“Aku
mah apa atuh?” kata-kata ini seringkali menjadi sebuah ungkapan manakala
seseorang merasa nggak pede atas hal
yang ia perbuat. Ataupun kata-kata ini seringkali terlontar oleh seorang
bawahan yang merasa bahwa dia tidak punya kuasa sebesar bosnya. Hummm…
Tunggu
sebentar, kalimat itupun ternyata juga menjadi sebuah kalimat dimana seseorang
tidak yakin bahwa dia berharga. Contohnya saja seorang pengemis (bukan pengemis
cinta yah…) yang merasa pasrah atas kehidupannya. Ia bertanya kepada dirinya
sendiri sebenarnya siapa dia di hadapan orang-orang sekitarnya yang mungkin
lebih kaya atau lebih mampu dari dia.
Jauh
sebelum kalimat ini terlontar, lebih dari 2000 tahun lalu kalimat ini juga
diucapkan oleh beberapa orang. Bahkan yang mengucapkan kalimat ini adalah
seorang pemimpin yang membawa bangsa Israel keluar dari tanah perbudakan Mesir.
Ya, dia adalah Musa. Allah memanggil Musa untuk membebaskan Israel, dan di
hadapan Allah, Musa bertanya kalimat berikut:
Keluaran 3:10
Tetapi Musa
berkata kepada Allah: "Siapakah aku ini, maka aku yang akan menghadap
Firaun dan membawa orang Israel keluar dari Mesir?"
Siapakah
aku ini, adalah sebuah pertanyaan Musa kepada Allah manakala ia tidak siap
untuk menerima sebuah tugas yang begitu besar. Ketidakyakinan Musa kemudian
diubahkan Allah sampai akhirnya ia mau diutus dan kemudian akhirnya ia berhasil
membebaskan bangsa Israel dari Mesir. Sekalipun pada akhirnya ia tidak sampai
pada tanah perjanjian, tetapi ia membawa bangsa yang tegar tengkuk itu ke dalam
tanah perjanjian Allah.
Ada
satu lagi orang yang menanyakan hal yang sama di hadapan Allah. Kali ini
menanyakan hal tersebut karena suatu janji yang begitu indah yang sudah
dijanjikan oleh Allah. Dia adalah raja Israel, yaitu Daud.
2Samuel 7:18
Lalu masuklah
raja Daud ke dalam, kemudian duduklah ia di hadapan TUHAN sambil berkata:
"Siapakah aku ini, ya Tuhan ALLAH, dan siapakah keluargaku, sehingga
Engkau membawa aku sampai sedemikian ini?
Nada yang
diutarakan Daud jauh lebih positif, di dalam konteks bahwa melalui Daud maka
kerajaan Israel akan berdiri kokoh. Sekalipun kita akan mengingat terus
peristiwa perselingkuhannya dengan Betsyeba, tetapi kita melihat tangan
penyertaan Allah menaungi keluarga Daud dan kerajaan Israel, sampai kepada
karya Yesus di kayu salib yang kalau kita lihat, Yesus pun berasal dari garis
keturunan Daud.
Pernyataan “Siapakah
aku ini” sebenarnya mengandung makna yang begitu mendalam. Pernyataan ini
merupakan suatu pernyataan bahwa ketika kita berbicara dengan orang / pihak di
hadapan kita, kita tidak mampu ataupun sebenarnya kita tidak layak untuk
berbicara atau menerima sesuatu dari pihak / orang tersebut. Realitasnya? Ya
memang sebenarnya kalau kita berdiri di hadapan Tuhan yang maha besar kita
tidak akan punya kekuatan tersebut. Di hadapan Allah semesta langit itu adalah
sebuah pernyataan yang begitu jujur.
Tetapi segalanya
berubah saat ini. Kita menjadi pribadi yang minder manakala kita tidak memiliki
sesuatu yang menurut ukuran dunia merupakan suatu hal yang wajib dimiliki.
Ketika orang lain punya gadget terbaru,
maka kitapun ingin memilikinya. Kalau tidak maka kita merasa lebih tidak
berharga dibandingkan dia. Kalau orang lain sudah punya pacar yang cantik dan
kita belum punya, maka kita bisa merasa lebih jelek dibandingkan dia. Sampai
mungkin kita sampai pada suatu kesimpulan: betapa tidak adilnya Tuhan ketika
menciptakan kita menjadi pribadi yang kurang ganteng.
Namun
ketidakberhargaan manusia ternyata bukanlah sebuah alasan untuk Allah berhenti
berkarya melalui kehidupan kita. Buktinya adalah salib, dimana seluruh
ketidakbermaknaan kehidupan kita dihancurkan. Dignity kita mulai dibangun melalui karyaNya. Status kita sebagai
manusia akhirnya dikembalikan menjadi ciptaan baru melalui salib itu. Saat kita
menyadari karya Yesus di kayu salib seharusnya kalimat “Siapakah aku ini?”
menjadi sebuah kalimat yang wajib kita tanyakan.
Ketika Allah
memandang kita dengan begitu berharga, mengapa akhirnya kita menyia-nyiakan
hidup kita dengan memikirkan apa yang orang lain pikirkan tentang kita? Mengapa
akhirnya kita mencari nama baik namun mengabaikan karya Yesus di dalam
kehidupan kita? Kita lebih senang bermain aman
agar status kita tidak terancam, namun lupa bahwa sebagai orang Kristen tidak
ada yang namanya main aman. Semuanya didasarkan
pada anugrahNya dan anugrah itulah seharusnya yang memampukan kita melihat diri
kita sebagaimana kita ada.
Kalau begitu,
keberhargaan hidup kita sebenarnya bukan ditentukan melalui hal-hal yang fana.
Tiada yang baka di dalam dunia, semua yang indah pun akan lenyap – demikian bunyi
sebuah lagu hymn. Artinya bahwa keberhargaan hidup kita ditentukan bukan oleh
hal-hal yang kita miliki di dunia ini. Keberhargaan hidup adalah mengenai
relasi dan kesadaran akan anugrah Tuhan atas kehidupan kita. Menyadari hal ini
membuat kita menjadi pribadi yang percaya diri, dan membawa kita kepada satu
kesadaran akan iman kita kepada Dia.
Adakah kita
merasa bahwa hidup kita dipenuhi oleh kesia-siaan? Adakah kita merasa bahwa
kita tidak berharga karena kita nggak punya
banyak hal yang dapat kita banggakan? Adakah kita bertanya “siapakah aku ini?”
padahal status kita sudah diubahkan olehNya?
Karena
Kristuslah kita berharga. Karena anugrahNya yang begitu besar atas kehidupan
kitalah maka kita dapat memberikan yang terbaik untuk kemuliaanNya. Karena
anugrah itulah kita sadar bahwa kita manusia lemah, namun Ia menjadikan kita
berharga untuk kemuliaanNya
Soli Deo Gloria
No comments:
Post a Comment