Total Pageviews

Tuesday, December 30, 2014

Gereja Yang Berkarya

Pernahkah kita melihat kehidupan orang-orang yang di dalam dirinya terlalu banyak kolestrol dan lemak-lemak di dalam tubuhnya? Atau kalau tidak tahu seperti apa bentuk orang semacam ini, lihatlah orang yang mengalami obesitas. Keadaan orang-orang yang mengalami overweight ataupun obesitas seringkali terjadi karena mereka tidak memiliki kemampuan untuk me-manage kehidupannya sendiri. Mereka terlalu banyak mengkonsumsi jenis makanan tertentu dan terlalu memperhatikan kondisi di dalam diri mereka. Mereka jadi susah bergerak di dalam kehidupan mereka dan akhirnya mereka akan ‘inaktif’ di dalam kehidupan mereka.

Inilah sebenarnya refleksi kehidupan bergereja saat ini. Sebagai organisasi tentu saja gereja memiliki sebuah kebutuhan untuk dapat berkarya. Mereka perlu memperkuat organisasi mereka secara internal. Siapa sih yang nggak merindukan memiliki sebuah gedung gereja dengan peralatan yang lengkap, jumlah jemaat yang besar, dengan pelayan-pelayan kedalam yang aktif. Wah pasti setiap kita merindukan memiliki sebuah organisasi gereja yang seperti itu.

Sadar atau tidak, dua buah kisah di atas mungkin juga menunjukkan realitas gereja saat ini, dan ini terjadi di seluruh gereja. Gereja yang hanya menikmati kehidupan internal gerejanya tanpa mau mengutus anggota-anggotanya untuk melakukan suatu karya nyata bagi masyarakat. Apa yang terjadi? Gereja ini akhirnya tumbuh terus kedalam dan akhirnya penuh dengan konflik internal masalah kebijakan-kebijakan untuk mengembangkannya lagi.

Lalu masalahnya apa? Bukankah baik sekali kalau gereja itu tumbuh kedalam? Memang benar, tetapi ada hal yang jauh lebih penting lagi. Ketika gereja saat ini justru terus menerus menumbuhkan kehidupan kedalam mereka, tetapi mereka lupa mengenai tugas mereka untuk mewartakan kabar baik ke dunia. Sama seperti ketika ada seorang yang akan naik ke pesawat terbang. Pada saat akan masuk ke ruang boarding, ternyata topi dan sepatunya lepas, sedangkan tidak lama lagi pesawat akan segera berangkat. Saking sibuknya dia merapikan topi dan kemudian merapikan sepatunya, dia ternyata ketinggalan pesawat tersebut.

Gereja juga bisa saja mengalami hal yang sama. Mengurus hal-hal yang sebenarnya tidak esensi namun terus membicarakannya dan akhirnya melupakan tugas utama – membawa kabar baik dan membagikan kasih Kristus bagi orang-orang di sekitarnya. Yang diurusi hanyalah masalah kebaktian, memikirkan lagu, kemudian bagaimana caranya membuat liturgi yang ‘menyenangkan’. Tetapi apakah gereja hanya memiliki peran sebatas itu? Tidakkah kita menyadari bahwa ada hal yang jauh lebih besar yang sedang Allah persiapkan di dalam kehidupan gereja?

Mari belajar mengingat kembali apa sebenarnya yang menjadi realitas utama yang dihadapi sebagai gereja Tuhan. Saya tidak berkata bahwa pembangunan jemaat itu tidak penting. Sama sekali bukan. Justru ketika jemaat menjadi semakin dewasa, ia seharusnya menjadi agent of change yang jauh lebih efektif. Pertanyaannya adalah apakah hal yang selama ini dilakukan di dalam pembangunan jemaat sudah menyentuh kebutuhan-kebutuhan masyarakat? Apakah selama ini seminar ataupun persekutuan sudah sesuai dengan hal yang menjadi realitas itu? Ketika kita semakin belajar untuk hadir di tengah masyarakat, kita dapat lebih jeli menangkap realitas yang terjadi.

Nah apakah kita ingin menjadi gereja yang sehat? Gereja yang sehat sadar bahwa dia membutuhkan nutrisi. Tetapi juga tidak lupa dia berolahraga keluar dan membangun sesamanya. Artinya keduanya perlu berjalan beriringan. Menangkap realitas untuk tahu olahraga apa yang harus dikerjakan, sembari terus mengisi nutrisi dan berlatih sehingga bisa lebih maksimal. Akhirnya didapatkan sebuah gereja yang dapat aktif, tahu tujuan mengapa gereja itu berdiri, dan akhirnya semuanya adalah untuk kemuliaan Tuhan.

Kiranya ini menjadi sebuah pergumulan kita bersama sebagai gereja Tuhan, sebagai jemaat yang dipercayakan Tuhan menjadi penatalayan-Nya di dunia ini. Manakala Allah sudah memberkati kita, sudah memberikan yang terbaik di dalam kehidupan kita di dalam kehidupan berjemaat kita, tentu ada konsekuensinya, yakni kita juga dapat memberkati mereka. Menampilkan pelita itu di atas kaki dian, bukan hanya menyimpannya.


Soli Deo Gloria.

Sunday, November 2, 2014

Mengingat Kembali - Kekristenan Adalah Relasi


Seorang rekan bertemu denganku, dan ia adalah seorang Muslim. Ia bertanya: “apa sih yang menarik di dalam kekristenan?”. Ketika merenungkan pertanyaan itu, apa yang akan teman-teman jawab? Bukankah ini satu kesempatan penginjilan yang bagus bukan? Bukan kebetulan pastinya manakala kita diberikan sebuah pertanyaan yang membuat kita dapat menceritakan mengenai Kristus.

Balik lagi, apa yang akan teman-teman jawab? Mungkin sebagian dari kita akan menjawab Yohanes 3:16, atau Yohanes 14:6, kemudian Efesus 2:8-9, dan sebagainya. Tetapi ada satu hal yang kita tangkap di dalam alkitab kita, mulai dari awal hingga akhir. Apakah itu? Bahwa kekristenan ternyata bukanlah sekadar agama. Kekristenan adalah relasi, sebuah hubungan intim antara Tuhan Yesus yang turun sebagai manusia, memenuhi kehendak BapaNya untuk menebus dosa umat manusia. Ada sebuah kasih yang satu arah, dan itulah kasih yang sejati.

