Apa bayangan saudara ketika
mendengar mengenai kekayaan? Seperti apa sih sebenarnya kaya itu? Apakah ketika
kita bisa memiliki segalanya di dalam hidup ini? Kita punya banyak simpanan
deposito, simpanan rumah, simpanan istri (uuppss), dan berbagai simpanan,
begitukah yang disebut kaya? Ataukah mungkin bukan berlimpah harta, tapi
berlimpah kedudukan. Misalkan kita menjadi presiden dari sebuah negara yang
adikuasa, maka kita adalah orang yang kaya?
Redefinisi
Kekayaan
Perenungan ini coba kita mulai
dengan membaca surat dari Paulus kepada jemaat Korintus, di dalam 2 Korintus
8:1-9. Selagi kita membukanya, mari kita tahu dulu latar belakang jemaat
Korintus. Korintus adalah sebuah kota metropolitan di jaman itu, dan kita bisa
membayangkan betapa jemaat di dalamnya bukanlah jemaat yang bermasalah tentang
keuangan.
Saudara-saudara, kami hendak
memberitahukan kepada kamu tentang kasih karunia yang dianugerahkan kepada
jemaat-jemaat di Makedonia. Selagi dicobai dengan berat dalam pelbagai
penderitaan, sukacita mereka meluap dan meskipun mereka sangat miskin, namun
mereka kaya dalam kemurahan.
(2Korintus
8:1-2)
Secara jelas Paulus mencoba
memberitahu jemaat Korintus mengenai keadaan jemaat Makedonia pada saat itu.
Jemaat Makedonia “dicobai dalam pelbagai penderitaan”. Artinya bahwa mereka
bukanlah sebuah jemaat yang kaya secara dunia. Kalau menurut definisi di awal
artikel ini, jelaslah bahwa jemaat Makedonia bukanlah jemaat yang seperti itu.
Tetapi menarik apa yang dikatakan
Paulus kalau kita renungkan. Kita melihat Paulus berkata: “mereka kaya dalam
kemurahan”. Apa maksudnya? Bahwasanya kekayaan yang disebutkan Paulus adalah
kekayaan dimana justru di dalam kekurangan kita, kita bisa memberikan yang
terbaik. Mereka memberi di dalam kemurahan mereka, dan itulah yang Tuhan
kehendaki untuk kita kerjakan. Itulah mengapa ketika di dalam perumpamaan
tentang janda miskin yang memberikan sepeser uang persembahan, itulah yang
berkenan di hadapan Allah.
Bagaimana kita menanggapi hal
ini? Kita kembali merenungkan seperti apa sikap kita ketika kita menghadapi
berbagai pergumulan di dalam hidup kita. Bukan melulu masalah uang, tetapi
ketika kita sedang galau, pertanda yang sering menjadi perhatian adalah kita
menjadi orang yang berfokus pada diri sendiri. Sedangkan kita melihat jemaat
Makedonia, kita bisa melihat apa yang menjadi fokus hidup mereka bukanlah diri
mereka, tetapi kepada orang lain.
Beroleh
Kasih Karunia dalam Pelayanan
Aku bersaksi, bahwa mereka telah
memberikan menurut kemampuan mereka, bahkan melampaui kemampuan mereka. Dengan
kerelaan sendiri mereka meminta dan mendesak kepada kami, supaya mereka juga
beroleh kasih karunia untuk mengambil bagian dalam pelayanan kepada orang-orang
kudus. Mereka memberikan lebih banyak dari pada yang kami harapkan. Mereka
memberikan diri mereka, pertama-tama kepada Allah, kemudian oleh karena
kehendak Allah juga kepada kami.
(2Korintus
8:3-5)
Paulus melanjutkan suratnya
dengan sebuah kesaksian yang begitu menarik. Dikatakan disini bahwa jemaat
Makedonia meminta dan mendesak kami (Paulus dan rekan-rekannya) untuk jemaat
tersebut dapat melibatkan diri di dalam pelayanan. Bayangkan ketika anda
berniat meminta proposal kepada seseorang yang kaya, tetapi ditolak, dan
kemudian anda melihat seorang yang biasa-biasa saja tiba-tiba menghampiri anda
dan memberikan anda sejumlah uang untuk membantu anda. Demikianlah kehidupan
jemaat Makedonia yang diberikan berkat. Mereka memaknai bahwa setiap hal yang
sudah Allah sediakan bukanlah untuk mereka nikmati sendiri tetapi dapat menjadi
suatu berkat bagi kemuliaanNya.
Manakala merenungkan hal ini,
kita diajak untuk memaknai kembali berbagai berkat yang sudah Tuhan berikan di
dalm kehidupan kita. Begini lho, rumusNya itu bukan hanya berhenti bahwa ketika
kita diberikan sesuatu maka sesuatu itu akan menjadi milik kita. Eits tunggu
dulu! Ketika Allah memberikan sesuatu berkat, Allah meminta kita untuk dapat
melakukan yang terbaik dari pemberianNya itu.
Bukankah itu yang sering kita
lupakan? Kita memohon dan berdoa agar kita diberikan banyak uang tetapi
ternyata uang itu kita nikmati sendiri. Kita berdoa agar mendapatkan seorang
pacar yang cantik tetapi jadi malas untuk melayani. Kita diberikan berbagai
fasilitas oleh Allah di dalam gereja kita tetapi kita tidak mau belajar untuk
memaksimalkan setiap pemberian itu. Bukankah hal itu sesuatu yang manusiawi? Benar
sih manusiawi, tetapi bukankah itu menjadikan kita sama seperti dunia?
Jemaat Makedonia tahu betul bahwa
mereka punya sebuah misi untuk mereka jalani. Disebutkan bahwa mereka “memberikan
diri pertama kepada Allah, kemudian kepada kami (Paulus dan rombongannya)”.
