Total Pageviews

Sunday, July 24, 2016

Memaknai Kekekalan



Apa sih maksudnya “hidup kekal”? Suasana di surga itu seperti apa sih? Terus kalau kita masuk surga, kita itu ngapain? Kalau begitu kenapa aku harus jadi orang percaya?

Pertanyaan-pertanyaan di atas adalah pertanyaan yang begitu umum didapati kalau kita berhadapan dengan orang-orang diluar sana, ataupun orang yang sedang dalam usaha untuk mencari jati dirinya di dalam kehidupan. Bahkan tidak jarang begitu banyak orang Kristen mempertanyakan hal ini, baik orang tersebut sudah lahir baru ataupun belum. Atau bahkan orang tersebut juga mempertanyakan apa itu lahir baru?

Dimensi Kekekalan
1 Yohanes 5:11
Dan inilah kesaksian itu: Allah telah mengaruniakan hidup yang kekal kepada kita dan hidup itu ada di dalam Anak-Nya.

Mari kita perhatikan kalimat di dalam ayat ini. “Allah telah mengaruniakan hidup yang kekal…” Telah berarti hal tersebut sudah terjadi. Ketika kita membaca ayat ini, ada satu hal yang dapat kita simpulkan secara langsung, bahwa ternyata hidup kekal itu ada di dalam dimensi kekinian. Maksudnya adalah kehidupan kekal itu sudah kita dapatkan di dalam keselamatan. Keselamatan itu sudah merupakan kepastian manakala kita percaya kepadaNya.

Kalau begitu mungkin ada pertanyaan lanjutannya. Kalau bener bahwa ternyata hidup kekal sudah kita dapatkan, dan kita yakin bahwa kita sudah diselamatkan tapi kok ternyata hidup kita nggak berubah sama sekali? Tetep aja kita bisa jatuh dalam dosa. Tetep aja kita bisa ngerasa nggak layak untuk melayani Tuhan. Tetep aja bahwa di dalam kehidupan kita ternyata kita punya relasi yang tidak baik dengan sesama. Kita tetep aja nggak punya keinginan buat saat teduh. Boro-boro saat teduh, doa makan aja mungkin kita gak lakukan sama sekali.

Kemudian kita sama sekali melihat bahwa orang-orang diluar kekristenan ternyata memiliki pola hidup yang lebih baik dari kita. Attitude mereka bahkan jauh lebih baik daripada kita. Saat ada bencana alam, mereka justru menjadi orang-orang di garis terdepan dalam memberikan sumbangan. Mereka bahkan punya kehidupan yang jauh lebih beres. Ingat, mereka sama sekali tidak mengenal kekristenan. Mungkin mereka bahkan tidak beragama sekalipun.

Padahal di satu sisi kita sudah percaya Tuhan loh. Tetapi kenapa sih hidup kita sama sekali tidak ada perubahan?

-----
Perubahan Hidup?
2 Korintus 5:17
Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang.

Perubahan itu sebenarnya berangkat dari sebuah pola pikir yang benar. Ketika Paulus menyebutkan bahwa kita adalah “ciptaan baru”, apa yang ia maksudkan? Ternyata perubahan sikap itu sama sekali tidak ada di dalam kehidupan kita. Ciptaan baru dari mana?

Mari kita telaah lebih dalam. Ketika kita menyebut diri sebagai orang Kristen, maka definisi Kristen ini berasal dari 2 kata, “Christ” dan “ian”. Hilangkan Kristus sebagai pusat kehidupan kita, maka kita hanya disebut sebagai “ian”, yang tidak ada maknanya. Nah bedanya hanya disana. Ketika kita memiliki fokus hidup adalah Allah sendiri, Allah Tritunggal yang kita kenal di dalam pribadi Allah Bapa, Yesus, dan Roh Kudus, maka kita barulah layak menyandang istilah Kristen.

Kalau dibalik, ketika kita nyatakan bahwa kita adalah anak Tuhan, maka sebenarnya kita pun meneladani sikap Tuhan. Kalau kita adalah pengikut Kristus, berarti konsekuensinya kita mengikut Dia secara full time. Bukan berarti kemudian kita semua harus jadi hamba Tuhan full time, tetapi apapun yang kita kerjakan semua fokusnya adalah Kristus.