Mengapa kekristenan dapat dikatakan sebuah relasi? Karena di dalam kekristenan kita tidak punya ikatan apapun untuk menyembah Tuhan secara formal. Jangan salah sangka, bukan berarti bahwa ibadah yang kita lakukan setiap hari minggu menjadi sesuatu yang tidak penting. Salah besar, teman, karena justru itu adalah suatu kesempatan bersekutu dengan saudara seiman kita untuk sama-sama memuji dan memuliakan Tuhan.

Kembali lagi, bukan berarti bahwa ritual-ritual yang kita lakukan di gereja tidak penting. Tetap bahwa di dalam sebuah komunitas gereja kita perlu belajar untuk tidak hanya aktif tetapi bekerja tanpa arah dan tujuan yang jelas. Kembali kepada hal yang paling dasar bahwa kehidupan sebagai manusia memiliki tujuan untuk “memuliakan Tuhan dan menikmati Dia sepanjang waktu”. Bahwasanya dalam menikmati Dia itulah kita memuliakan Tuhan, dan juga sebaliknya.

Maknanya? Kita melihat ada banyak orang yang memiliki sebuah worship style yang indah, kita melihat banyak orang yang melayani tanpa lelah dan terus menerus konsisten. Kita mungkin bisa menyebutnya “Mr. / Ms. Everywhere”, yakni seseorang yang ada dimanapun dan kapanpun manakala kita berada di gereja. Beliau mungkin aktif di Paduan Suara, ataupun di pemusik. Dia juga punya kemampuan MC dan aktifis yang baik, tetapi bekerja tanpa satu dasar relasi yang intim dengan Tuhan. Dalam hal ini dia mungkin menganggap bahwa Tuhan senang manakala kita punya banyak aktivitas di gereja.

Tetapi kita melihat siapa sebenarnya di alkitab orang-orang seperti itu. Ya, mereka adalah orang-orang yang suka sekali menampilkan ketaatan mereka kepada Allah dengan tampil sebagai orang yang begitu rohani. Mereka adalah orang-orang Farisi, orang-orang yang memiliki “iman” yang begitu besar, mereka memiliki ketaatan rohani yang begitu hebat. Mereka terlihat seperti orang-orang yang begitu suci. Mereka adalah tipikal orang yang bisa menghakimi orang lain manakala orang lain tidak memiliki kualitas kerohanian yang sama dengan mereka.

Kerohanian farisi adalah kerohanian yang begitu mengerikan. Kerohanian ini memaksa seseorang untuk tampil perfect, menjadi seseorang yang munafik, dan menjadi orang-orang yang begitu memiliki idealisme tinggi tanpa adanya suatu kasih karunia. Artinya bahwa orang-orang seperti ini terkadang malah membenci kasih karunia yang Tuhan berikan di dalam hidupnya. Orang-orang ini bahkan melihat bahwa tidak ada orang yang lebih baik dari dirinya. Manakala ia melihat orang jahat tapi tiba-tiba mendapatkan sebuah kasih karunia, ia bisa saja protes kepada Tuhan.

Masih ingat kan dengan cerita “Perumpamaan Tentang Anak Yang Hilang”? Kita melihat ada 2 pribadi disana. Ada seorang sulung yang hidupnya tampil baik-baik saja, tetapi ada si bungsu yang kita bisa melihat adalah pribadi yang “menjijikkan”. Sang sulung secara tidak langsung menunjukkan sebuah kerohanian orang Farisi, yang menyangkal kasih Allah yang ada di dalam kehidupan setiap orang, termasuk orang yang brengsek sekalipun.

Kita melihat bukan dari kisah ini bahwa ternyata kekristenan bukan hanya tentang kita dapat melakukan sesuatu yang baik. Cornelius Van Til menyampaikan idenya di dalam buku Christian Theistic Ethics, bahwa di dalam etika kekristenan, kita perlu belajar mengenai 3 hal: motivasi, tujuan, dan cara. Semuanya harus sinkron dan itulah yang bisa disebut sebagai integritas. Ketika kita melakukan sesuatu yang benar namun motivasinya tidak dikembalikan untuk kemuliaan Allah, maka semuanya sia-sia.

Kita melihat bukan bahwa relasi dengan Tuhan menjadi begitu penting. Kehidupan keseharian kita menuntut kita menjadi pribadi yang memiliki relasi itu. Relasi yang sebenarnya harus menjadi hal yang terutama dibandingkan dengan relasi kita dengan hal lain. Itu seringkali hilang di dalam kehidupan modern kita. Cara paling mudah mengecek relasi kita dengan Tuhan adalah apa yang kita lakukan manakala kita memiliki waktu dimana kita cenderung “kosong”. Apakah kita punya satu keinginan kuat untuk duduk diam dan mendengar suaraNya, ataukah kita lebih menyukai bermain Hay Day atau Clash of Clans dari gadget kita?

Kembali lagi kita diingatkan bahwa relasi kita dengan Tuhan bukanlah sebuah relasi yang dapat kita mainkan dengan seenaknya. Relasi itu sebenarnya menjadi dasar kehidupan kita, dan kita perlu terus-menerus menjaga keintiman kita dengan Tuhan di dalam menjalani kehidupan ini. Kita perlu belajar dan terus bertanya “kalau aku masih hidup hingga saat ini, apa sih sebenarnya yang Tuhan mau kerjakan di dalam kehidupan kita?”.

