Total Pageviews

Thursday, February 21, 2013

What Is Your Purpose of Life? - Apa Tujuan Hidup Kita?


Waktu kita mau bertamasya, salah satu pertanyaan yang harus dijawab terlebih dahulu adalah: “mau kemana tujuan tamasya kita?” Setelah kita menentukan tujuan itu baru kita benar-benar  dapat mempersiapkan berbagai hal terkait dengan tamasya kita. Begitu juga yang terjadi saat seseorang akan mulai masuk ke sekolah, ia tentu akan mempersiapkan mentalnya, buku-buku yang ia butuhkan, serta perlengkapan lain yang membuat dia dapat menikmati proses tersebut.

Sama juga dengan kehidupan kita sebagai seorang manusia. Apakah kita sebenarnya mengetahui tujuan dari kehidupan kita yang nantinya dapat membuat kita dapat merencanakan segala sesuatunya untuk mencapai tujuan tersebut. Itulah yang pada hari ini akan coba kita pergumulkan bersama-sama, tentang panggilan hidup orang percaya, yaitu orang-orang yang mengakui bahwa ada Allah yang berdaulat di atas segala hal yang Ia kerjakan.

Membahas tentang tujuan hidup tidak dapat dilepaskan dari apa yang alkitab tuliskan tentang berbagai tugas yang Allah berikan di dalam kehidupan kita. Dasarnya ada di kitab Kejadian 1:26-28, kemudian pada Mazmur 139 juga pemazmur memberikan penjelasan kepada kita betapa manusia diciptakan dengan suatu kerumitan yang luar biasa. Mengenai kehidupan kita, Allah memiliki rancangan damai sejahtera, yang dituliskan pada kitab Yeremia 29:11, dalam konteks Israel yang dibuang kemudian mendapatkan janji Allah yaitu penyertaan Tuhan yang membuat manusia menjadi sejahtera. Di perjanjian baru pun juga diberikan penjelasan, lihat saja bagaimana Paulus menuliskan kitab Roma, khususnya Roma 8 yang menuliskan bagaimana kehidupan orang percaya. Katekismus Singkat Westminster menuliskan tujuan hidup manusia adalah “Memuliakan Allah dan Menikmati Dia sepanjang waktu”

Allah merencanakan suatu masa depan yang begitu baik, begitu indah dan mulia. Karya Allah melalui Tuhan Yesus merupakan bukti betapa berharganya hidup kita. Problemnya adalah seringkali manusia lupa betapa penebusan itu memiliki arti yang luar biasa serta teladan dari Tuhan Yesus yang begitu mulia, yang mana menunjukkan kesetiaan terhadap tujuan hidup yang telah ditempatkan Allah di dalam kehidupanNya. Itu adalah proyek terbesar dan membuka jalan bagi setiap kita serta menuntut kita untuk tahu apa yang harus kita lakukan.

Tidak mudah bagi kita untuk dapat mengetahui apa yang merupakan tujuan hidup kita. Itu adalah pergumulan seumur hidup yang harus kita terus pergumulkan, kita pikirkan, dan kita rencanakan di dalam seumur hidup kita. Kalau perusahaan punya apa yang disebut visi, kira-kira itulah yang sebenarnya kita susun di dalam proyek ini. Pengenalan kita akan Tuhan akan semakin hari semakin membukakan pikiran kita dan semakin hari akan mempengaruhi kerinduan kita untuk di dalam kehidupan kita semakin memuliakan Allah.

Karya keselamatan itu sebenarnya merupakan sebuah gong-sebuah titik awal dimana seharusnya kita sebagai orang percaya sadar bahwa kita dilibatkan di dalam proyek Allah. Panggilan orang percaya sebenarnya adalah bagaimana orang itu dapat redeeming, sama seperti apa yang dilakukan Tuhan Yesus di kayu salib yaitu redeeming us. Intinya itu, tapi bagaimana aplikasinya? Tentu saja Allah memanggil kita di bidang yang berbeda-beda. Tidak semua dari kita dipanggil untuk jadi hamba Tuhan yang berkotbah di atas mimbar. Ada sebagian dari kita yang dipanggil menjadi seorang politisi, ada pula yang dipanggil menjadi seorang manajer di sebuah perusahaan, tetapi sebenarnya ada satu tujuan besar yaitu “menebus” hal-hal yang apa yang dipercayakan Allah di dalam kehidupan kita.

Melihat penjelasan di atas sebenarnya menjadi jelas bagi kita bahwa inti tujuan hidup kita adalah memuliakan Allah dan menikmati Dia sepanjang waktu. Caranya adalah seperti apa yang sudah dikerjakan Allah – membereskan masalah utama di dunia yaitu dosa. Kita pun dipanggil untuk menebus tempat dimana Allah menempatkan kita. Pertanyaannya adalah apa yang menjadi kepercayaan Allah dan bagaimana kita dapat mengetahui tempat tersebut adalah tempat yang tepat?

