Total Pageviews

Friday, September 30, 2016

Dosa dan Kesetiaan Allah



1Yohanes 1:9 
Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan. 

“Aku takut… Aku bimbang… Setelah sekian lama aku jadi Kristen, aku sudah percaya Tuhan Yesus, tetapi tetep aja aku melakukan hal itu.. kenapa yah…”

Beberapa hari yang lalu aku mendengar kalimat ini dari seorang teman yang sudah melayani. Bahkan dia adalah seorang ketua pemuda di sebuah gereja. Dia mengaku bahwa setelah sekian lama dia melayani, dia punya relasi dengan Tuhan melalui saat teduhnya, tetapi hal itu tidak lantas membuat dia bebas dari dosa. Dia masih punya sebuah kebiasaan berdosa dan kebiasaan itu ia lakukan berhari-hari.

Dosa
Dosa… Apa sebenarnya yang dimaksud dengan dosa? Dalam bahasa aslinya, dosa berarti “meleset dari sasaran”. Bayangkan kita bermain dart, ada sebuah titik di tengah (biasanya nilainya 10) dan kemudian kita diminta melemparkan dart itu. Kemudian kita mengenai angka 9. Good job bukan? Tetapi jikalau kita melihat definisi dosa dari alkitab, maka it’s not good enough.

Definisi dosa menurut alkitab adalah kalau ada range nilai 1-10 dan kita mendapatkan hasil 10, itulah baru yang namanya tidak berdosa. Tetapi kalau kita melakukan sesuatu dan nilainya 9,99 pun, tetap saja itu merupakan dosa. Itulah yang disebut dosa. Kalau begitu apakah ada orang yang begitu perfect yang bisa mendapatkan “nilai maksimal” tersebut?

Tidak hanya itu saja. Dosa selain berarti tidak melakukan sesuatu yang buruk, ada 1 lagi yang merupakan dosa. Apa itu? Yakni manakala kita tahu bahwa kita harus melakukan sesuatu yang benar tapi kita tidak melakukannya. Contoh ketika kita melihat teman kita sedang membutuhkan tumpangan, tetapi kita tidak memberikan tumpangan kepadanya, maka itupun dosa. Loh, kan dia gak butuh tumpangan, toh dia bisa naik angkutan umum? Tidak seperti itu cara kerjanya!

Keterikatan Terhadap Dosa
Selama kita hidup di dunia ini, kita akan selalu bergumul dengan dosa. Kita selalu akan menghadapi tantangan-tantangan untuk kita apakah kita dapat hidup seturut dengan kehendak Allah atau tidak. Tentu hal ini menjadi menarik manakala kita melihat lagi bahwa kita hidup di dalam periode penyertaan Roh Kudus.

Tidal peduli bagaimana sucinya kehidupan kita. Tidak peduli bagaimana track record dari pelayanan kita. Entah kita jemaat biasa, ketua majelis, pejabat gerejawi, bahkan pendeta sekalipun selalu punya hal yang membuat mereka di cap sebagai manusia berdosa.

Tetapi kita kembali kepada apa yang alkitab katakan – bahwa memang benar semua orang itu berdosa. Tetapi untungnya kita tidak hanya berhenti pada Roma 3:23, karena selanjutnya ada Roma 3:24

Roma 3:23  Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah, 
Roma 3:24  dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus.

Mengaku di Hadapan Allah
Pengampunan memang sudah Ia berikan atas dosa-dosa yang kita perbuat. Kita kembali menjadi pribadi yang dibenarkan oleh anugrah mengenai karya Yesus Kristus. Selanjutnya apa? Apakah kemudian kita boleh berbuat dosa? Sekali-kali tidak. Tetapi menariknya dari Allah yang kita sembah di dalam Yesus Kristus adalah ini: bahwa sekali-kali ketika kita berdosa, kita dapat mengakui segalanya. Pengakuan itulah yang sebenarnya dinantikan oleh Allah untuk kita dapat datang kepadanya.

 Allah yang rindu untuk kita boleh datang kepadaNya di dalam pengakuan dosa kita. Sadarkah kita akan hal itu? Pertanyaan itu akan disambung lagi dengan sebuah pertanyaan : benarkah kita rindu buat menghadap Dia sehari-hari untuk mengakui kelemahan kita, bahwa tanpa anugrah Allah, semua yang kita kerjakan ujungnya ialah maut?

Ketenangan batin itu Ia sediakan manakala kita mau datang kepadaNya dalam doa. Ia dengan setia menantikan kita. Itulah yang disebutkan oleh Yohanes.