Relasi itu sebenarnya adalah relasi kasih satu arah. Kasih yang sebenarnya nggak pernah layak untuk kita dapatkan, tetapi melalui salib di kalvari,  relasi itu dipulihkan. Salib itu akhirnya kembali mengembalikan hancurnya relasi manusia dengan Tuhan yang diakibatkan oleh dosa. Pertanyaan yang harus kita renungkan terus menerus adalah sudahkah kita memaknai relasi yang begitu indah ini? Relasi yang diberikan Allah di dalam kehidupan kita untuk kita dapat menikmati Dia. Dia selalu available 24 jam. Dia menginginkan kita untuk datang di hadapanNya, menikmati Dia sehingga kehidupan kita dapat memuliakan Dia.

Bagaimana relasi kita dengan Tuhan saat ini? Bagaimana kondisi kekristenan kita saat ini? Apakah kita hanya sekadar datang ke gereja dan menikmati kotbah, kemudian kita pulang? Apakah kita melayani Tuhan namun belum menyadari bahwa pelayanan itu sebenarnya adalah anugrah yang Tuhan berikan, bukan kuat gagah kita? Apakah kita memiliki suatu keterikatan tertentu terhadap sesuatu yang mana menghancurkan relasi kita denganNya? Dia adalah Allah yang setia di dalam hidup kita. Ia adalah Allah yang ingin kita datang seperti anak bungsu yang mau datang kembali. Implikasinya juga dapat kita lihat di kitab awal alkitab kita. Ia bertanya kepada Adam, “dimanakah engkau?”. Allah bukan tidak tahu Adam ada di mana. Ia ingin Adam datang kepadaNya dan mengakui bahwa tanpa Dia, Adam bukanlah apa-apa.

Sudahkah kita datang kepadaNya dan mengakui setiap kelemahan kita di dalam hidup ini? Sudahkah pusat hidup kita ialah Dia, yang membuat tindakan kita, perkataan kita, kehidupan kita adalah bagi Dia?

Soli Deo Gloria!
(ASW)

Tuesday, September 9, 2014

Kitab Daniel : Makna Teologis Tentang Penyertaan Allah di Dalam Kehidupan Manusia


Ketika kita membaca kitab Daniel, kisah apa yang paling sering kita dengar? Tidak diragukan lagi bahwa semenjak kita mengikuti sekolah minggu, ada dua kisah yang membuat kita terbengong-bengong sampai mungkin kita hanya dapat menangkap dua kisah ini tanpa membaca kembali kitab Daniel. Dua kisah yang dimaksud adalah: (1) Ketika Sadrakh, Mesakh, dan Abednego akan dilempar ke dalam perapian, tetapi ternyata mereka keluar dengan keadaan tidak terluka. (2) pada saat Daniel dilempar ke lubang singa, tetapi ia berhasil selamat tanpa kekurangan sesuatu apapun.

Kedua kisah ini sering kita dengar dan paling tidak sebagai orang Kristen kita menghafalkannya. Tetapi lebih jauh lagi, kalau kita baca secara teliti, ada hal yang juga menarik di dalam kitab Daniel. Kitab Daniel ini juga menunjukkan satu berita yang begitu menarik. Disini kita melihat mengenai karakter dan penyertaan Allah terhadap bangsa Israel sekalipun mereka berada di tanah pembuangan Babel. Bangsa Yehuda adalah bangsa yang besar, tetapi identitas mereka sebagai sebuah bangsa yang diberkati oleh Allah akhirnya dirasa hilang oleh orang Yehuda karena akhirnya mereka dibuang ke Babel.

Kita melihat di dalam kitab Daniel ada sebuah pola yang menarik, yakni Allah yang selalu akhirnya ditinggikan. Kita melihat kisah mengenai bagaimana raja Nebukadnezar mulai bermimpi dan di seluruh negeri, tidak ada seorang pun yang dapat menjelaskan arti mimpi itu kepada raja. Sampai akhirnya raja mengeluarkan suatu perintah untuk menghabisi orang-orang pintar di negeri itu sebelum akhirnya Daniel keluar sebagai seorang pahlawan. Daniel menjawab dengan tepat sampai akhirnya ia dikaruniai sebuah kedudukan di dalam istana. Kita melihat disini, seorang Nebukadnezar yang terlihat begitu besar dan akhirnya umat Tuhan mulai bergerak, akhirnya ada satu perubahan sikap yang dibalik 180 derajat.

Kisah ini berlanjut di dalam pasal berikutnya mengenai Sadrakh, Mesakh dan Abednego, yang mana kalau kita baca detailnya, bahkan algojo yang akan memasukkan mereka bertiga ke dalam api pun juga terbakar. Tetapi disinilah ada hal yang dapat kita pelajari: justru di dalam situasi genting seperti inilah Tuhan mau memakai umatNya menjadi satu kemuliaan bagi namaNya. Manakala dunia melihat bahwa yang paling penting adalah kenyamanan di dalam ketidakjelasan akan makna hidup, justru kekristenan menawarkan sebuah kehidupan yang memuliakan Allah.

Berlanjut kepada cerita dimana Daniel dimasukkan ke dalam goa singa. Namun kita lagi-lagi melihat bahwa singa itulah yang menjadi media untuk sebuah doksologi yang dinyatakan oleh Raja Darius, seorang Kafir! Darius yang paling besar, kemudian akhirnya menjadi lemas, dan ada satu doksologi dari orang yang paling besar itu. Artinya bahwa ada perubahan fokus hidup.

Sampai disini biasanya kita sudah hafal kitab Daniel. Tetapi kalau kita melanjutkan di pasal 7, kita membaca ada frasa “Anak Manusia”. Saat ini Daniel-lah yang menjadi lemas, dan ia akhirnya mendapat kelegaan. Apa signifikansi “Anak Manusia”? Sebenarnya ini adalah sebuah gelar mesianik, karena kita dengan jelas dapat membaca seperti apa sih Anak Manusia ini? Kita membaca bahwa “Anak Manusia” ini diberi kekuasaan dan kemuliaan dan kekuasaan sebagai raja (Daniel 7:14). Apa maknanya? Yesus juga berkata bahwa Ia adalah “Anak Manusia”, yang berarti bahwa Yesus sendiri menyatakan diriNya sendiri sebagai Allah.