Dampak dari menjadikan Kristus sebagai fokus hidup, mau tidak mau adalah MELAYANI. Mengapa? Karena kalau kita membaca di dalam seluruh injil, inti kehidupan Yesus adalah MELAYANI. Tetapi jauh lebih dalam dari itu, pelayanan itu dilakukan oleh penguasa alam semesta. Pencipta dari langit dan bumi, Allah dari segala allah. Raja di atas segala raja. Bayangkan saja misalkan hari ini Presiden Jokowi tiba-tiba datang ke rumah kita dan kemudian ia memberikan segala yang ia miliki kepada kita. Bagaimana sikap hidup kita?

-----
Konsekuensi Menjadi Kristen
Matius 5:20 
Maka Aku berkata kepadamu: Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga.

Hidup keagamaan seperti apa yang dimiliki orang Farisi dan Ahli Taurat? Apakah kekurangan mereka. Coba bayangkan, mereka beribadah dengan begitu rupa. Mereka hapal hokum Taurat. Mereka menjaga hidup mereka. Mereka hapal kitab hukum Musa.

Satu hal yang menjadi kelemahan mereka adalah mereka tidak melakukannya dari hati mereka. Mereka tidak menghidupi hukum-hukum itu. Mereka menyalahartikan mengenai apa yang diinginkan Allah. Mereka melakukan semua aturan itu karena ingin menjadi orang terpandang di dalam masyarakat Yahudi waktu itu.

Tetapi apa yang dikatakan Yesus kepada murid-muridNya? Ia dengan begitu tegas bahwa kehidupan keagamaan mereka harus lebih baik lagi. Bukan hanya berhenti pada hukum-hukum, tetapi bagaimana kita bisa mengasihi sesama kita sembari mengasihi Tuhan. Contoh praktisnya? Doakan musuhmu. Salah satu contoh praktis itulah yang Tuhan berikan.

Konsekuensi menjadi pengikut Kristus adalah bahwa kita tidak boleh terperangkap di dalam ke-AKU-an kita. Hidup kita bukan milik kita lagi, tetapi Kristus di dalam kita. Itulah yang dikatakan Paulus. Artinya apa? Artinya bahwa segala hal yang kita kerjakan, semuanya bukanlah untuk kepentingan kita sendiri, tetapi kepentingan Allah.

-----
Panggilan Tuhan yang Lembut
Hai mari datanglah, Kau yang lelah mari datanglah! Sungguh lembut Tuhan Yesus memanggil, Kau yang sesat marilah! –Softly and Tenderly—
Yeremia 29:11 
Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.

Okey kita sudah mengetahui sekarang seperti apa sebenarnya dimensi kekekalan, lalu perubahan hidup, kemudian kita juga sudah tahu konsekuensi menjadi orang Kristen. Kalau sampai bagian ini kita kemudian menjadi merasa semakin tidak layak, mari kita coba buka dari kitab Yeremia di atas. Rancangan TUHAN adalah rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan.

Rancangan damai sejahtera di dalam perikop ini dapat kita maknai sebagai sebuah realitas hidup di dalam dimensi kekekalan. Ada sebuah pertanyaan: “kak, bagaimana kalau ternyata aku sudah terlanjur jatuh dan aku merasa gak ada lagi panggilan Tuhan dalam hidupku? Bagaimana kalau ternyata aku memang dirancang untuk masuk ke dalam neraka?”

Ingat dan percayalah bahwa alkitab ini ya dan amin. Rancangan damai sejahtera… itulah yang Tuhan sedang kerjakan di dalam hidup kita. Sebuah grand design yang sama sekali tidak akan pernah kita bayangkan. Rancangan kehidupan yang damai sejahtera! Apa yang dimaksud damai sejahtera?

Mari kita buka alkitab kita
Matius 25:30 
Dan campakkanlah hamba yang tidak berguna itu ke dalam kegelapan yang paling gelap. Di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi."

Gambaran apakah ini? Ini adalah gambaran mengenai neraka. Keselamatan kalau kita maknai di dalam dimensi kekekalan adalah perjumpaan muka dengan muka dengan Tuhan. Itulah yang dirindukan oleh Fanny Crosby, seorang penulis hymn yang di dalam kebutaannya menuliskan lagu “My Savior First of All”. Tentu kalau kita baca ini bukanlah kondisi damai sejahtera.

Damai sejahtera yang dijanjikan Tuhan adalah sebuah kondisi dimana ada persekutuan yang intim dengan Allah. Kalau di dalam dimensi kekekalan nanti, adalah perjumpaan face to face, di dalam dimensi keterbatasan waktu saat ini adalah keintiman relasi kita dengan Allah.