Ia Setia dan Adil
Ada sebuah kisah menarik, antara Mary dan George. Mary dan George adalah sepasang kekasih yang mana seharusnya setahun setelah hari ini, mereka akan mencapai pelaminan. Tetapi ada sebuah kondisi perang, dimana George harus berangkat ke luar negeri untuk membela negaranya. Sebulan, dua bulan, selalu ada kabar dari George. Di dalam satu surat balasannya kepada George, Mary menuliskan “ketika kamu kembali kemari, aku akan siap untuk menerimamu dalam hidupku”. Kemudian setelah setahun lebih, perang belum usai, namun surat itu berhenti sampai ke tempat Mary.

Mary yang kuatir kemudian menanyakan kepada komandan George dan komandannya pun kesulitan menjawabnya. Ternyata status George saat itu adalah “Missing in Action”. Kemudian setahun kemudian, ada ketukan di pintu rumah Mary. Ibunda Mary segera membukakan pintu itu, dan tebak siapa yang datang ke rumah itu? Ternyata itu adalah George yang sudah pergi selama 2 tahun.

Mary pada saat itu mengalami depresi yang luar biasa. Dan sejak seminggu sebelum kepulangan George, ia sudah mengenakan gaun yang akan dipakainya di hari H pernikahan mereka. Ketika George masuk ke kamar Mary, segera ia berlari dan memeluk George yang masih dalam kondisi dekil setelah ia kembali dari medan perang itu.

Bayangkan kisah ini, dimana Mary menantikan kepulangan tunangannya untuk akhirnya mereka bisa bersatu lagi. Itulah rasa rindu Allah atas kehidupan kita. Ia menantikan kita untuk datang kepada-Nya, membawa hancur hati kita manakala kita mau belajar mengakui setiap dosa kita. Dikatakan di dalam ayat ini bahwa Ia adalah setia dan adil.

Dosa akan menimbulkan sebuah konsekuensi – kita tidak dapat menghindari hal tersebut. Tetapi di satu pihak, kesetiaan Allah yang menantikan kita untuk datang kepada-Nya juga bukanlah suatu hal yang main-main. Ia menantikan kita untuk kita datang dengan hancur hati, yang mana Ia mau membebaskan kita dari dosa tersebut. Ia ingin agar kita dapat menikmati hidup di dalam kekudusan sehingga ada suatu rasa rindu di dalam diri kita untuk memuji dan memuliakan Dia.

Jadi tunggu apa lagi? Mari datang kepada-Nya ketika kita mau mengakui setiap dosa kita. Mari bawa hati kita yang hancur akibat dari dosa itu kepada-Nya. Biarkan Dia menyusun satu per satu serpihan hancurnya hati itu menjadi hati yang baru. Hati yang suci, hati yang rindu untuk selalu dekat kepada-Nya. Hati yang rindu untuk menjadi kemuliaan bagi Dia. Semuanya itu karena kita berharga di mata-Nya, dan kita menjadi “biji mata Allah”

Soli Deo Gloria!

Tuesday, September 27, 2016

Jujur Kepada Allah

Kekecewaan Terhadap Allah

“Aku udah males lah mau ngapa-ngapain. Sepertinya apapun yang aku kerjain gak ada nilainya. Sama aja kok selama ini aku kerja keras tapi juga gak dihargai, sedang mereka yang kerjanya biasa-biasa aja tapi malah dapat kenaikan gaji.” Sejatinya, kalimat seperti itu juga dulu pernah aku katakan. Ketika melihat bagaimana hidupku di masa aku belum sepenuhnya mengenal Tuhan, kalimat seperti itu sering sekali keluar.

Ah mungkin teman-teman sudah pernah membaca kisahku ya? OK aku ulangin. Aku dilahirkan di keluarga Kristen. Orang tuaku merupakan orang-orang yang taat banget beribadah ataupun pelayanan. Yap, papa adalah salah satu dari pendiri Persekutuan Mahasiswa Antar Universitas (Perkantas) yang ada di Malang.

Tetapi satu hal yang di awal masa-masa hidupku tidak dapat aku terima adalah sebuah ketidaksempurnaan yang ada di dalam diriku.
Ketidaksempurnaan macam apa? Oiya aku punya sebuah cacat di tanganku. Bahkan pada saat SMP aku sempat begitu minder karena tanganku yang begitu tidak sempurna. Aku sempat menangis di hadapan 1 kelas manakala aku tidak bisa memainkan alat musik (recorder) dan sejak saat itu aku menyadari bahwa aku tidak akan pernah bisa memainkannya.

Aku menyangka bahwa cacat ini karena Tuhan sama sekali gak sayang ama aku. Gimana ya, kok bisa sih katanya papa pelayan Tuhan. Mama juga merupakan seorang pribadi yang baik. Tapi kenapa sih aku dilahirkan seperti ini?