Ya ternyata kita membaca sebuah kitab yang jauh lebih indah bukan? Daniel ini bukan hanya sekedar kita membaca mengenai kisah anak muda yang diberkati. Jauh lebih dalam lagi ada pemaknaan teologis yang cukup mendalam yang seharusnya membuat kita menyadari akan peran kita dan pembelajaran kita sebagai orang Kristen yang perlu terus menerus teguh di dalam kehidupan memperjuangkan kekristenan kita.

Soli Deo Gloria!

Sunday, June 15, 2014

Beauty of Christianity - The Trinity

Pembukaan
“Mana mungkin Allah bisa tiga tapi satu, atau satu tapi tiga?” Pertanyaan itu sering sekali dilontarkan kepada kita, orang-orang Kristen yang mempercayai doktrin Allah Tritunggal. Istilah “Tritunggal” sendiri tidak pernah dituliskan di dalam alkitab. Hal ini menjadi sebuah tantangan tersendiri bahwa ternyata alkitab secara tersurat tidak pernah menyebutkan kata tersebut, tetapi di sepanjang alkitab, ada banyak kalimat yang tersirat yang menunjukkan bahwa Allah kita ialah Allah Tritunggal.

Sebelum masuk kedalam pembahasan lebih lanjut, kita mencoba untuk terlebih dahulu mengerti tentang siapa kita dan siapa Allah. Kitab Kejadian menuliskan mengenai siapa kita, yakni ciptaan. Allah ialah pencipta. Jadi ada satu gap  yang luar biasa antara kita dengan Allah. Allah sebagai pencipta ialah pribadi yang tidak terbatas, dan manusia sebagai ciptaan ialah pribadi yang sangat terbatas. Mengapa saya menuliskan hal ini di awal? Implikasi dari hal ini ialah bahwa kita tidak mungkin memahami 100% mengenai Allah. Ada bagian yang Allah ijinkan untuk kita dapat mengerti, dan ada pula hal yang unrevealed, yakni hal yang merupakan misteri.

Dasar pemikiran tersebut membuat kita sebagai ciptaan seharusnya tidak akan mampu menjelaskan secara komplit dan benar secara 100% mengenai Allah, namun bukan berarti bahwa kita tidak belajar untuk mengerti. Ada hal-hal yang ditunjukkan kepada kita sebagai manusia yang terbatas untuk kita pahami.

Analogi Yang Tidak Sempurna
Ada berbagai analogi mengenai Allah Tritunggal, dan kita perlu berangkat dari suatu pemikiran bahwa analogi tidak pernah menggambarkan secara 100% kondisi riil. Contoh analogi yang mungkin seringkali kita dengar tentang Allah Tritunggal adalah mengenai matahari, ada kalanya matahari memiliki sinar, panas, dan cahaya. Sama juga Allah kita memancarkan ketiga hal tersebut, tetapi hakikatnya, Ia adalah matahari. Ada pula sebuah contoh seperti misalkan saya dengan berbagai peran saya. Di rumah, saya menjadi seorang anak, di perusahaan sebagai seorang staff, dan di gereja saya berperan sebagai seorang jemaat.

Analogi-analogi tersebut berusaha untuk menjelaskan seperti apa Allah Tritunggal itu, tetapi tidak ada yang sanggup untuk menjelaskan mengenai terperinci mengenai Allah Tritunggal. Mengapa?
1.       Karena status kita sebagai ciptaan, sehingga kita tidak mungkin dapat mengenal 100% pencipta kita
2.       Penggunaan pendekatan Filsafat di dalam kita berusaha untuk mengerti pribadi Allah.

Sekalipun ada berbagai analogi, ternyata kalau kita melihat lagi bahwa ternyata analogi-analogi tersebut masih memiliki berbagai kelemahan. Tentu saja, karena analogi tidak pernah dapat 100% menjelaskan mengenai sebuah hal yang dianalogikannya. Apabila filsafat ternyata gagal untuk memahami siapa Allah yang sebenarnya, maka pendekatan apa yang dapat kita gunakan? Karena Allah Tritunggal ini ditunjukkan oleh alkitab, maka untuk mencoba memahaminya, kita perlu melakukan pendekatan dari alkitab juga.

Melihat Kitab Kejadian
Sejak kitab Kejadian, kita bisa melihat dengan begitu unik bagaimana ketritunggalan Allah. Kejadian 1:1 di dalam alkitab Bahasa Indonesia berbunyi demikian:

Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi.

Dalam bahasa Ibrani, kata yang digunakan untuk padanan kata Allah digunakan untuk menunjukkan plural. Artinya bahwa Allah di sini lebih dari satu. Namun pada kata “menciptakan”, digunakan verb untuk subyek dalam bentuk singular. Kemudian masih di kitab Kejadian 1, pada ayatnya yang kedua.

Bumi belum berbentuk dan kosong; gelap gulita menutupi samudera raya, dan Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air.

Kata “Roh Allah” disini juga menunjukkan bahwa Roh Kudus sudah ada saat peristiwa penciptaan. Ini merupakan sebuah penegasan mengenai Allah.

Kemudian juga kita melihat di Kejadian 1:26

Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi."

Baiklah “KITA”, bukan saya, ataupun yang lain. Tetapi sama kasusnya seperti pada Kejadian 1:1, kata kerja yang mengikutinya adalah bentuk tunggal, bukan bentuk jamak.

Melalui beberapa contoh tersebut dapat kita lihat bahwa Alkitab dengan begitu jelas menunjukkan bahwa Allah bukanlah tauhid, tetapi ada sebuah keunikan. Kata kerja yang digunakan adalah bentuk tunggal, sedangkan kata Allah sendiri dalam bentuk jamak.

Yesus sebagai “Anak Allah”
Menjadi sebuah perdebatan yang begitu sengit pula ketika kita melihat di dalam Perjanjian Baru mengenai Yesus. Orang Kristen percaya bahwa Yesus ialah Anak Allah, namun juga Ia sendiri adalah Allah. Muncul sebuah pertanyaan yang begitu sering ditanyakan oleh orang, “Kapan Yesus menyebut dirinya sebagai Allah?” dan juga ada pertanyaan lain seperti ini: “Apakah Yesus sebagai Anak Allah, berarti Dia adalah anak biologis dari Allah?”

