Total Pageviews

Friday, May 1, 2015

Keberhargaan Hidup Manusia

“Aku mah apa atuh?” kata-kata ini seringkali menjadi sebuah ungkapan manakala seseorang merasa nggak pede atas hal yang ia perbuat. Ataupun kata-kata ini seringkali terlontar oleh seorang bawahan yang merasa bahwa dia tidak punya kuasa sebesar bosnya. Hummm…

Tunggu sebentar, kalimat itupun ternyata juga menjadi sebuah kalimat dimana seseorang tidak yakin bahwa dia berharga. Contohnya saja seorang pengemis (bukan pengemis cinta yah…) yang merasa pasrah atas kehidupannya. Ia bertanya kepada dirinya sendiri sebenarnya siapa dia di hadapan orang-orang sekitarnya yang mungkin lebih kaya atau lebih mampu dari dia.

Jauh sebelum kalimat ini terlontar, lebih dari 2000 tahun lalu kalimat ini juga diucapkan oleh beberapa orang. Bahkan yang mengucapkan kalimat ini adalah seorang pemimpin yang membawa bangsa Israel keluar dari tanah perbudakan Mesir. Ya, dia adalah Musa. Allah memanggil Musa untuk membebaskan Israel, dan di hadapan Allah, Musa bertanya kalimat berikut:

Keluaran 3:10
Tetapi Musa berkata kepada Allah: "Siapakah aku ini, maka aku yang akan menghadap Firaun dan membawa orang Israel keluar dari Mesir?"

Siapakah aku ini, adalah sebuah pertanyaan Musa kepada Allah manakala ia tidak siap untuk menerima sebuah tugas yang begitu besar. Ketidakyakinan Musa kemudian diubahkan Allah sampai akhirnya ia mau diutus dan kemudian akhirnya ia berhasil membebaskan bangsa Israel dari Mesir. Sekalipun pada akhirnya ia tidak sampai pada tanah perjanjian, tetapi ia membawa bangsa yang tegar tengkuk itu ke dalam tanah perjanjian Allah.

Ada satu lagi orang yang menanyakan hal yang sama di hadapan Allah. Kali ini menanyakan hal tersebut karena suatu janji yang begitu indah yang sudah dijanjikan oleh Allah. Dia adalah raja Israel, yaitu Daud.

2Samuel 7:18
Lalu masuklah raja Daud ke dalam, kemudian duduklah ia di hadapan TUHAN sambil berkata: "Siapakah aku ini, ya Tuhan ALLAH, dan siapakah keluargaku, sehingga Engkau membawa aku sampai sedemikian ini?

Nada yang diutarakan Daud jauh lebih positif, di dalam konteks bahwa melalui Daud maka kerajaan Israel akan berdiri kokoh. Sekalipun kita akan mengingat terus peristiwa perselingkuhannya dengan Betsyeba, tetapi kita melihat tangan penyertaan Allah menaungi keluarga Daud dan kerajaan Israel, sampai kepada karya Yesus di kayu salib yang kalau kita lihat, Yesus pun berasal dari garis keturunan Daud.

Pernyataan “Siapakah aku ini” sebenarnya mengandung makna yang begitu mendalam. Pernyataan ini merupakan suatu pernyataan bahwa ketika kita berbicara dengan orang / pihak di hadapan kita, kita tidak mampu ataupun sebenarnya kita tidak layak untuk berbicara atau menerima sesuatu dari pihak / orang tersebut. Realitasnya? Ya memang sebenarnya kalau kita berdiri di hadapan Tuhan yang maha besar kita tidak akan punya kekuatan tersebut. Di hadapan Allah semesta langit itu adalah sebuah pernyataan yang begitu jujur.

Tetapi segalanya berubah saat ini. Kita menjadi pribadi yang minder manakala kita tidak memiliki sesuatu yang menurut ukuran dunia merupakan suatu hal yang wajib dimiliki. Ketika orang lain punya gadget terbaru, maka kitapun ingin memilikinya. Kalau tidak maka kita merasa lebih tidak berharga dibandingkan dia. Kalau orang lain sudah punya pacar yang cantik dan kita belum punya, maka kita bisa merasa lebih jelek dibandingkan dia. Sampai mungkin kita sampai pada suatu kesimpulan: betapa tidak adilnya Tuhan ketika menciptakan kita menjadi pribadi yang kurang ganteng.

Namun ketidakberhargaan manusia ternyata bukanlah sebuah alasan untuk Allah berhenti berkarya melalui kehidupan kita. Buktinya adalah salib, dimana seluruh ketidakbermaknaan kehidupan kita dihancurkan. Dignity kita mulai dibangun melalui karyaNya. Status kita sebagai manusia akhirnya dikembalikan menjadi ciptaan baru melalui salib itu. Saat kita menyadari karya Yesus di kayu salib seharusnya kalimat “Siapakah aku ini?” menjadi sebuah kalimat yang wajib kita tanyakan.

Ketika Allah memandang kita dengan begitu berharga, mengapa akhirnya kita menyia-nyiakan hidup kita dengan memikirkan apa yang orang lain pikirkan tentang kita? Mengapa akhirnya kita mencari nama baik namun mengabaikan karya Yesus di dalam kehidupan kita? Kita lebih senang bermain aman agar status kita tidak terancam, namun lupa bahwa sebagai orang Kristen tidak ada yang namanya main aman. Semuanya didasarkan pada anugrahNya dan anugrah itulah seharusnya yang memampukan kita melihat diri kita sebagaimana kita ada.

Kalau begitu, keberhargaan hidup kita sebenarnya bukan ditentukan melalui hal-hal yang fana. Tiada yang baka di dalam dunia, semua yang indah pun akan lenyap – demikian bunyi sebuah lagu hymn. Artinya bahwa keberhargaan hidup kita ditentukan bukan oleh hal-hal yang kita miliki di dunia ini. Keberhargaan hidup adalah mengenai relasi dan kesadaran akan anugrah Tuhan atas kehidupan kita. Menyadari hal ini membuat kita menjadi pribadi yang percaya diri, dan membawa kita kepada satu kesadaran akan iman kita kepada Dia.

Adakah kita merasa bahwa hidup kita dipenuhi oleh kesia-siaan? Adakah kita merasa bahwa kita tidak berharga karena kita nggak punya banyak hal yang dapat kita banggakan? Adakah kita bertanya “siapakah aku ini?” padahal status kita sudah diubahkan olehNya?

Karena Kristuslah kita berharga. Karena anugrahNya yang begitu besar atas kehidupan kitalah maka kita dapat memberikan yang terbaik untuk kemuliaanNya. Karena anugrah itulah kita sadar bahwa kita manusia lemah, namun Ia menjadikan kita berharga untuk kemuliaanNya


Soli Deo Gloria 

No comments:

Post a Comment