Ada banyak cara yang sebenarnya disusun untuk mengetahui panggilan kita. Namun di dalam berbagai metode itu sebenarnya hal yang paling penting dalam diri setiap kita untuk kita dapat mengetahui tujuan hidup kita adalah bagaimana kita menjaga relasi kita dengan Tuhan? Salah satu caranya ya tentu saja kita belajar untuk punya relasi yang intim dengan Tuhan. Caranya? Saat teduh dan baca alkitab. Melalui relasi yang dekat dengan Tuhan kita akan semakin menyadari apa yang sebenarnya sudah Tuhan kerjakan di dalam kehidupan kita saat ini baik dari masa lalu hingga saat ini. Entah kejadian yang enak ataupun yang tidak enak, Allah sudah menyusun semuanya di dalam kedaulatanNya untuk kita dapat semakin menyadari bahwa ada karya Allah di dalam kehidupan kita. Hal itu seharusnya membuat kita sadar bahwa pengertian kita tentang tujuan hidup tidak dapat lepas dari relasi yang intim dengan Tuhan.

Kalau anda seorang arsitek, tampakkan desain-desain bangunan yang memuliakan nama Tuhan, seperti desain yang teratur dan rapi, yang menunjukkan keteraturan Tuhan. Kalau anda seorang musisi, tunjukkan suatu music yang indah, yang teratur dan tidak ngawur melalui nada-nada anda. Apapun profesi anda, mari belajar memuliakan Tuhan, dan di dalam memuliakan Tuhan itu kita belajar untuk menikmatiNya. Menikmati waktu yang intim bersama Tuhan lebih dari apapun, seperti pemazmur yang ada di dalam Mazmur 84, seperti Daud yang bermazmur di Mazmur 23, seperti Asaf di dalam kerinduannya ia menuliskan Mazmur 83.

Sangat menarik ketika kita belajar menemukan passion kita, dan kita mulai belajar melangkah hari-hari bersama Allah untuk kita dapat memuliakan Tuhan dan menikmati Dia sepanjang waktu. Itulah panggilan kita. Biarlah segala kemuliaan hanya bagi Allah

Soli Deo Gloria

Friday, February 8, 2013

L.O.V.E – Renungan Tentang Relasi dan Pacaran



Suatu relasi yang dibentuk Allah dari awalnya merupakan relasi yang sangat intim. Berita penciptaan di kitab Kejadian, dimulai dari penciptaan seluruh dunia dan penciptaan manusia, laki-laki dan perempuan, menunjukkan bahwa ada suatu relasi yang ingin dibentuk Allah antara Dia, manusia laki-laki, dan perempuan. Ketiganya saling terikat di dalam suatu relasi, yang mana Allah sendiri yang memimpin relasi tersebut. Tetap saja sekalipun seorang laki-laki diberikan role untuk memimpin (take the lead), tetap ia punya kewajiban untuk membawa keluarga itu di dalam Allah.

Namun tetap sebelum pernikahan terjadi, ada suatu proses yang biasanya membuat galau. Proses itu adalah proses pacaran. Sekalipun saya sendiri belum pernah (setidaknya sampai saat ini) pacaran, tetapi tidak ada salahnya share beberapa prinsip saya sendiri. Tentunya prinsip ini tidak bisa disamakan dan berbeda antara setiap orang. Tiap orang punya preferensi sendiri di dalam relasi seperti ini. Prinsip ini tidak mutlak, dan setiap orang bisa punya variasi sendiri untuk mengembangkannya. Ada beberapa prinsip yang saya ambil pula dari buku-buku tentang relasi seperti Boy Meets Girl, I Kissed Dating Goodbye, Love is A Decision, When God Writes Your Love Story, When Dreams Come True, dan sebagainya.

Prinsip pertama: “tidak ada tembak-menembak langsung, namun dimulai dengan pergumulan dan doa”. Sungguh aneh bukan? Namun ini prinsip yang menurutku penting. Mengapa? Karena ini memberi kita kesempatan untuk saling mendoakan. Definisi tembak-menembak disini adalah direct asking dan direct answer tanpa adanya proses pergumulan. Jadi tidak mungkin baru kenal 1 bulan setelah itu pacaran, tetapi dimulai dari sesuatu yang paling sederhana. Quality time dengan bercakap-cakap dan saling kenal satu sama lain.

Prinsip kedua: “Saling melayani di dalam relasi sekaligus belajar memuliakan Tuhan melalui relasi”. Tentu saja untuk prinsip ini sudah jelas, pasangan hidup kita adalah orang yang belajar untuk mau bergumul di hadapan Tuhan, bahkan mengutamakan Tuhan daripada calon pasangannya. Ini mungkin bagi saya sendiri pun cukup berat, tetapi justru inilah saya belajar untuk melihat bahwa segala sesuatu berasal dari Tuhan sendiri, dan Ia yang akan memberikannya di waktu yang tepat dan momen yang tepat.