Mari kita coba melihat sebuah contoh yang begitu riil. Misalkan kita saat ini kuliah di universitas X. Saat kita bertemu dengan seorang teman kita yang berasal dari universitas lain, kita diberikan sebuah pertanyaan: “apakah kamu anak X?” jawaban kita tentu saja adalah  “Ya”. Contoh tersebut membuktikan bahwa istilah “ANAK” disini bukan sebagai anak dalam arti biologis, namun dalam arti yang lebih dalam yakni mengenai atribut. Ketika kita sudah lulus dari universitas X, tentu saat melamar pekerjaan kita akan mencantumkan universitas X tersebut di CV kita.

Sama juga dengan istilah “Anak Allah” disini, yang berarti bahwa ketika Yesus disebut sebagai Anak Allah, berarti Dia juga memiliki atribut Allah. Mari kita coba melihat di kitab Yohanes.

Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah.

“Pada mulanya” pada ayat ini mengarah kepada satu kondisi di awal mula kehidupan, atau asal mula segala sesuatu. Segalanya dimulai dari Firman, dan ada kata “bersama-sama” dengan Allah, dan Firman itu ADALAH ALLAH. Bukankah ini adalah sebuah penegasan bahwa Yesus sendiri ialah Allah? Hal ini menjadi penting untuk kita perhatikan karena ayat ini sangat jelas menunjukkan bahwa Yesus ada sejak semula bersama dengan Allah sendiri.

Tingkatan dalam Tritunggal, Adakah?
Mitologi Yunani sangat kaya akan dewa-dewa. Kita bisa melihat disana bahwa ada dewa yang tertinggi. Ada raja dewa, dan ada tingkatan dewa yang lebih rendah. Apakah tritunggal berarti bahwa ada tingkatan yang tertinggi di dalamnya? Dalam alkitab, selalu disebutkan sebagai urutan adalah Allah Bapa, Allah Anak, dan terakhir adalah Allah Roh Kudus. Apakah hal ini menunjukkan sesuatu?

Sekali lagi kita lihat bahwa tritunggal tetap berdiri teguh di tengah tantangan seperti ini. Kalau kita baca di dalam kitab Matius 28:19-20

Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, (Mat 28:19 ITB)

Kata “nama” disini berbentuk tunggal, bukan jamak. Artinya pernyataan tersebut mengarah kepada satu pribadi, bukan tiga. Hal ini sekaligus menegaskan bahwa tidak pernah ada suatu tingkatan di dalam tritunggal tersebut.

Implikasi Pemahaman Allah Tritunggal dalam Kehidupan Kita
Sebagai orang Kristen, salah satu doktrin / pengajaran yang seringkali menjadi sebuah perdebatan adalah mengenai Allah. Tetapi penekanan yang begitu indah di dalam pengajaran ini adalah pernyataan Tuhan Yesus di dalam Yohanes 14:17b

Dunia tidak dapat menerima Dia, sebab dunia tidak melihat Dia dan tidak mengenal Dia

1.       Belajar untuk tunduk dan mengakui bahwa segala sesuatunya, pemahaman kita, hidup kita, dan segala detail di dalam kehidupan kita adalah karya Allah yang luar biasa yang telah Tuhan kerjakan
2.       Belajar mengenai Tritunggal / Trinitas tidak akan pernah dapat kita selesaikan secara tuntas. Ingat posisi kita sebagai ciptaan, yang tidak dapat memahami pencipta kita 100%
3.       Masalah iman bukanlah hal yang dapat dipaksakan. Ingat bahwa ketika kita percaya kepada Yesus sendiri, kita tidak pernah bisa dipaksakan. Hanya anugrah saja yang memampukan seseorang untuk dapat mengenal Kristus secara pribadi
4.       Tritunggal juga menampakkan sebuah kebenaran yang begitu luar biasa di dalam kehidupan orang percaya. Kalau kita melihat sumber dari konsep “unity in diversity” pun, Allah Tritunggal menampakkan konsep itu dengan begitu harmonis. Ada perbedaan di dalam kehidupan kita, satu sama lain. Ada perbedaan spesies-spesies, bahkan di dalam spesies itu sendiri juga ada berbagai perbedaan tetapi tetap saja ada sebuah kesatuan yang harmonis di dalamnya.

Mari belajar untuk terus mau belajar dan diperbarui selalu di dalam kuasa kasihNya. Saya menutup dengan sebuah tulisan dari Paulus:


Kasih karunia Tuhan Yesus Kristus, dan kasih Allah, dan persekutuan Roh Kudus menyertai kamu sekalian. (2Korintus 13:14)

Saturday, May 31, 2014

Pelayanan Yeremia

 Yeremia – sesosok nabi yang menarik. Mellow, merasa rendah, penuh dengan pergumulan dan ratapan, tetapi di balik itu dia adalah pribadi yang begitu jujur dan punya sebuah kerinduan bagi bangsanya, untuk mengembalikan bangsa kepunyaan Tuhan itu ke jalan yang benar.

Yeremia adalah pribadi yang menarik. Ia menerima langsung panggilan Allah, sekalipun di masa mudanya. Yeremia yang pada awalnya ketakutan luar biasa tetapi akhirnya berangkat juga. Di tengah pelayanan nabi ini, ada berbagai macam pergumulan yang secara jujur sekali ia ungkapkan. Kalau kita baca kitab Yeremia secara lengkap, bahkan ada satu poin dimana ia jujur di hadapan Allah sampai mengatakan bahwa Allah adalah “sungai yang curang[i]”. Sekali waktu di tengah pergumulannya, ia menyatakan iman yang luar biasa.