Unanswered Question

Berkali-kali aku memikirkan, kok bisa sih aku menjadi pribadi model begini? Kecacatan yang ada di tanganku ini membuat aku menjadi pribadi yang “nakal”. Maksudnya? Aku menjadi pribadi yang sama sekali tidak peduli dengan orang-orang sekitarku. Aku menjadi pribadi yang menikmati kesendirianku. Aku menjadi minder dan di saat itulah aku mulai mempertanyakan “apakah Tuhan sungguh baik?”

Waktu itu aku ingat betul ada sebuah lagu yang terkenal yang berjudul “Seperti Yang Kau Ingini”. Lagu ini menjadi suka aku dengarkan manakala aku mengikuti retret di sekolah. Tetapi ketika aku mencoba untuk menikmati lagu itu, aku sama sekali tidak dapat memaknainya. Sepertinya kok Tuhan menjadi pribadi yang begitu semena-mena kepadaku? In other words, why me, Lord?

Pertanyaan itu tidak pernah terjawab semasa aku sekolah hingga lulus ke perkuliahan. Aku kuliah di Surabaya, jauh dari orang tua – setidaknya menikmati hidup di kos-kosan. Tetapi aku sama sekali tidak mencari jawaban atas pertanyaanku sebelumnya.

Kelegaan di dalam Anugrah

Francis Thompson dalam puisi yang ia tulis berjudul “The Hound of Heaven” menggambarkan Allah seperti seekor anjing pemburu yang tiada lelah untuk menangkap buruannya sampai menemukannya. Itulah yang Tuhan lakukan di dalam hidupku. Tanpa kenal lelah Ia memberikanku kesempatan untuk bertemu dengan seorang kakak pembina yang mengajarkan aku mengenai Kekristenan.

Aku bukannya seorang yang atheis. Aku percaya bahwa Allah ada, tetapi aku tidak dapat merasakan kehadiranNya. Aku ke gereja setiap minggu untuk mengikuti sekolah minggu, tetapi aku sama sekali tidak merasakan kehadiranNya, atau mungkin… aku tidak mau tahu bahwa Ia hadir di dalam hidupku. Seiring berjalannya waktu aku ada di Surabaya, aku bertemu dengan seorang kakak yang mengajarkan aku betapa berharganya hidup bersama dengan Allah.

“Roma 3:23-24” katanya

Kak Ivana memberikan ayat itu manakala aku menghadapi wawancara untuk mengikuti sebuah kepanitiaan. Kemudian langsung menyerang aku dengan berbagai pertanyaan yang mengarahkan aku betapa besarnya ternyata karya Allah atas kehidupanku. Ini membuat aku berpikir sekaligus tidak dapat berkata apa-apa lagi. Serasa aku ditangkap oleh anugrah Allah.
Tidak berhenti di sana. Ia membukakan lagi surat Paulus kepada jemaat di Efesus.

“Efesus 2:8-10” lanjutnya

Ayat-ayat itu begitu menyerang kesombonganku. Aku yang merasa bahwa selama ini aku baik-baik saja sekalipun tidak dikasihi Allah, bahkan menganggap bahwa Ia begitu tidak adil, segala asumsi itu runtuh. Aku hanyut di dalam tangisku. Malamnya aku bener-bener berdoa, dan aku ambil sebuah alkitab. Aku begitu menikmati momen itu. Momen pertemuan pertamaku dengan Dia.

Cinta Pertama… Benarkah?

Pernah kan temen-temen ngerasain rasanya jatuh cinta pada pandangan pertama? Itulah yang aku rasain ketika aku pertama kali membaca alkitab. Aku mencoba untuk mencatat setiap hal yang aku dapatkan. Ketika aku berbicara kepada-Nya, aku merasakan kehangatan yang begitu luar biasa. Tetapi.. sampai kapan sih hal itu bertahan?

Ketika menyadari bahwa ketika aku mencintai Tuhan, maka akan begitu banyak hal yang aku dapatkan, aku sama sekali tidak merasakan itu. Mengapa? Karena aku ternyata tidak mencintai-Nya dengan segenap hatiku. Aku berharap bahwa kecintaanku dan kerajinanku membaca alkitab, mencatat hal yang kudapatkan, akan membawa aku kepada kemakmuran secara jasmani.