Prinsip ketiga: “No compromise”. Singkat, dan saya definisikan di dalam konteks cara pacaran. Ada banyak orang di dalam relasi pacaran mulai berkompromi di dalam menggunakan nafsu mereka. Saya belajar untuk tidak melakukan hal-hal yang dirasa tidak benar. Prinsipnya mudah: apa yang berani saya lakukan di depan orang lain, itu pula yang akan saya lakukan pada saat kita berdua saja. Hal ini akan dibahas nanti tentunya kalau sudah berpacaran. Tentunya standar tiap orang bisa berbeda satu sama lain.

Prinsip keempat: “Belajar saling terbuka”. Keterbukaan sangat penting di dalam relasi untuk bisa membangun percaya satu sama lain. Keterbukaan ini bukan hanya share tentang kegembiraan. Keterbukaan ini adalah belajar jujur atas masalah kita, tentang pergumulan kita, dan tentang apa yang kita alami.

Prinsip kelima: “PH saya adalah sahabat terbaik saya”. Mungkin agak heran di tengah jaman ini, yaitu banyak pernyataan “SAHABAT KITA TIDAK MUNGKIN JADI PASANGAN HIDUP KITA” atau kalau bisa jangan. Mengapa? Karena kita takut bahwa setiap kelemahan kita akan jadi senjata bagi dia untuk menyerang kita. Bisa-bisa dia mengkhianati relasi karena tahu kita ini orang seperti apa. Itulah ketakutan dunia tentang sahabat. Menurut saya seorang sahabat itu sebenarnya adalah orang yang paling potensial untuk kita pergumulkan menjadi seorang pasangan hidup. Hal ini karena hubungan pacaran kita akan berlanjut ke pernikahan. Bayangkan kita punya suami / istri yang mana kita tidak bisa sharing tentang permasalahan kita, kemudian sharing ke temannya yang lain! Tidakkah kita seharusnya sadar bahwa rumah kita nanti adalah tempat yang paling aman untuk kita bisa cerita. Tentu saja konteks sahabat disini yang lawan jenis, bukan sesama jenis!

Prinsip keenam: “Mengakui bahwa Allah berdaulat atas relasi kita”. Di dalam masa pergumulan jawabannya bisa saja “TIDAK” atau “BELUM” namun justru di situlah kita harus belajar untuk mengakui kedaulatan Allah di dalam relasi kita. Siapa tahu memang Allah belum memberikan kita pasangan hidup karena kita belum memiliki relasi yang dekat dengan Dia, atau berbagai hal lain. Tentunya kita harus belajar menghormati Allah.

Prinsip ketujuh: “Libatkan beberapa orang yang kredibel dalam hubungan”. Sahabat-sahabat dan teman dekat akan sangat membantu kita untuk dapat memandang dengan lebih obyektif. “CINTA ITU BUTA”, well, itulah yang disampaikan oleh orang-orang saat ini. Mengutip Rev. Bagoes Seta: “Love is Blind, but Marriage is the Eye Opener”. Saya sangat setuju dengan pernyataan tersebut. Karena itu peran teman-teman kita bukan untuk melihat kelemahan untuk menjatuhkan, namun untuk mempersiapkan setiap kita untuk dapat membangun relasi yang baik dengan calon PH kita sehingga kita tidak dibutakan oleh cinta. Bukan hanya sahabat tentunya. Orang tua pun juga harus kita libatkan di dalam relasi. Bahkan orang tua saya menanyakan : “kapan nih bisa liat calon mantu?” bukan berarti kita terburu-buru, namun kita menghargai dan membagikan kisah kita juga kepada orang tua, apalagi orang tua kita adalah orang yang takut akan Tuhan.

Prinsip kedelapan: “Menjadi seorang single yang berkualitas”. Latih diri sebaik mungkin untuk kemuliaan Tuhan, adalah salah satu langkah konkrit dalam hidup kita. Menjadi seorang laki-laki dan perempuan yang belajar menghormati Tuhan melalui pembacaan firman, berdoa, pergumulan pribadi, dan tindakan serta pelayanan. Motivasi utamanya bukan agar diberikan pasangan hidup, tetapi untuk terus belajar yakin bahwa cinta kita kepada Tuhan itu jauh lebih penting dan indah, dan itulah yang mau kita bagikan kepada pasangan kita.

Delapan prinsip ini yang saya pegang sampai saat ini. Memang ada minor principle, namun intinya satu: relasi itu kita bangun karena kita punya visi yang sama: yaitu memuliakan Tuhan di dalam setiap kondisi. Itulah yang indah dari janji pernikahan yang diucapkan pada saat pernikahan.

Selamat belajar memiliki cinta sejati di dalam Tuhan

Soli Deo Gloria