Pembukaan
“Mana
mungkin Allah bisa tiga tapi satu, atau satu tapi tiga?” Pertanyaan itu sering
sekali dilontarkan kepada kita, orang-orang Kristen yang mempercayai doktrin
Allah Tritunggal. Istilah “Tritunggal” sendiri tidak pernah dituliskan di dalam
alkitab. Hal ini menjadi sebuah tantangan tersendiri bahwa ternyata alkitab
secara tersurat tidak pernah menyebutkan kata tersebut, tetapi di sepanjang
alkitab, ada banyak kalimat yang tersirat yang menunjukkan bahwa Allah kita
ialah Allah Tritunggal.
Sebelum
masuk kedalam pembahasan lebih lanjut, kita mencoba untuk terlebih dahulu
mengerti tentang siapa kita dan siapa Allah. Kitab Kejadian menuliskan mengenai
siapa kita, yakni ciptaan. Allah ialah pencipta. Jadi ada satu gap
yang luar biasa antara kita dengan Allah. Allah sebagai pencipta ialah
pribadi yang tidak terbatas, dan manusia sebagai ciptaan ialah pribadi yang
sangat terbatas. Mengapa saya menuliskan hal ini di awal? Implikasi dari hal
ini ialah bahwa kita tidak mungkin memahami 100% mengenai Allah. Ada bagian
yang Allah ijinkan untuk kita dapat mengerti, dan ada pula hal yang unrevealed, yakni hal yang merupakan
misteri.
Dasar
pemikiran tersebut membuat kita sebagai ciptaan seharusnya tidak akan mampu
menjelaskan secara komplit dan benar secara 100% mengenai Allah, namun bukan
berarti bahwa kita tidak belajar untuk mengerti. Ada hal-hal yang ditunjukkan
kepada kita sebagai manusia yang terbatas untuk kita pahami.
Analogi Yang Tidak Sempurna
Ada
berbagai analogi mengenai Allah Tritunggal, dan kita perlu berangkat dari suatu
pemikiran bahwa analogi tidak pernah menggambarkan secara 100% kondisi riil.
Contoh analogi yang mungkin seringkali kita dengar tentang Allah Tritunggal
adalah mengenai matahari, ada kalanya matahari memiliki sinar, panas, dan
cahaya. Sama juga Allah kita memancarkan ketiga hal tersebut, tetapi
hakikatnya, Ia adalah matahari. Ada pula sebuah contoh seperti misalkan saya
dengan berbagai peran saya. Di rumah, saya menjadi seorang anak, di perusahaan
sebagai seorang staff, dan di gereja saya berperan sebagai seorang jemaat.
Analogi-analogi
tersebut berusaha untuk menjelaskan seperti apa Allah Tritunggal itu, tetapi
tidak ada yang sanggup untuk menjelaskan mengenai terperinci mengenai Allah
Tritunggal. Mengapa?
1.
Karena status kita sebagai
ciptaan, sehingga kita tidak mungkin dapat mengenal 100% pencipta kita
2.
Penggunaan pendekatan
Filsafat di dalam kita berusaha untuk mengerti pribadi Allah.
Sekalipun
ada berbagai analogi, ternyata kalau kita melihat lagi bahwa ternyata
analogi-analogi tersebut masih memiliki berbagai kelemahan. Tentu saja, karena
analogi tidak pernah dapat 100% menjelaskan mengenai sebuah hal yang
dianalogikannya. Apabila filsafat ternyata gagal untuk memahami siapa Allah
yang sebenarnya, maka pendekatan apa yang dapat kita gunakan? Karena Allah
Tritunggal ini ditunjukkan oleh alkitab, maka untuk mencoba memahaminya, kita
perlu melakukan pendekatan dari alkitab juga.
Melihat Kitab Kejadian
Sejak
kitab Kejadian, kita bisa melihat dengan begitu unik bagaimana ketritunggalan
Allah. Kejadian 1:1 di dalam alkitab Bahasa Indonesia berbunyi demikian:
Pada
mulanya Allah menciptakan langit dan bumi.
Dalam
bahasa Ibrani, kata yang digunakan untuk padanan kata Allah digunakan untuk
menunjukkan plural. Artinya bahwa
Allah di sini lebih dari satu. Namun pada kata “menciptakan”, digunakan verb
untuk subyek dalam bentuk singular. Kemudian
masih di kitab Kejadian 1, pada ayatnya yang kedua.
Bumi
belum berbentuk dan kosong; gelap gulita menutupi samudera raya, dan Roh Allah
melayang-layang di atas permukaan air.
Kata
“Roh Allah” disini juga menunjukkan bahwa Roh Kudus sudah ada saat peristiwa
penciptaan. Ini merupakan sebuah penegasan mengenai Allah.
Kemudian
juga kita melihat di Kejadian 1:26
Berfirmanlah
Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita,
supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan
atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap
di bumi."
Baiklah
“KITA”, bukan saya, ataupun yang lain. Tetapi sama kasusnya seperti pada
Kejadian 1:1, kata kerja yang mengikutinya adalah bentuk tunggal, bukan bentuk
jamak.
Melalui
beberapa contoh tersebut dapat kita lihat bahwa Alkitab dengan begitu jelas
menunjukkan bahwa Allah bukanlah tauhid,
tetapi ada sebuah keunikan. Kata kerja yang digunakan adalah bentuk tunggal,
sedangkan kata Allah sendiri dalam bentuk jamak.
