Seringkali orang
Kristen terbiasa mengatakan tentang karma. Kalau dia disakiti oleh seseorang,
langsung pasang status BBM, Facebook, dan Twitter serta social media lain “KARMA does exist.” Menarik untuk
dicermati bahwa sebenarnya sebagai seorang Kristen, kita dituntut untuk kritis
dan belajar melihat lebih dalam, suatu terminologi yang populer ternyata
tidaklah sesuai dengan kebenaran Firman Tuhan.
Kalau
diperhatikan dari asal-usulnya, istilah karma yang biasa dipakai oleh
orang-orang pada umumnya dikaitkan dengan suatu pembalasan yang menimpa
seseorang karena menyakiti seseorang. Misalkan si A adalah seorang yang
menyayangi anaknya. Maka anak si A juga akan tumbuh sebagai seseorang yang
menyayangi anaknya lagi, begitu pula seterusnya.
Apakah karma
adalah sesuatu yang benar-benar ada? Bagaimana seharusnya orang Kristen
memandang karma?
Alkitab
memberikan penjelasan tentang penolakan karma, yang mana terdapat dalam injil
Yohanes 9. Apabila diperhatikan pada ayat 3, penolakan Yesus terhadap
reinkarnasi dan karma terlihat jelas disana. Bukan karena orang tuanya berdosa
maka orang tersebut buta, namun karena itupun merupakan rencana Allah yang ada
pada orang tersebut.
Orang Kristen
yang benar memiliki konsep tabur-tuai. Maksudnya adalah kita menabur di dalam
rencana Allah dan pada suatu hari nanti entah sempat atau tidak, hasil taburan
itu akan dituai entah diri kita ataupun orang lain. Seluruh kejadian di dunia
ini sebenarnya saling berkaitan satu dengan yang lain, konsep pilihan dan
pengaruh memegang peranan penting di dalam sejarah kehidupan manusia, yang
sudah dikontrol oleh Allah. Seluruh kehidupan kita dikontrol oleh Allah tanpa
terkecuali satu titik dalam kehidupan kita pun.
Ketika percaya
kepada keberadaan karma, kita sedang di dalam suatu bahaya:
1. Kita
jadi berbuat baik, bukan karena kesadaran bahwa kita sudah ditebus, namun
karena kita ingin hal baik juga akan terjadi dalam kehidupan kita. Dasar kehidupan
kita akhirnya adalah imbalan dan upah, dan kita menuntut adanya suatu improvement dalam kehidupan kita apabila
kita berbuat baik. Kita lupa bahwa Allah sudah merancangkan yang terbaik di dalam
kehidupan kita (Roma 8)
2. Kasihilah
sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Hukum terutama yang disampaikan Yesus
ini didasari kepada mengasihi Tuhan dengan seluruh jiwa raga kita. Artinya bahwa
sumber kasih kita dan perbuatan kita didasari oleh iman kita kepada Tuhan,
bukan karena benefit / cost yang akan kita terima. Benefit dan cost sudah
diatur oleh Tuhan dan merupakan otoritas dari Tuhan sendiri.
3. Kritik
terhadap karma: berarti orang yang bejat total di masa lalunya, ia akan tetap
bejat di masa mendatang. Bagaimana mungkin orang yang jahat di masa lalunya
akan menjadi seorang yang baik? Kekristenan memiliki jawabannya: kembali kepada
Sang Juruselamat. Karma – yang akhirnya berkaitan dengan reinkarnasi akan
memaksa orang untuk hidup dalam kesengsaraan, tidak dapat menikmati kehidupan
yang sudah ditebus oleh sang Juruselamat.
4. Secara
tidak langsung, orang Kristen sering menghidupi view tentang karma ini. Apabila
disakiti seseorang maka cenderung kita ingin agar suatu saat orang yang
menyakiti kita akan disakiti. Hal ini sangat lumrah terjadi dan itulah
sebenarnya natur manusia berdosa. Kita harus ingat bahwa penghukuman maupun
rejeki, semuanya itu tidak tergantung dari orang yang melakukannya, tetapi
karena Tuhan sudah merencanakan hal tersebut. Tuhan adalah pribadi yang tidak
dapat disogok dengan perbuatan baik kita. Dosa selalu memiliki konsekuensi
logis, namun penghukuman yang dilakukan Allah itu sudah genap di dalam Kristus
Jadi? Selamat
berpikir kritis. Kita hidup di dunia yang penuh dengan terminologi populer
tanpa tahu makna sesungguhnya dan implikasinya. Bagaimana sebagai orang Kristen
kita belajar untuk berpikir kritis atas realita yang ada di sekitar kita?
Satu-satunya cara ya mendekatkan diri kepada Tuhan dengan membaca dan
merenungkan FirmanNya, karena itulah sumber hikmat dan kekuatan.
Soli Deo Gloria!
No comments:
Post a Comment