Seringkali
orang bertanya: apa sih tujuan hidupmu? Ini suatu pertanyaan yang mungkin
sangat susah dijawab. Bagi orang Kristen, jawabannya sangat sederhana: “Memuliakan
Tuhan dan menikmati Dia sepanjang waktu” seperti yang tertulis di Katekismus
Singkat Westminster pertanyaan pertama. Sesederhana itu? Ternyata tidak juga.
Sangat global bahkan. Memuliakan Tuhan? Seperti apa sih memuliakan Tuhan itu? Menikmati
Tuhan?
Satu
hal yang perlu kita pegang adalah: Mau atau tidak mau, suka atau nggak suka, Allah
sudah merencanakan sesuatu di dalam hidup kita. Setiap detailnya sudah Tuhan
atur sedemikian rupa. Ingat, Ia adalah Allah dengan kedaulatan yang penuh.
Sebuah
refleksi dari Lukas 18:31 dan 34
Yesus memanggil kedua belas murid-Nya,
lalu berkata kepada mereka: "Sekarang kita pergi ke Yerusalem dan segala
sesuatu yang ditulis oleh para nabi mengenai Anak Manusia akan digenapi.
(Luk 18:31)
Akan
tetapi mereka sama sekali tidak mengerti semuanya itu; arti perkataan itu
tersembunyi bagi mereka dan mereka tidak tahu apa yang dimaksudkan.
(Luk 18:34)
Di
dalam konteks visi dan tujuan hidup, ada beberapa prinsip yang kita bisa
dapatkan dari ayat ini. Saya mencoba merefleksikannya:
1.
“Yesus memanggil kedua belas
murid-Nya” lihat siapa yang Yesus ambil sebagai murid. Apakah mereka adalah
orang-orang yang hebat? Secara manusiawi, mereka bukanlah orang-orang yang
terpelajar. Mereka bukan orang-orang yang punya skill tinggi. Barangkali kalau
diumpamakan sekarang, mereka bukanlah orang-orang seperti Bill Gates yang
jenius, ataupun seperti Steve Jobs. Mereka bukan orang-orang yang bisa
diandalkan. Bahkan mereka adalah orang-orang yang sebenarnya tidak memiliki
apa-apa (dalam pengertian tertentu).
Namun orang-orang seperti inilah
yang dipilih Tuhan menjadi orang-orang yang paling dekat dengan Dia.
Orang-orang seperti Petrus yang sangat ceplas-ceplos, Thomas sang peragu,
Matius yang merupakan pemungut cukai – apa hebatnya?
Tetapi nyatanya orang-orang seperti
ini yang dipakai Tuhan bukan? Petrus yang berkotbah hingga menghasilkan 3000
orang bertobat. Thomas yang pada akhirnya mati martir di India. Ada banyak
kisah, namun prinsip di sini adalah:
“Allah tidak memilih orang
yang mampu melayani Dia dengan kekuatannya sendiri, tetapi Ia memilih
orang-orang yang sadar betul bahwa tanpa Dia, ia tak bisa hidup dan ia bukanlah
apa-apa”
2.
“Sekarang kita pergi ke
Yerusalem…” Panggilan Allah itu terjadi secara real time di dalam hidup kita. Itu berarti bahwa di dalam kita
menjalani hidup kita, panggilan Allah itu selalu nyata. Pertanyaannya adalah:
kita peka atau tidak terhadap panggilan itu? Yerusalem adalah tempat di mana
Tuhan Yesus akan menjalani rencana Allah yang ada di dalam diriNya. Itu adalah
visi yang ditetapkan Allah dan Ia pergi ke sana untuk menjalaninya. Seutuhnya
Dia patuh atas kehendak Bapa, sekalipun Ia tahu bahwa pada saat itu pula Ia
akan dihujat, dicela, dan pada akhirnya disalib.