Tetapi apabila aku berpikir: "Aku tidak mau mengingat Dia dan tidak mau mengucapkan firman lagi demi nama-Nya", maka dalam hatiku ada sesuatu yang seperti api yang menyala-nyala, terkurung dalam tulang-tulangku; aku berlelah-lelah untuk menahannya, tetapi aku tidak sanggup.
(Yeremia 20:9)

Yeremia mengajarkan beberapa prinsip pelayanan yang perlu kita pahami. Memang kalau kita membahas seluruh kitab Yeremia, kita akan melihat berbagai kisah, tetapi saat ini kita akan fokus pada bagaimana pelayanan Yeremia itu didasari hanya oleh kuasa Tuhan dan semuanya adalah bagi kemuliaan Tuhan.

1.   Yeremia taat dan setia
Ketaatan Yeremia nampak sejak awal Allah memanggil dia sebagai seorang nabi. Sekalipun pada awalnya ia rendah diri karena masih muda, tetapi setelah diberikan janji penyertaan Allah, ia pun berangkat.
Baca seluruh kitab nabi Yeremia dan kalau kita perhatikan di dalam beberapa kesempatan ia bergumul tetapi tetap ia taat atas panggilan yang Tuhan berikan di dalam kehidupannya. Yeremia 20:9 itu merupakan salah satu deklarasi bahwa di tengah pergumulan yang begitu berat, ia tetap belajar untuk setia melayani Tuhan.

2.   Kuasa Firman itu cukup untuk kita dapat melayani Dia
Saat aku masih bergereja di Surabaya, aku pernah diberikan suatu kepercayaan untuk melayani sebagai pemimpin kelompok cell group. Mulanya aku begitu takut, dan memang benar ketika awal aku memimpin aku sempat menangis di hadapan anak-anak yang aku bimbing, terkait dengan ulah mereka. Saat itu aku begitu malu dan segera mengakhiri pertemuan itu. Setelah itu aku menghadap mentorku dan satu hal yang aku sadari: aku mengandalkan kekuatanku sendiri di dalam pelayanan ini.
Yeremia tahu benar bahwa panggilan itu berasal dari Allah. Oleh karena keyakinan itulah ia melayani. Allah “menaruh perkataan-perkataan di dalam mulutnya[ii]”. Hal ini menjadi satu pembelajaran bagi kita, bahwa pelayanan itu sebenarnya bukan kita yang bekerja. Pelayanan adalah gawe-nya Tuhan, oleh karena itu semuanya adalah dari Dia, bagi Dia, dan oleh Dia[iii].

3.   Belajar jujur di hadapan Tuhan
Pergumulan yang dihadapi Yeremia adalah bagaimana ia ingin sekali bangsa itu kembali ke jalan yang benar. Karena itulah di dalam doa-doa yang dipanjatkan Yeremia, ia selalu berdoa bagi bangsa itu, terlepas juga ia sangat jujur di hadapan Allah mengenai kondisinya.
Ketika kita mengerti akan panggilan Allah di dalam kehidupan kita, seharusnya kita menyadari bahwa kita perlu jujur di hadapan Tuhan. Memang benar tidak ada yang tersembunyi di mata Tuhan, namun di dalam pelayanan, kita perlu belajar untuk curhat ke Tuhan, belajar jujur atas kekecewaan kita, kemarahan kita, pergumulan kita. Mencari jawaban dari Tuhan dan benar-benar mengandalkan Dia sebagai satu-satunya sumber jawaban.

4.   Process oriented
Apa sih yang salah di dalam pelayanan Yeremia? Dia sudah memberitakan injil dengan baik. Kita dibandingkan Yeremia tidak ada apa-apanya kan? Dia memberitakan Firman dan kalau kita lihat effort yang dilakukan Yeremia, bukankah Yeremia sudah begitu maksimal di dalam pelayanan?
Apa yang dia dapatkan? Tidak lain hanyalah pelayanan tanpa hasil. Tidak ada tepuk tangan, tidak ada hal yang indah menurut pandangan manusia, tidak ada hal yang patut dibanggakan.
Tetapi sadarkah bahwa pelayanan Yesus pun juga berakhir seperti itu bukan? Selalu ada tantangan dan Yesus pun berakhir di kayu salib, yang merupakan lambang kehinaan terbesar jaman itu. Dampak pelayanan Yeremia apa? Kalau kita baca kitab Daniel, dialah yang menemukan gulungan kitab yang ditulis oleh Yeremia! Ia menemukan bahwa pembuangan ke Babel sudah dinubuatkan oleh Yeremia dan hal itu membuat Daniel menyadari dan semakin mengenal Allah.
Jangan pernah menilai sebuah pelayanan dari jumlah orang yang bertobat, atau bagaimana melalui perkataan kita seseorang bisa menerima Yesus. Pelayanan itu adalah perubahan diri sendiri menjadi orang yang semakin kenal Kristus, dan melalui kehidupan kita, tindakan kita, pemikiran kita, dan pemberitaan kitalah maka orang lain dapat tertarik dan Roh Kudus akan menggerakkan orang tersebut untuk dapat mengenal Kristus.

“Aku hidup di hadapan Sang Penonton Tunggal, di hadapan orang lain aku tidak perlu membuktikan apapun, tidak perlu meraih apapun, tidak perlu kehilangan apapun[iv]

Yeremia sudah memperlihatkan bahwa prinsip terutama pada pelayanan bukan pada prestasi, bukan pada skill, tetapi mengenai satu kesadaran akan panggilan Tuhan di dalam kehidupannya. Itulah yang membuat Yeremia mampu bertahan, dan dapat jujur di hadapan Tuhan, sambil terus berpegang penuh padaNya. Inilah kebenaran alkitab, yang mana kita perlu terus belajar untuk memurnikan motivasi kita, menajamkan visi kehidupan kita sambil terus menyerah kepada Tuhan.

Apa yang membuat anda takut melayani? Apa yang menjadi halangan bagi kita untuk melayani? Kalau kita sadar bahwa semuanya adalah karena Allah, dan bagi Allah, maka kita tidak perlu sungkan sebagai orang yang sudah menerima anugrah. AnugrahNya itulah yang akan mendorong kita untuk dapat melakukan hal yang terbaik. AnugrahNya itulah yang menjadi sumber pengharapan. AnugrahNya itulah yang membentuk suatu keinginan dan kerinduan bagi kita untuk terus hidup bagi kemuliaanNya.

