Total Pageviews

Monday, August 5, 2013

Yerusalem! Let’s Go There! Sebuah Perenungan Tentang Visi dan Tujuan Hidup

Seringkali orang bertanya: apa sih tujuan hidupmu? Ini suatu pertanyaan yang mungkin sangat susah dijawab. Bagi orang Kristen, jawabannya sangat sederhana: “Memuliakan Tuhan dan menikmati Dia sepanjang waktu” seperti yang tertulis di Katekismus Singkat Westminster pertanyaan pertama. Sesederhana itu? Ternyata tidak juga. Sangat global bahkan. Memuliakan Tuhan? Seperti apa sih memuliakan Tuhan itu? Menikmati Tuhan?

Satu hal yang perlu kita pegang adalah: Mau atau tidak mau, suka atau nggak suka, Allah sudah merencanakan sesuatu di dalam hidup kita. Setiap detailnya sudah Tuhan atur sedemikian rupa. Ingat, Ia adalah Allah dengan kedaulatan yang penuh.

Sebuah refleksi dari Lukas 18:31 dan 34

Yesus memanggil kedua belas murid-Nya, lalu berkata kepada mereka: "Sekarang kita pergi ke Yerusalem dan segala sesuatu yang ditulis oleh para nabi mengenai Anak Manusia akan digenapi.
(Luk 18:31)

Akan tetapi mereka sama sekali tidak mengerti semuanya itu; arti perkataan itu tersembunyi bagi mereka dan mereka tidak tahu apa yang dimaksudkan.
(Luk 18:34)

Di dalam konteks visi dan tujuan hidup, ada beberapa prinsip yang kita bisa dapatkan dari ayat ini. Saya mencoba merefleksikannya:
1.       “Yesus memanggil kedua belas murid-Nya” lihat siapa yang Yesus ambil sebagai murid. Apakah mereka adalah orang-orang yang hebat? Secara manusiawi, mereka bukanlah orang-orang yang terpelajar. Mereka bukan orang-orang yang punya skill tinggi. Barangkali kalau diumpamakan sekarang, mereka bukanlah orang-orang seperti Bill Gates yang jenius, ataupun seperti Steve Jobs. Mereka bukan orang-orang yang bisa diandalkan. Bahkan mereka adalah orang-orang yang sebenarnya tidak memiliki apa-apa (dalam pengertian tertentu).
Namun orang-orang seperti inilah yang dipilih Tuhan menjadi orang-orang yang paling dekat dengan Dia. Orang-orang seperti Petrus yang sangat ceplas-ceplos, Thomas sang peragu, Matius yang merupakan pemungut cukai – apa hebatnya?
Tetapi nyatanya orang-orang seperti ini yang dipakai Tuhan bukan? Petrus yang berkotbah hingga menghasilkan 3000 orang bertobat. Thomas yang pada akhirnya mati martir di India. Ada banyak kisah, namun prinsip di sini adalah:

“Allah tidak memilih orang yang mampu melayani Dia dengan kekuatannya sendiri, tetapi Ia memilih orang-orang yang sadar betul bahwa tanpa Dia, ia tak bisa hidup dan ia bukanlah apa-apa”

2.       “Sekarang kita pergi ke Yerusalem…” Panggilan Allah itu terjadi secara real time di dalam hidup kita. Itu berarti bahwa di dalam kita menjalani hidup kita, panggilan Allah itu selalu nyata. Pertanyaannya adalah: kita peka atau tidak terhadap panggilan itu? Yerusalem adalah tempat di mana Tuhan Yesus akan menjalani rencana Allah yang ada di dalam diriNya. Itu adalah visi yang ditetapkan Allah dan Ia pergi ke sana untuk menjalaninya. Seutuhnya Dia patuh atas kehendak Bapa, sekalipun Ia tahu bahwa pada saat itu pula Ia akan dihujat, dicela, dan pada akhirnya disalib.
Bagaimana dengan hidup kita? Apakah kita sudah belajar untuk mengarah ke Yerusalem kita? Suatu tempat yang mana Allah memerintahkan kita untuk taat kepada panggilanNya. Tidak enak memang, apalagi kita tahu bahwa mungkin Yerusalem itu adalah tempat yang sangat jauh dari zona nyaman kita, tetapi Allah mengutus kita kesana. Bukankah itu suatu privilege yang luar biasa yang sudah disediakan Allah? Inilah prinsip berikutnya:

“Mau tidak mau, suka tidak suka, Allah sedang menuntun kita ke Yerusalem. Perlahan namun pasti Ia akan membawa kita menuju ke sana, dan Ia tidak main-main atas panggilan itu”

3.       “..dan segala sesuatu yang ditulis oleh para nabi mengenai Anak Manusia akan digenapi”. Tuhan Yesus tahu dengan segala resiko yang akan Ia alami saat Ia taat kepada Bapa, dan Ia taat! Di sinilah terlihat bagaimana kehendak Bapa ada di atas kehendak kita. Suka atau tidak, kita pasti akan mengalaminya juga. Tinggal tunggu waktu kapan Allah menggerakkan hati kita untuk melakukan sesuatu dalam hidup kita. Ia sedang melakukan sesuatu dan itu berarti kita tidak bisa menolaknya. Mungkin ada kalanya kita melihat bahwa rencana Allah itu merupakan suatu kegagalan di dalam hidup kita. Salib pada zaman itu identik dengan suatu kegagalan yang luar biasa. Salib adalah lambang kehinaan pada waktu itu. Namun demi menjalankan rencana Bapa, Tuhan Yesus melihat itu sebagai suatu keberhasilan.

“Apa yang dipandang orang sebagai suatu kegagalan, itu merupakan suatu keberhasilan di hadapan Tuhan. Kesuksesan kita sebagai orang beriman diukur dari rencana Tuhan apa yang sudah kita lakukan untuk kemuliaanNya.”

4.       “.. mereka sama sekali tidak mengerti..” Mereka adalah orang-orang yang dekat dengan Tuhan Yesus, bukan? Ya. Mereka yang dimaksud di sini adalah para rasul, orang-orang yang mendampingi Tuhan Yesus kemanapun Ia pergi. Bahkan orang-orang terdekatnya pun tidak mengerti apa yang Yesus maksud saat itu.
Sama juga mungkin dengan hidup kita. Kita merasa kehidupan kerohanian kita sudah dekat dengan Tuhan, tetapi sebenarnya kita tidak tahu apa yang Tuhan mau di dalam hidup kita. Bukankah ini sesuatu yang mengerikan? Ya betul! Kita terlalu sibuk untuk pelayanan mungkin, tetapi di dalam pelayanan itu, kita lupa menjaga relasi kita dengan Tuhan. Akhirnya pelayanan itu bukan merupakan sarana untuk memuliakan Tuhan, namun sebagai suatu sarana lain.
Prinsip yang berikutnya yang penting adalah:

“Hal yang paling indah dalam hidup kita adalah mengetahui apa yang Tuhan mau di dalam hidup kita, sehingga apapun yang kita kerjakan adalah untuk kemuliaan Tuhan. Semuanya itu dimulai dari relasi yang semakin dekat dengan Dia”

Jadi, siapkah kita melangkah menuju Yerusalem? Apakah kita mau mulai merenungkan kembali apa yang jadi tujuan hidup kita sebenarnya? Mungkin panggilan kita adalah peran yang kita lakukan saat ini di tempat kerja kita. Mungkin kita dipanggil ke daerah terpencil dan mengabarkan injil di sana. Mungkin pula kita diutus ke ranah politik. Apapun itu, mari kita belajar untuk terus menikmati proses yang dari Tuhan.


Soli Deo Gloria

No comments:

Post a Comment