Tetapi ada dari kita yang mungkin berkata: “Well, abis sudah! Aku sama sekali nggak memaknai hidupku seperti yang Tuhan mau. Aku udah menyia-nyiakan hidupku.” Rekan-rekan, melalui tulisan ini aku mau coba untuk meyakinkan setiap kita bahwa tidak pernah ada kata terlambat manakala kita mau berubah. Tidak ada kata terlambat untuk kita dapat berbalik kepada Dia.

Di dalam setiap detail peristiwa hidup kita, Ia memberikan begitu banyak kesempatan untuk kita dapat kembali kepadaNya. Ketika kita bangun pagi, ketika kita masih dapat menghirup udara segar, ketika terjadi berbagai peristiwa yang ada di dalam hidup kita, percayalah bahwa itu adalah setiap rancangan damai sejahtera yang Tuhan kerjakan.


Tidak pernah ada kata terlambat sebelum kita mengakhiri hidup kita.

Salah seorang penjahat yang disalib bersama Yesus, seumur hidupnya mungkin dihabiskan dengan merampok, membunuh, mencuri, dan sebagainya. Begitu banyak pelanggaran dan kejahatan yang ia kerjakan. Tetapi apa kata Yesus manakala ia merendahkan hati dan menjawab panggilan Yesus?

Kata Yesus kepadanya: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus."

Ia sedang memanggil kita. Tanpa lelah Dia mengingatkan kita untuk kembali. Kembali kepada pelukan kasih karunia Allah. Ia merindukan kita datang kepadaNya, menyapa Dia, dan menghidupi kasih karunia yang udah Dia berikan. Salib merupakan bukti kasih terbesar yang sudah Ia kerjakan. Ada pengharapan, ada damai sejahtera, dan ada penyertaan yang tidak pernah dapat kita bayangkan, tetapi selalu kita rasakan.

Pertanyaannya adalah, maukah kita menerima panggilan itu? Maukah dengan rendah hati kita datang kepadaNya? Maukah kita berbalik dari cara hidup kita yang lama, dan menjadi manusia baru seperti yang dikatakan Paulus? Maukah kita memaknai salib dan menerima Dia, mengijinkan Dia untuk menjamah kehidupan kita? Maukah kita merendahkan hidup kita di bawah kaki salibNya?

Tuhan memberkati
Soli Deo Gloria.

Friday, July 1, 2016

Saya Adalah Thomas si Peragu! - Terjemahan dari Artikel Michael Licona, Ph.D



Salah satu ciri khas yang aku miliki adalah bahwasanya aku merupakan seseorang yang terus menerus memiliki pertanyaan dalam hidup. Rasanya aku memiliki pertanyaan-pertanyaan mengenai apapun. Aku tidak mau membuat sebuah keputusan yang salah, bahkan di dalam hal-hal yang remeh temeh sekalipun. Jadi sangatlah wajar jika aku memiliki berbagai pertanyaan dan keraguan yang mendalam di dalam hal-hal yang penting. Hal tersebut bukanlah sesuatu yang aku sengaja, bahkan terkadang membuat aku frustasi. Tetapi begitulah aku apa adanya.

Hal ini menyebabkan aku acap kali meragukan iman Kristianiku; terkadang bahkan aku hampir meninggalkan iman Kristen. Aku bertanya kepada diriku sendiri, “Apakah aku sedang dicuci otak? Apakah aku tidak dapat berpikir secara objektif karena aku diajarkan untuk percaya? Bagaimana kalau ternyata aku salah?” Aku memiliki damai sejahtera yang dijelaskan oleh Paulus sebagai sebuah penjelasan mengenai Roh Allah yang berarti aku adalah milik Kristus (Roma 8:16); setidaknya untuk sementara waktu. Tetapi orang-orang Mormon juga memiliki klaim bahwa mereka memiliki kedamaian dari Allah, begitupula pengikut agama-agama lain. Tentu saja keseluruhan klaim itu tidak mungkin benar seluruhnya jika Kekristenan benar, karena banyak agama lain berkontradiksi terhadap kepercayaan mereka sendiri. Jadi bagaimana aku dapat mengenali bahwa kedamaian yang aku miliki adalah berasal dari Allah? Itu adalah sebuah pertanyaan yang sulit untuk dijawab. Dan sejujurnya, aku masih belum mengetahui jawabannya