Selamat merenungkan dan memuliakanNya
Soli Deo Gloria





[i] Yeremia 15:8
[ii] Yeremia 1:9
[iii] Roma 11:36
[iv] Charles Gordon, seperti dikutip dalam buku The Call karya Os Guinness

Tuesday, April 29, 2014

PA 1 Petrus 1:17-23

Petrus menulis dengan sangat keras disini. Ia mencoba meyakinkan umat untuk memaknai keselamatan yang sudah dikerjakan Allah di dalam kehidupan keseharian kita. Poin penting disini adalah kalimat “Allah tanpa memandang muka”, yang berarti bahwa ini menjadi satu kesadaran bagi kita untuk tidak menyombongkan diri atas apapun yang kita miliki. Allah empunya segalanya, dan karena itulah kita dituntut untuk hidup dalam ketakutan.

Petrus juga menuliskan kata “menumpang”, yang menunjukkan bahwa sebenarnya kita ini bukanlah ‘penduduk asli’ dari dunia ini. Artinya merujuk kepada ayat selanjutnya. Tetapi kata “menumpang” disini menjadi sesuatu yang sangat penting. Bayangkan ketika kita menumpang di rumah orang lain. Apakah kita akan dengan nyaman dan bebas untuk tinggal di dalamnya? Tentu saja tidak! Sama dengan kita, seharusnya kita memiliki sebuah kerinduan untuk kita dapat segera kembali, merindukan suasana rumah. Saat kita menumpang, selalu ada rasa kuatir dan takut akan hal-hal yang akan terjadi.

Implikasi dari hal ini adalah kita selayaknya menjaga kehidupan kita di hadapan Allah. Kita tahu bahwa di dalam kehidupan kita di dunia, segala hal di dalamnya bersifat fana. Suatu saat nanti… Ya! Suatu saat nanti kala kita diijinkan untuk pulang, kembali ke rumah kita yang sesungguhnya, yang sudah Dia sediakan, itulah momen yang paling indah di dalam kehidupan kita.

Petrus melanjutkan dengan kembali menegaskan penebusan sebagai karya Kristus. Segala hal yang ada di dunia ini tidak sebanding dengan darah Yesus. Darah yang tercurah di atas salib, yang membebaskan kita dari dosa. Kita membaca disini bahwa keselamatan itu sama sekali tidak ada campur tangan manusia. Inilah kunci sebenarnya dari kekristenan. Perbedaan antara kekristenan dengan agama / kepercayaan lain di dunia ini adalah penebusan Kristus. Allah yang turun ke dunia melalui Yesus Kristus, merendahkan diriNya sebagai hamba, dan membebaskan dosa manusia. Keselamatan sepenuhnya adalah campur tangan Allah, tidak ada usaha manusia sedikit pun di dalam kita mendapatkan keselamatan.

Petrus menegaskan bahwa tidak ada hal yang lebih indah sebenarnya daripada salib Kristus. Penebusan melalui salib adalah kesempurnaan dari karya keselamatan. Ayat selanjutnya menyatakan bahwa Allah sudah dipilih sejak dunia dijadikan, dan alasan mengapa Dia menyatakan diriNya adalah karena kamu (karena manusia). Ini adalah panggilan bagi setiap kita untuk menghidupi kehidupan yang kudus di dunia.

Ayat selanjutnya memberitakan tentang keselamatan yang satu-satunya berasal dari Allah. Dampak dari kita telah diselamatkan adalah kita dapat memiliki iman dan pengharapan yang tertuju kepada Allah. Artinya bahwa satu-satunya pengharapan di dalam kehidupan kita sebagai orang Kristen adalah karena Kristus sendiri. Ada pengharapan di dalam kehidupan baru yang diberikan oleh Kristus. Ada suatu janji yang harus kita maknai sebagai anugrah.

Dampak dari hidup di dalam anugrah adalah kita dapat melakukan hal-hal di dalam ketaatan kepada Allah. Ketaatan disini terkait dengan kebenaran yang akan Kristus nyatakan, dan ini berlangsung secara terus-menerus di dalam kehidupan kita. Kehidupan yang berpusat kepada Kristus akan membuat kita menjadi pribadi yang memiliki suatu kesungguhan untuk dapat mengasihi sesame kita manusia. Tentu saja hal yang mendasarinya adalah keselamatan, dan itu timbul dari kerinduan hati kita untuk terus menerus takluk kepada firman dan memaknai anugrah hari demi hari.


Kelahiran kembali hanya timbul berdasarkan Firman. Penegasan Petrus disini sangat jelas, bahwa ternyata perbuatan baik kita berasal dari benih, yang adalah Firman. Bagaimana kita bisa mengerti Firman? Allah yang bangkit, Allah yang berkuasa, Allah yang telah memilih kita sejak sebelum dunia dijadikan, Ia lah yang membukakan kepada kita rahasia itu. Iman yang berfokus kepada Allah. Memaknai hal ini seharusnya sebagai orang Kristen kita benar-benar penuh rasa syukur, atas setiap hal kecil apapun yang sudah Yesus kerjakan di dalam kehidupan kita. Ia mengaruniakan Roh Kudus untuk kita dapat hidup seturut dengan kehendak Allah, sekalipun di dunia kita masih tetap dapat memiliki suatu relasi yang intim dengan Allah, dan tidak dapat dipungkiri, semuanya adalah anugrahNya, dan apapun yang kita kerjakan, semuanya adalah untuk kemuliaanNya.

Monday, March 31, 2014

Eksposisi Yohanes 15:1-8

Yoh 15:1  "Akulah pokok anggur yang benar dan Bapa-Kulah pengusahanya.
Yoh 15:2  Setiap ranting pada-Ku yang tidak berbuah, dipotong-Nya dan setiap ranting yang berbuah, dibersihkan-Nya, supaya ia lebih banyak berbuah.
Yoh 15:3  Kamu memang sudah bersih karena firman yang telah Kukatakan kepadamu.
Yoh 15:4  Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku.
Yoh 15:5  Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa.
Yoh 15:6  Barangsiapa tidak tinggal di dalam Aku, ia dibuang ke luar seperti ranting dan menjadi kering, kemudian dikumpulkan orang dan dicampakkan ke dalam api lalu dibakar.
Yoh 15:7  Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya.
Yoh 15:8  Dalam hal inilah Bapa-Ku dipermuliakan, yaitu jika kamu berbuah banyak dan dengan demikian kamu adalah murid-murid-Ku."


