Total Pageviews

Monday, April 29, 2013

Beauty of the Word of God (Indahnya Firman Allah)


Baru saja saya mendengar share dari seorang rekan di Surabaya dari salah satu kampus swasta yang berkata  di sana orang-orang Kristen sudah mulai bosan di dalam membaca alkitab. Ada pula yang merasa bahwa kebaktian di gerejanya tidak menarik karena miskin dengan puji-pujian. Ada juga yang berkata bahwa mereka merasa tidak puas dengan lagu-lagu yang mereka nyanyikan, kemudian kotbah yang membosankan, dan berbagai kebosanan yang mereka rasakan selama mereka menjadi orang Kristen.

Bukankah ini suatu fenomena yang patut dicermati? Di tengah budaya pragmatisme saat ini, ada banyak juga gereja yang menyajikan sesuatu yang sangat instan. Larut dengan dunia, dan kemudian mengadopsi cara-cara yang begitu instan dalam beribadah. Alkitab dibaca dan kemudian ditafsirkan melalui kotbah tanpa adanya pengajaran yang jelas, hanya menjelaskan sesuatu yang sangat praktis kemudian juga asal comot ayat, yang penting audiens atau jemaat (bahkan seorang teman saya mengatakan “NASABAH”) merasa senang, dan pulang dari gereja mereka merasa “penuh dengan Roh Kudus”. Inilah fenomena yang terjadi saat ini.

Lalu dimana sebenarnya salahnya? Apa salahnya kalau ke gereja kita mendapatkan ketenangan, kedamaian, dan sebagainya. Memangnya salah kalau kita sebagai orang Kristen menikmati model ibadah ataupun menikmati musik-musik di gereja? Bukankah itu sesuatu yang baik, yang mana kita “merasakan hadirat Tuhan” dan kemudian di gereja kita berdoa sampai menangis, sampai tersedu-sedu sampai akhirnya kita mendapatkan kelegaan yang luar biasa! Bukankah itu suatu anugrah yang diberikan Tuhan juga bagi kita?

Di tengah berbagai variasi ibadah ataupun berbagai denominasi yang ada di dunia saat ini, kita melihat bahwa kalau kita kritis setidaknya mengamati hal tersebut, semakin lama pola hidup orang Kristen semakin menyerupai dunia. Gereja akhirnya menjadi suatu tempat untuk “menghibur” diri sendiri. Hal ini membentuk suatu pola pikir yang mengerikan – yaitu kehidupan yang berpusat kepada diri sendiri. Yang penting saya puas, tidak peduli hal tersebut benar atau tidak, “pokoknya saya heppy, that’s all!”

Kondisi seperti ini seharusnya membuat kita menjadi prihatin atas kondisi kekristenan saat ini. Sekalipun secara jumlah tidak dapat dipungkiri bahwa orang Kristen merupakan agama yang cukup luas dan memiliki cukup banyak pengikut, namun apakah mereka adalah orang-orang yang menjadi sekedar fans, atau menjadi seorang yang benar-benar merupakan pengikut Tuhan Yesus? Itulah pertanyaan yang seharusnya setiap kita orang percaya perlu merenungkannya.

Bagaimana sikap kita menanggapi hal seperti ini? Tentu saja ada bermacam-macam cara. Tapi yang sebenarnya saya soroti adalah membaca alkitab sampai bosan, padahal itu adalah Firman Allah. Kalau disuruh pujian penyembahan kita sangat semangat, tapi waktu baca alkitab untuk membangun relasi yang lebih dekat dengan Tuhan, kita langsung mundur. Ini merupakan suatu hal yang mengerikan, karena sebenarnya relasi dengan Tuhan itulah yang menjadi dasar kehidupan kita. Sampai kita jenuh membaca alkitab, itu menunjukkan bahwa kita sedang dalam kondisi kerohanian yang tidak fit. Ketika kita rindu untuk bertemu secara pribadi dengan Tuhan, mau tidak mau kita belajar untuk mengerti dan memahami firmanNya.

Sama dengan relasi kita dengan calon pacar / pacar kita / istri kita / suami kita. Selama tidak adanya suatu komunikasi dan komitmen yang baik, maka tidak akan pernah kita mengerti tentang dia. Sama juga dengan pribadi Allah, selama kita tidak punya suatu kerinduan untuk menikmati Allah, maka kita tidak akan dapat mengerti tentang apa yang sebenarnya mau Allah kerjakan di dalam kehidupan kita. Itulah uniknya orang Kristen, yang mana kita diberikan suatu privilege untuk menikmati apa yang Allah berikan di dalam kehidupan kita. Allah kita adalah Allah yang jauh, tapi juga Allah yang imanen (dekat), dan melalui karyaNya di kayu salib kita dapat mengatasi kebosanan itu. Saya hanya membayangkan apa yang terjadi kalau Tuhan sudah bosan membuat kita hidup, tentunya kita juga tidak bisa apa-apa tanpa Dia.

Memaknai hal inilah kita dituntut sebagai umat Tuhan memiliki relasi yang unik dengan Tuhan. Ketika kita punya suatu relasi yang dekat dengan Tuhan, yang terjadi adalah kita memiliki pemahaman tentang bagaimana kita dapat menjadi garam dan terang bagi dunia ini. Bukan malah terlarut oleh dunia yang semakin lama semakin menawarkan suatu kehidupan yang self-centered. Apabila kita mulai bosan untuk mulai mengerti dan memahami Firman, sebaiknya kita belajar untuk membakar kembali semangat kita agar pada waktunya nanti kita dapat melakukan suatu hal yang besar bagi kehidupan kita juga kehidupan orang lain. Tak peduli seberapa baiknya dan talenta yang kita miliki, tanpa relasi dengan Tuhan, WE ARE NOTHING!

Kehidupan ini bukanlah suatu kehidupan yang membosankan. Kehidupan ini adalah suatu anugrah yang luar biasa yang sudah ditempatkan Allah di dalam keseharian kita. Tinggal bagaimana kita memaknainya. Sampai suatu kali kita bisa merasa seperti Agustinus bahwa dia dapat menikmati relasi dengan Tuhan lebih daripada berhubungan sex. Bukankah itu suatu relasi yang sangat intim dengan Tuhan? Bagaimana relasi kita dengan Tuhan? Apakah sudah mulai kering? Ataukah kita masih tetap dapat bersemangat menghadapi hari-hari bersamaNya? Siapkah kita untuk menjadi orang-orang yang tidak mudah bosan, dengan menikmati Firman itu di dalam kehidupan keseharian kita?

Soli Deo Gloria!

No comments:

Post a Comment