Tetapi ketika aku mengalami keraguan di tahun 1980-an, seorang profesor filsafat mengerti seperti apa kondisiku karena dia juga memiliki kecenderungan untuk bergumul dengan keraguan-keraguan. Aku tidak diajar oleh Gary Habermas, karena dia mengajar di departemen filsafat, dan aku ditempatkan di Pelajaran Perjanjian Baru. Tetapi Habermas membantu aku untuk mengerti keraguanku dan bagaimana aku dapat meyakininya. Dalam tulisan berikut ini, aku mencoba untuk menggabungkan pemikiran Habermas dengan pemikiranku. Aku memiliki kabar baik bagi anda yang bergumul dengan berbagai keraguan dalam hidup anda: Anda dapat menghadapinya dengan melakukan empat hal berikut:

Tindakan #1: Pahamilah bahwa keraguan adalah sesuatu yang wajar. Abraham bertemu dengan Allah yang memberitahukan dia bahwa dia akan memiliki keturunan yang mana darinya akan lahir bangsa yang besar. Namun ketika nyawa Abraham berada di dalam bahaya, dia berbohong untuk menyelamatkan dirinya sendiri, sekalipun dia menyadari bahwa janji Tuhan kepadanya mengenai anak tersebut belum dipenuhi (Kejadian 12). Seseorang bisa berpikir bahwa dia seharusnya percaya kepada Allah untuk menyelamatkan dia. Namun kenyataannya dia berbohong, dan Tuhan campur tangan untuk menyelamatkan istrinya Sarah kepadanya, yang dibawa karena kebohongannya. Kemudian kita meloncat ke 8 pasal berikutnya. Abraham dihadapkan pada situasi yang serupa. Namun kali ini dia tahu dia dapat mempercayai Allah untuk dapat melindunginya tanpa dia harus berbohong. Emm, tetapi ternyata tidak begitu. Abraham sekali lagi meragukan janji Allah dan mengulang kesalahannya. Dia berbohong kepada Firaun yang menjadikan Sarah sebagai gundiknya, dan sekali lagi Allah harus campur tangan.

Sekalipun kita melihat kisah hidupnya, Abraham tercatat dalam daftar orang-orang yang memiliki teladan iman dan dicatat dalam hall of fame mengenai iman (Ibrani 11). Faktanya apabila kita mencari Most Valuable Player (MVP) dalam daftar tersebut, itulah Abraham.
Yohanes Pembaptis adalah sepupu Yesus. Keduanya lahir dalam karya mujizat Allah. Yohanes kemudian akan membaptis Yesus, melihat Roh Kudus turun atas Dia, dan mendengarkan suara dari sorga yang mendeklarasikan ke-Allah-an-Nya. Yohanes kemudian dipenjara, dan terkadang saat dia dipenjara, dia mengirimkan murid-muridnya untuk mencari tahu apakah Yesus benar-benar Mesias atau mereka harus menunggu orang lain. Bagaimana mungkin Yohanes menanyakan hal tersebut, setelah dia mendengar sendiri keajaiban dari kelahirannya dan kelahiran Yesus; dan mengalami sendiri mujizat pembaptisan Yesus? Perasaan Yohanes manakala dia dipenjara membawa dia kepada keraguan emosional. Dia telah mengetahui buktinya. Tetapi kehidupan tidak sesuai dengan apa yang ia harapkan. Faktanya, hidupnya begitu tidak nyaman saat itu. Yesus mengetahui hal tersebut. Dia meminta murid-murid Yohanes untuk kembali kepada Yohanes dan memberitakan mujizat yang Yesus lakukan, mujizat yang merupakan tanda dari kehadiran Mesias (lihat Dead Sea Scroll 4Q521, Yesaya 51:1-2; Lukas 4:16-21). Setelah murid-murid meninggalkan dia, Yesus mengalihkan perhatiannya pada orang banyak di sekitarnya. Semua mata tertuju pada-Nya. Apa yang Yesus katakan kepada mereka yang mana baru saja menyadari bahwa “orang dalam-Nya” mengalami keraguan dalam hidupnya?