Yesus sebagai “Anak Allah”
Menjadi
sebuah perdebatan yang begitu sengit pula ketika kita melihat di dalam
Perjanjian Baru mengenai Yesus. Orang Kristen percaya bahwa Yesus ialah Anak
Allah, namun juga Ia sendiri adalah Allah. Muncul sebuah pertanyaan yang begitu
sering ditanyakan oleh orang, “Kapan Yesus menyebut dirinya sebagai Allah?” dan
juga ada pertanyaan lain seperti ini: “Apakah Yesus sebagai Anak Allah, berarti
Dia adalah anak biologis dari Allah?”
Mari
kita coba melihat sebuah contoh yang begitu riil. Misalkan kita saat ini kuliah
di universitas X. Saat kita bertemu dengan seorang teman kita yang berasal dari
universitas lain, kita diberikan sebuah pertanyaan: “apakah kamu anak X?” jawaban
kita tentu saja adalah “Ya”. Contoh
tersebut membuktikan bahwa istilah “ANAK” disini bukan sebagai anak dalam arti
biologis, namun dalam arti yang lebih dalam yakni mengenai atribut. Ketika kita
sudah lulus dari universitas X, tentu saat melamar pekerjaan kita akan
mencantumkan universitas X tersebut di CV kita.
Sama
juga dengan istilah “Anak Allah” disini, yang berarti bahwa ketika Yesus
disebut sebagai Anak Allah, berarti Dia juga memiliki atribut Allah. Mari kita
coba melihat di kitab Yohanes.
Pada
mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu
adalah Allah.
“Pada
mulanya” pada ayat ini mengarah kepada satu kondisi di awal mula kehidupan,
atau asal mula segala sesuatu. Segalanya dimulai dari Firman, dan ada kata “bersama-sama”
dengan Allah, dan Firman itu ADALAH ALLAH. Bukankah ini adalah sebuah penegasan
bahwa Yesus sendiri ialah Allah? Hal ini menjadi penting untuk kita perhatikan
karena ayat ini sangat jelas menunjukkan bahwa Yesus ada sejak semula bersama
dengan Allah sendiri.
Tingkatan dalam Tritunggal,
Adakah?
Mitologi
Yunani sangat kaya akan dewa-dewa. Kita bisa melihat disana bahwa ada dewa yang
tertinggi. Ada raja dewa, dan ada tingkatan dewa yang lebih rendah. Apakah
tritunggal berarti bahwa ada tingkatan yang tertinggi di dalamnya? Dalam alkitab,
selalu disebutkan sebagai urutan adalah Allah Bapa, Allah Anak, dan terakhir
adalah Allah Roh Kudus. Apakah hal ini menunjukkan sesuatu?
Sekali
lagi kita lihat bahwa tritunggal tetap berdiri teguh di tengah tantangan
seperti ini. Kalau kita baca di dalam kitab Matius 28:19-20
Karena
itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, (Mat 28:19
ITB)
Kata
“nama” disini berbentuk tunggal, bukan jamak. Artinya pernyataan tersebut
mengarah kepada satu pribadi, bukan tiga. Hal ini sekaligus menegaskan bahwa
tidak pernah ada suatu tingkatan di dalam tritunggal tersebut.
Implikasi Pemahaman Allah
Tritunggal dalam Kehidupan Kita
Sebagai
orang Kristen, salah satu doktrin / pengajaran yang seringkali menjadi sebuah
perdebatan adalah mengenai Allah. Tetapi penekanan yang begitu indah di dalam
pengajaran ini adalah pernyataan Tuhan Yesus di dalam Yohanes 14:17b
Dunia
tidak dapat menerima Dia, sebab dunia tidak melihat Dia dan tidak mengenal Dia
1.
Belajar untuk tunduk dan
mengakui bahwa segala sesuatunya, pemahaman kita, hidup kita, dan segala detail
di dalam kehidupan kita adalah karya Allah yang luar biasa yang telah Tuhan
kerjakan
2.
Belajar mengenai Tritunggal /
Trinitas tidak akan pernah dapat kita selesaikan secara tuntas. Ingat posisi
kita sebagai ciptaan, yang tidak dapat memahami pencipta kita 100%
3.
Masalah iman bukanlah hal
yang dapat dipaksakan. Ingat bahwa ketika kita percaya kepada Yesus sendiri,
kita tidak pernah bisa dipaksakan. Hanya anugrah saja yang memampukan seseorang
untuk dapat mengenal Kristus secara pribadi
4.
Tritunggal juga menampakkan
sebuah kebenaran yang begitu luar biasa di dalam kehidupan orang percaya. Kalau
kita melihat sumber dari konsep “unity in diversity” pun, Allah Tritunggal
menampakkan konsep itu dengan begitu harmonis. Ada perbedaan di dalam kehidupan
kita, satu sama lain. Ada perbedaan spesies-spesies, bahkan di dalam spesies
itu sendiri juga ada berbagai perbedaan tetapi tetap saja ada sebuah kesatuan
yang harmonis di dalamnya.
Mari
belajar untuk terus mau belajar dan diperbarui selalu di dalam kuasa kasihNya.
Saya menutup dengan sebuah tulisan dari Paulus:
Kasih karunia Tuhan Yesus Kristus, dan kasih Allah, dan
persekutuan Roh Kudus menyertai kamu sekalian. (2Korintus 13:14)