Opening My Diary

Aku menuliskan catatan hasil saat teduhku pada sebuah buku. Setiap hari aku mengisinya, dan mencatat berbagai hal yang aku dapatkan. Satu hal yang aku sadari dalam pencatatan itu adalah: ternyata aku sama sekali tidak memaknai apa yang aku catat.
Salah satu catatanku dalam penafsiran alkitabku secara pribadi adalah sebagai berikut:

“Tuhan sama sekali tidak tertarik dengan kekayaan ataupun kemampuan kita. Tetapi Ia begitu tertarik akan kesetiaan kita di dalam menikmati karya keselamatan yang Ia berikan. Melalui apa? Melalui setiap tindakan kita untuk memuji dan memuliakan Tuhan”

Sontak aku terkejut manakala aku membaca kalimat itu. Bener nggak sih aku menulis seperti itu?
Aku merasa bahwa itulah kebenaran yang ingin Tuhan ungkapkan. Bahwa setiap kekecewaan yang aku alami selama ini akan diubahkan menjadi sukacita yang tiada tara manakala aku belajar menyerahkan hidup ini kepadaNya.

Allah yang Menjadi Sama Seperti Manusia

Semakin aku belajar dan mendalami arti kekristenan yang sesungguhnya, semakin aku sadar bahwa kekristenan begitu unik. Tidak ada agama lain di dunia yang menunjukkan betapa besar kasih Allah selain daripada kekristenan. Allah yang merelakan Anak-Nya yang tunggal untuk mati menebus dosa dunia, menghancurkan kuasa dosa.

Tetapi sekaligus juga kita melihat pribadi Allah yang begitu jujur melalui Yesus Kristus. Yesus merupakan pribadi yang begitu jujur terhadap perasaan-Nya tentang suatu hal. Ia sedih ketika melihat Martha dan Maria mengalami musibah kematian Lazarus. Ia begitu bergumul manakala Ia akan menghadapi salib. Ia dengan marah menghancurkan meja-meja penukar uang di Bait Allah.
Yesus merasakan apa yang dirasakan manusia. Ini menunjukkan bahwa setiap perasaan yang kita alami merupakan anugrah Allah. Tetapi di balik semua hal yang dialami oleh Yesus, ada sebuah tujuan yang jelas mengenai pemaknaan-Nya tentang hidup. Apa itu? tidak lain dan tidak bukan adalah “SOLI DEO GLORIA”

‘Ku Ada Sebagaimana ‘ku Ada

Inti dari perenungan ini… aku merasakan dari awal bagaimana kekecewaanku kepada Allah justru membuatku mengenal Dia dan semakin hari semakin bertumbuh di dalam Dia. Kekecewaan itu membawaku untuk ingin lebih dekat mengenal Dia. Ini lho yang aneh. Ada sebuah momen di mana aku mempertanyakan apa sih sebenarnya rencana Allah dalam hidupku manakala aku diciptakan dengan berbagai kekurangan di dalam diriku.

Tetapi dengan tangan-Nya yang lembut, Ia meraihku. Ia menangkap aku dan Ia tidak pernah melepaskan aku!

Setiap kita yang pernah merasa kecewa kepada Tuhan, mari kita belajar jujur di hadapan Dia. Dia menantikan kejujuran perasaan kita kepada-Nya. Apakah kita cuman nggombal di hadapan Allah, ataukah kita kepengen banget untuk bener-bener mencurahkan isi hati kita kepada Raja di atas segala raja?

Sebagai penutup, mari kita coba melihat bagaimana Yeremia dan Paulus dengan jujur menyatakan perasaan mereka kepada Allah:

Yeremia 15:18 
Mengapakah penderitaanku tidak berkesudahan, dan lukaku sangat payah, sukar disembuhkan? Sungguh, Engkau seperti sungai yang curang bagiku, air yang tidak dapat dipercayai.

Dan apakah jawab Allah?

Yeremia 15:21 
Aku akan melepaskan engkau dari tangan orang-orang jahat dan membebaskan engkau dari genggaman orang-orang lalim."


Paulus
2Korintus 12:8-9
Tentang hal itu aku sudah tiga kali berseru kepada Tuhan, supaya utusan Iblis itu mundur dari padaku. Tetapi jawab Tuhan kepadaku: "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna." Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku.

Yeremia dan Paulus telah merasakan bagaimana penderitaan mereka, dan mereka mendapatkan jawaban atas setiap hal yang mereka hadapi. Mungkin kita tidak langsung mendapatkan jawaban yang kita inginkan dan kita harapkan. Kita malah takut mendengar jawaban Tuhan atas kejujuran perkataan kita. Tetapi percayalah, setiap hal yang Ia kerjakan dalam kehidupan setiap kita itu unik. Tidak ada satu orang pun yang memiliki nasib yang sama, dan itu menunjukkan betapa setiap proses yang kita lalui hendaknya dapat kita lalui dengan setia sampai akhir.

Soli Deo Gloria!