Setelah murid-murid Yohanes pergi, mulailah Yesus berbicara kepada orang banyak itu tentang Yohanes: "Untuk apakah kamu pergi ke padang gurun? Melihat buluh yang digoyangkan angin kian ke mari? Atau untuk apakah kamu pergi? Melihat orang yang berpakaian halus? Orang yang berpakaian halus itu tempatnya di istana raja. Jadi untuk apakah kamu pergi? Melihat nabi? Benar, dan Aku berkata kepadamu, bahkan lebih dari pada nabi. Karena tentang dia ada tertulis: Lihatlah, Aku menyuruh utusan-Ku mendahului Engkau, ia akan mempersiapkan jalan-Mu di hadapan-Mu. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya di antara mereka yang dilahirkan oleh perempuan tidak pernah tampil seorang yang lebih besar dari pada Yohanes Pembaptis, namun yang terkecil dalam Kerajaan Sorga lebih besar dari padanya.
(Mat 11:7-11)

Perhatikan bahwa Yesus tidak menyalahkan Yohanes karena dia ragu-ragu. Sebaliknya, Ia menyediakan bukti, menguatkan dia, dan memuji dia, berkata bahwa tidak ada yang lebih besar daripada Yohanes. Menariknya bahwa Ia mengatakan ini manakala Ia sadar betul Yohanes sedang bergumul dalam keraguannya.

Melihat contoh Abraham dan Yohanes  yang mana mereka dapat jatuh dalam keraguan mereka saat menikmati berkat Tuhan, Allah mengenal bagaimana kehidupan kita dan Ia adalah pribadi yang Maha Pengasih. Banyak orang Kristen tidak pernah mengalami keraguan. Namun bagi mereka yang pernah, ada sukacita bahwa ternyata kita memiliki rekan-rekan yang senasib dengan kita layaknya Abraham dan Yohanes Pembaptis. Orang-orang yang ragu atas iman mereka bukanlah warga kelas dua dalam kerajaan Allah.

“Tunggu sebentar, hal itu mungkin dapat berhasil bagi orang-orang yang mendengar dari Allah secara langsung dan melihat mujizat yang dilakukan Yesus. Tetapi sepertinya hal tersebut tidak akan banyak mengubahkan aku, karena aku tidak pernah melihat mujizat yang Ia kerjakan.” Aku memahami hal tersebut. Semua yang aku tuliskan hingga poin ini barulah langkah awal untuk menghadapi keraguan hidup: bahwa keraguan itu merupakan suatu hal yang wajar.

Tindakan #2: Ingatlah bahwa ada pembuktian yang komprehensif di yang mendasari kebenaran Kekristenan. Sekalipun kita tidak dapat masuk ke dalam mesin waktu, kembali ke masa lalu dan menyaksikan mujizat-mujizat yang dilakukan Yesus, kita memiliki bukti historis yang begitu kuat mengenai mujizat terbesar yang pernah terjadi: KebangkitanNya. Gary Habermas memiliki pengetahuan yang begitu komprehensif dibandingkan orang lain. Seseorang dapat berkata, “diantara wanita-wanita yang pernah lahir, tidak pernah ada orang lain yang memiliki pengetahuan yang lebih lengkap mengenai kebangkitan Yesus dibandingkan dengan Gary Habermas”

Apabila Yesus bangkit dari kematian, Kekristenan pasti benar. “Namun,” anda dapat berpikir, “kebangkitanNya dicatat di dalam alkitab. Bagaimana saya dapat mengetahui bahwa alkitab itu sesuatu yang benar? Apakah aku harus menerima kenyataan itu hanya berdasarkan iman?” Selama pertemuan pertama dengan Profesor Habermas untuk berdiskusi mengenai keraguan saya, ia memberikan penjelasan singkat mengenai kebangkitan Yesus secara historis. Aku begitu tenang saat mengetahui bahwa ada bukti yang begitu nyata. Tetapi sejujurnya, penjelasan itu bukan berarti akhirnya aku tidak mempertanyakan bukti itu kembali. Bukti-bukti itu tidak 100% membuat saya yakin. Hal ini sama sekali tidak mengganggu Habermas. Ilmu pengetahuan pun juga tidak dapat menyediakan bukti yang begitu meyakinkan mengenai hal-hal yang mereka selidiki. Investigasi ilmiah dan historis tidak akan memberikan dampak yang signifikan terhadap iman kita. Kita perlu melihat penjelasan terbaik dari data yang sudah ada dan mengambil satu titik yang cukup untuk kita dapat mempercayai suatu hal, sama seperti ketika kita akan mengambil keputusan-keputusan dalam kehidupan kita. Sisanya adalah iman dan hal ini berlaku bagi wawasan dunia apapun, apakah anda orang Kristen, Yahudi, Muslim, Hindu, Buddha, atau ateis. Namun keangkitan Yesus dapat dikatakan begitu unik jika melihat bukti yang begitu kuat untuk meyakinkan kita.