Dasar dari pelayanan mereka adalah “memberikan diri pertama kepada Allah”,
artinya bahwa mereka menyadari bahwa inti dari pelayanan yang mereka kerjakan
adalah agar nama Tuhan yang dimuliakan. Tidak berhenti sampai disitu, ada
tindakan konkrit yang mereka kerjakan untuk memuliakan Tuhan.
Pelayanan
Penuh
Sebab itu kami mendesak kepada
Titus, supaya ia mengunjungi kamu dan menyelesaikan pelayanan kasih itu
sebagaimana ia telah memulainya. Maka sekarang, sama seperti kamu kaya dalam
segala sesuatu, --dalam iman, dalam perkataan, dalam pengetahuan, dalam
kesungguhan untuk membantu, dan dalam kasihmu terhadap kami--demikianlah juga
hendaknya kamu kaya dalam pelayanan kasih ini.
(2Korintus
8:6-7)
Kalau kita baca ayat ini,
sebenarnya ini adalah penegasan kembali bagaimana peran jemaat di Makedonia.
Kemudian juga disini Paulus menyebutkan bahwa kekayaan kasih itu berasal dari
pelayanan yang dikerjakan oleh mereka. Apakah berhenti sampai janji semata? Ternyata
tidak. Kita sering sekali membayangkan kalau kita punya banyak uang baru kita
mau menyumbang. Kita menunggu punya pekerjaan yang mapan dulu baru kita akan
mentraktir. Kita menunggu dapat rejeki dalam jumlah besar baru kita mau
memberikan sesuatu.
Apakah itu yang dilakukan jemaat
Makedonia? Kita perlu mengingat kembali bahwa kekayaan itu bukanlah masalah berapa banyak yang kita
dapatkan, melainkan kekayaan itu kita rasakan manakala kita merasa cukup atas
segala hal yang kita miliki dan kita kerjakan. Tidak berhenti sampai disana.
Ketika kita bisa memberikan segala sesuatu, dan kita mengusahakan segala
sesuatu untuk memenuhi kebutuhan orang lain, disitulah kita menjadi seseorang
yang benar-benar kaya.
Dasar
Kekayaan Adalah Teladan Kristus
Aku mengatakan hal itu bukan
sebagai perintah, melainkan, dengan menunjukkan usaha orang-orang lain untuk
membantu, aku mau menguji keikhlasan kasih kamu. Karena kamu telah mengenal
kasih karunia Tuhan kita Yesus Kristus, bahwa Ia, yang oleh karena kamu menjadi
miskin, sekalipun Ia kaya, supaya kamu menjadi kaya oleh karena kemiskinan-Nya.
(2Korintus 8:8-9)
Salah satu hal yang paling
menarik di dalam pemahaman iman Kristen adalah kita memiliki Allah yang
memberikan segalanya sekaligus juga memberikan teladan atas kehidupan kita. Ia tidak
sekedar memerintahkan kita melakukan segala sesuatu, tetapi Ia adalah Allah
yang solider, yang merasakan juga bagaimana kehidupan sebagai seorang manusia
melalui Yesus Kristus.
Menarik disebutkan Paulus disini
bahwa jemaat bukan diminta untuk “tahu” mengenai Tuhan Yesus, tetapi kata yang
digunakan disini adalah “MENGENAL”. Ilustrasinya seperti ini. Ketika anda
memiliki seorang kekasih, anda bukan hanya tahu bahwa dia adalah seseorang yang
cantik. Tentu saja anda harus mengenalnya bukan? Hal-hal apa yang ia suka, hal
yang tidak ia suka, karakternya seperti apa, dan seterusnya.
Sama juga dengan iman Kristen.
Kita tidak sekadar di indoktrinasi di dalam iman kita. Kita bukan hanya membaca
alkitab dan tahu isi alkitab tetapi tidak melakukannya dalam kehidupan
sehari-hari. Iman Kristen adalah iman yang hidup, yang seharusnya melalui
teladan Yesus Kristus kita bisa melakukan tindakan kita sehari-hari seperti
yang Ia kerjakan selama ada di dunia.
Ayat ini menyebutkan, bahwa Yesus
yang kaya telah menjadi miskin. Paulus mengacu kepada pemahaman bahwa Allah
yang mahabesar justru rela turun ke dunia untuk menjadi sama seperti manusia.
Allah yang maha tinggi justru menjadi pribadi yang begitu hina sampai
kematianNya pun merupakan salah satu penghinaan terbesar. Tetapi justru melalui
kematian Kristus itulah keunikan iman Kristen dinyatakan. KebangkitanNya
membawa suatu pengharapan, dan dari kehidupanNya selama 3 tahun pelayananNya
kita boleh belajar banyak hal bahwa melayani Tuhan itu tidak berhenti di dalam
pemahaman saja, tetapi pengenalan pribadi, keintiman pribadi denganNya.
Oleh karena kemiskinanNya, di
dalam anugrah terbesar yang sudah Ia kerjakan di dalam kehidupan kita, kita
menjadi pribadi yang mampu mengerjakan yang terbaik bagi orang di sekitar kita.
Kasih Karunia Tuhan adalah sesuatu yang jauh lebih cukup yang menjadi dasar
kita untuk melayani orang lain di sekitar kita. Ketika tindakan kita
sehari-hari memaknai karya Kristus, maka orang lain akan merasakan sebuah
dampak, sebuah perbedaan bahwa kita telah menjadi anggur yang tercurah bagi
kemuliaanNya. Siapkah kita memancarkan manisnya kasih Kristus, anugrah yang
tidak terbatas itu?
Soli Deo Gloria!