Bagaimana dengan hidup kita? Apakah
kita sudah belajar untuk mengarah ke Yerusalem kita? Suatu tempat yang mana
Allah memerintahkan kita untuk taat kepada panggilanNya. Tidak enak memang,
apalagi kita tahu bahwa mungkin Yerusalem itu adalah tempat yang sangat jauh
dari zona nyaman kita, tetapi Allah mengutus kita kesana. Bukankah itu suatu
privilege yang luar biasa yang sudah disediakan Allah? Inilah prinsip
berikutnya:
“Mau tidak mau, suka tidak
suka, Allah sedang menuntun kita ke Yerusalem. Perlahan namun pasti Ia akan membawa
kita menuju ke sana, dan Ia tidak main-main atas panggilan itu”
3.
“..dan segala sesuatu yang
ditulis oleh para nabi mengenai Anak Manusia akan digenapi”. Tuhan Yesus tahu
dengan segala resiko yang akan Ia alami saat Ia taat kepada Bapa, dan Ia taat!
Di sinilah terlihat bagaimana kehendak Bapa ada di atas kehendak kita. Suka
atau tidak, kita pasti akan mengalaminya juga. Tinggal tunggu waktu kapan Allah
menggerakkan hati kita untuk melakukan sesuatu dalam hidup kita. Ia sedang
melakukan sesuatu dan itu berarti kita tidak bisa menolaknya. Mungkin ada
kalanya kita melihat bahwa rencana Allah itu merupakan suatu kegagalan di dalam
hidup kita. Salib pada zaman itu identik dengan suatu kegagalan yang luar
biasa. Salib adalah lambang kehinaan pada waktu itu. Namun demi menjalankan
rencana Bapa, Tuhan Yesus melihat itu sebagai suatu keberhasilan.
“Apa yang dipandang orang
sebagai suatu kegagalan, itu merupakan suatu keberhasilan di hadapan Tuhan. Kesuksesan
kita sebagai orang beriman diukur dari rencana Tuhan apa yang sudah kita
lakukan untuk kemuliaanNya.”
4.
“.. mereka sama sekali tidak
mengerti..” Mereka adalah orang-orang yang dekat dengan Tuhan Yesus, bukan? Ya.
Mereka yang dimaksud di sini adalah para rasul, orang-orang yang mendampingi
Tuhan Yesus kemanapun Ia pergi. Bahkan orang-orang terdekatnya pun tidak
mengerti apa yang Yesus maksud saat itu.
Sama juga mungkin dengan hidup kita.
Kita merasa kehidupan kerohanian kita sudah dekat dengan Tuhan, tetapi
sebenarnya kita tidak tahu apa yang Tuhan mau di dalam hidup kita. Bukankah ini
sesuatu yang mengerikan? Ya betul! Kita terlalu sibuk untuk pelayanan mungkin,
tetapi di dalam pelayanan itu, kita lupa menjaga relasi kita dengan Tuhan.
Akhirnya pelayanan itu bukan merupakan sarana untuk memuliakan Tuhan, namun
sebagai suatu sarana lain.
Prinsip yang berikutnya yang penting
adalah:
“Hal yang paling indah dalam
hidup kita adalah mengetahui apa yang Tuhan mau di dalam hidup kita, sehingga
apapun yang kita kerjakan adalah untuk kemuliaan Tuhan. Semuanya itu dimulai
dari relasi yang semakin dekat dengan Dia”
Jadi,
siapkah kita melangkah menuju Yerusalem? Apakah kita mau mulai merenungkan
kembali apa yang jadi tujuan hidup kita sebenarnya? Mungkin panggilan kita
adalah peran yang kita lakukan saat ini di tempat kerja kita. Mungkin kita
dipanggil ke daerah terpencil dan mengabarkan injil di sana. Mungkin pula kita
diutus ke ranah politik. Apapun itu, mari kita belajar untuk terus menikmati
proses yang dari Tuhan.
Soli Deo Gloria
No comments:
Post a Comment