Tindakan #3: Ingatlah bahwa kepastian yang absolut adalah suatu ekspektasi yang tidak masuk akal. Beberapa orang hidup di dalam iman tanpa pernah merasakan keraguan. Ya, itu hal yang bagus. Tetapi beberapa dari kita suka menghubungkan segala sesuatunya dan kita tidak dapat merasakan damai sejahtera seperti itu. Beberapa tahun yang lalu, aku mendapatkan sebuah momen yang merupakan momen perubahan hidup. Aku menyadari bahwa imanku hanyalah salah satu hal yang aku pertanyakan dalam hidupku. Aku menyadari bahwa aku telah menyesali berbagai keputusan yang aku ambil jauuuuuhhhh setelah aku membuat keputusan tersebut. Ini adalah sebuah keunikan yang aku miliki sejak dalam masa kecilku dan aku membenci keunikan itu. Kita tidak hanya berbicara mengenai keputusan-keputusan yang pentingm seperti pemilihan pasangan hidup. Terkadang aku melihat diriku dan terus menimbang, menimbang, dan menimbang hal-hal yang sekiranya tidak esensial, seperti barang-barang yang aku akan beli: jam tangan, mobil, parfum… Kesadaran inilah yang membantu aku mengerti mengapa aku mengalami keraguan: yakni sikap menghubung-hubungkan dan kekuatiranku terhadap sesuatu. Bagiku, kepastian yang absolut adalah suatu ekspektasi yang tidak masuk akal. Jadi aku belajar untuk hidup dalam damai sejahtera dengan kepastian yang masuk akal.

Tindakan #4: Sadarilah bahwa iman lebih dari sebuah perasaan atau keadaan tanpa keraguan. Iman adalah sebuah komitmen. Seseorang datang kepada Yesus dan meminta Dia untuk menyembuhkan anaknya yang kerasukan. Dia memiliki iman di dalam Yesus (intinya, ia datang kepada Yesus untuk meminta tolong) tetapi ia meminta Yesus untuk membantu dia mengatasi ketidakpercayaannya. (Markus 9:24). Dia bergantung pada Yesus untuk menyembuhkan putranya, sekalipun imannya sama sekali tidak sempurna. Petrus berjalan di atas air dan mulai tenggelam ketika ia menjadi takut karena badai dan akhirnya ia mengalami keraguan (Matius 14:28-31). Namun Petruslah yang berada di luar, yang berani untuk keluar manakala murid-murid yang lain melihat dari dalam perahu. Bagi pengikut Kristus, iman adalah mempercayakan dirinya hanya kepada Kristus sebagai satu-satunya Juruselamat. Tidak ada gunanya ketika kita mendua hati dengan menjadi seorang Kristen sembari menjadi seorang Muslim atau Hindu. Menjadi pengikut Kristus berarti bahwa ketika aku berhhadapan dengan keputusan-keputusan moral di dalam kehidupan kita, aku memilih jalan yang sudah diajarkan oleh Yesus. Aku tahu bahwa aku dapat mengambil jalur lain kalau Kristus tidak bangkit. Tetapi aku memilih untuk taat kepada Yesus karena aku percaya kepadaNya. Aku mungkin masih memiliki beberapa keraguan yang mengganggu hidupku. Tetapi iman membuatku menang dan menentukan tindakan-tindakan yang aku ambil. Seperti yang dikatakan oleh saudara Yesus, "Tunjukkanlah kepadaku imanmu itu tanpa perbuatan, dan aku akan menunjukkan kepadamu imanku dari perbuatan-perbuatanku." (Yakobus 2:18b)

Sebagai kesimpulan, ada empat tindakan yang dapat kita lakukan ketika berhadapan dengan keraguan:
Tindakan #1: Pahamilah bahwa keraguan adalah sesuatu yang wajar.
Tindakan #2: Ingatlah bahwa ada pembuktian yang komprehensif di yang mendasari kebenaran Kekristenan
Tindakan #3: Ingatlah bahwa kepastian yang absolut adalah suatu ekspektasi yang tidak masuk akal.
Tindakan #4: Sadarilah bahwa iman lebih dari sebuah perasaan atau keadaan tanpa keraguan. Iman adalah sebuah komitmen