuk terus mengingat kita, bahkan sesuatu yang kadang kurang bermakna, bagaimana dengan Allah yang menciptakan kita, yang janjiNya sudah begitu teruji? Ia tidak pernah melupakan setiap detil yang kita kerjakan di dalam hidup kita. KesetiaanNya adalah kesetiaan yang kekal, yang tak pernah sekalipun Ia melupakan setiap hal yang kita kerjakan.

Menarik untuk kita renungkan, kapan terakhir kali kita mengingat Allah? Apakah itu saat kita mendapatkan begitu banyak berkat? Ataukah justru saat kita merasa begitu banyak hal yang tidak dapat kita tangani sendiri sebagai manusia barulah kita menghadap kepadaNya? Yuk kita jujur mengintrospeksi pribadi kita masing-masing, apakah dalam hidup kita justru kita lupa untuk bersyukur tetapi selalu ingat kalau kita protes kepadaNya? Seberapa tingkat syukur kita manakala kita masih diijinkan untuk datang kepadaNya secara langsung di dalam doa-doa kita?

KisahNya Atas Hidup Kita
Saat ini saya mengajak setiap kita untuk dapat merenungkan betapa Allah kita adalah Allah yang menyusun kisah hidup kita. Renungkan bahwasanya ketika sampai saat ini kita bisa hidup, bukankah semuanya itu hanyalah karena kemurahan kasih Allah?

Aku merenungkan di dalam kisah hidupku. Lahir di keluarga yang sederhana, dengan tingkat kedisiplinan orang tua yang begitu tinggi. Aku lahir dengan kondisi tidak sempurna di dalam kehidupanku. Aku punya kecacatan di tanganku yang membuat aku minder sampai aku SMA, bahkan sampai kuliahpun aku takut ketika aku harus bertemu dengan seorang wanita. Aku tidak punya prestasi yang begitu “wah”, dan aku bukanlah pribadi yang berani untuk ngomong di depan umum.

Sampai suatu kali aku diperkenalkan kepada Pribadi yang agung itu. Pribadi yang menebus dosaku, Pribadi yang tidak pernah meninggalkan aku, yang selalu menuntun aku dalam menjalani kehidupan ini. Pribadi itulah yang membuat aku sadar betapa kehidupan ini kalau aku jalani sendiri maka aku bisa kelelahan di dalam menjalaninya.

Kisah itu berlanjut dengan aku berhasil menyelesaikan studi S1ku dengan begitu banyak hal di dalamnya. Sahabat-sahabat yang baru, pelayanan di gereja, dan begitu banyak tanggung jawab yang Tuhan mulai berikan. Bagaimana dengan pasangan hidup? Oh Tuhan memberikan sepaket, dan itu yang Tuhan berikan ketika aku studi S2. Namanya adalah Jessica, seseorang yang Tuhan ijinkan untuk hadir di dalam kehidupanku, yang mana aku bergumul bersamanya tentang hubungan kami selama 14 bulan hingga akhirnya kami menjalani relasi LDR.
Apakah hanya sampai disitu?

Kalau selama aku hidup, ketika aku belum mengenal Dia, Ia sudah memberikan begitu banyak tuntunan, Ia begitu setia menantikan kehadiranku, bukankah Ia adalah Allah yang setia. Ia adalah Allah dari teman-teman juga. Allah yang juga menantikan teman-teman untuk mau belajar menyerahkan segalanya kepadaNya. Kekecewaan, beban hidup, pengalaman tersakiti, kekurangan, ataupun sebaliknya. Sukacita, damai sejahtera, itulah yang mau Tuhan sediakan di dalam kehidupan kita.

Kalau selama 25 tahun ini Tuhan sudah memberikan tuntunanNya, maka sampai kapanpun Ia akan menyusun dan menuliskan kisah itu. Andreas yang saat ini sedang bekerja di Bogor, yang sedang menjalani relasinya dengan Jessica, dan seterusnya. Ia terus menerus menuliskan kisah kesetiaanNya di dalam hidup kita. Kita mau tidak untuk melangkah bersamaNya? Ketenangan hidup yang Ia janjikan bukan hanya untuk 25 tahun. Sampai seterusnya mari kita belajar untuk tenang, menikmati kesetiaan kuasa kasihNya, dan terus belajar untuk berjalan di dalam trackNya.

Satu lagu untuk menutup perenungan ini. Sebuah lagu yang menyatakan betapa agungnya kasih Kristus, betapa Ia adalah pribadi yang setia, dan kita pun ingin belajar memaknainya atas hidup kita.

TENANGLAH KINI HATIKU

TENANGLAH KINI HATIKU
TUHAN MEMIMPIN LANGKAHKU
DI TIAP SAAT DAN KERJA
TETAP ‘KU RASA TANGAN-NYA

REFF:
TUHANLAH YANG MEMBIMBINGKU
TANGANKU DIPEGANG TEGUH
HATIKU BERSERAH PENUH
TANGANKU DIPEGANG TEGUH

TAK KUSESALKAN HIDUPKU
BETAPA JUGA NASIBKU
SEBAB ENGKAU TETAP DEKAT
TANGAN-MU ‘KU PEGANG ERAT

‘PABILA TAMAT TUGASKU
KAU B’RIKAN KEMENANGAN-MU
TAK KUTAKUTI MAUT SERAM
SEBAB TANGANKU KAU GENGGAM