Mari kita lihat bagaimana latar belakang kehidupan bangsa Israel. Di dalam kehidupan bangsa Israel, kebun anggur selalu memiliki seorang pengusaha. Nah di dalam ayat ini Yesus mencoba menjelaskan mengenai peran manusia di dunia ini. Yesus pertama kali menjelaskan mengenai pokok anggur, yakni Dia sendiri sebagai pokok anggur. Sebuah pokok anggur menandakan adanya suatu tanda kehidupan di dalam kehidupan Yesus. Hal ini sangat menarik manakala kita melihat perkataan Yesus selanjutnya adalah Dia adalah “pokok anggur yang benar”, artinya berarti ada pokok anggur yang salah / tidak benar. Ia juga mengatakan bahwa Bapa adalah pengusaha, yang mana Ia yang merawat pokok tersebut beserta ranting-rantingnya.

Kalau kita melihat ayat ini, satu hal yang dapat kita tangkap adalah bahwa satu-satunya kebenaran adalah di dalam Yesus, dan kebun anggur yang diurus Bapa pun berpusat pada Yesus. Artinya bahwa tidak ada kehidupan tanpa adanya Kristus di dalam kehidupan kita. Dialah pokok anggur itu, pokok anggur yang benar yang memberikan ranting-rantingnya supply makanan.

Ayat ke 2 ini mencoba menjelaskan bagaimana peran Bapa, yakni sang pengusaha dari kebun tersebut di dalam merawat kebun anggur. Kebun anggur biasanya di dalam konteks bangsa Israel diurus oleh seorang pengusaha, dan ada pula pekerja-pekerja kebun anggur tersebut yang diutus oleh pengusaha. Pekerja kebun anggur ini taat di dalam perintah pengusaha.

Perintah pengusaha kebun anggur ini jelas sekali, bahwa untuk menghasilkan buah anggur yang berkualitas maka harus dilakukan suatu pembersihan. Kalau melihat ayat ke 2 di bagian akhir, setiap ranting yang tidak berbuah akan ‘dipotong’. Sangat menarik bahwa ranting-ranting yang tidak berbuah ini mengganggu pertumbuhan ranting-ranting yang berbuah. Setiap ranting yang berbuah mendapatkan sebuah perlakuan yang spesial, yakni selalu dibersihkan.

Sama juga di dalam kehidupan kita bersama Allah. Ketika kita sudah diasupi ‘makanan’ rohani, seharusnya kita memiliki kehidupan baru bersama Allah. Kehidupan baru itu ditandai dengan tindakan yang bisa menghasilkan buah. Kalau di dalam kehidupan kita, kita menjadi seseorang yang anti dengan kritikan yang diarahkan kepada kita, itu berarti kita benar-benar menjadi pribadi yang tidak mau ‘dibersihkan’. Firman Tuhan itu seperti pedang bermata dua, saat kita belajar Firman, seharusnya hal yang kita pelajari memberikan sebuah perubahan di dalam kehidupan kita.

Menarik pula disini ada sebuah janji dari Tuhan. Ketika kita sudah mendapatkan asupan makanan yang benar, maka kita juga akan mendapatkan sebuah pertumbuhan yang lebih optimal. Artinya bahwa ketika kita belajar merendahkan diri di hadapan Tuhan dan menerima FirmanNya itu menunjukkan bahwa kita ingin mengenal pribadi Tuhan, dan Ia akan membuat kita menjadi pribadi-pribadi yang siap untuk ‘tercurah’. Ya, menjadi anggur yang tercurah bagi orang lain sehingga orang-orang bisa menikmati kasih Kristus.

Ayat ke-3 mengimplikasikan mengenai bagaimana kita sebagai ranting sudah dibersihkan, dan pembersihan itu adalah akibat dari Firman Tuhan sendiri. Wah ini sungguh menjadi sesuatu yang harus kita tanamkan di dalam kehidupan kita. Pernyataan dari Yesus ini seharusnya menjadi motivasi bagi kita untuk terus menerus ingin dibersihkan, dan itu berarti kita perlu terus belajar mengenai kebenaran yang ada di dalam firman itu. Apa sikap kita manakala kita sedang dibersihkan oleh Tuhan melalui Firman itu? Apakah kita bersikap defensif, ataukah kita menerima hal itu?

Ayat ke-4, Yesus mencoba menegaskan kembali bagaimana kehidupan kita sebagai ‘ranting’ tidak dapat terpisah dari pokok anggur. Ranting tidak dapat berbuah sendiri saat ia lepas dari pokok anggur, sama seperti kehidupan kita. Pembelajaran dari ayat ini adalah bagaimanapun, kita tetap diminta untuk ‘menempel’ dengan pokok anggur tersebut. Ketika kita tidak menempel di dalam Firman, kita tidak akan bisa berbuah di dalam kehidupan kita. Makna hidup kita ditemukan saat kita tetap menempel dengan kebenaran Firman Tuhan sendiri.

Ayat ke-5 mencoba menjelaskan kepada kita mengenai bagaimana kehidupan kita di dalam Kristus dan diluar Kristus, sang pokok anggur yang benar. Ketika kita berada di dalam Yesus, kita berbuah banyak, dan diluar DIa, kita tidak dapat berbuat apa-apa. Yah, ini realitas yang seringkali kita tidak menyadarinya. Ketika kita hidup di tengah dunia ini dengan berbagai problematikanya, kita bisa benar-benar lupa kalau ada Tuhan di dalam kehidupan kita. Kita menjadi pribadi yang benar-benar kelihatannya hebat. Bagaimana tidak? Kita seringkali tidak melibatkan dan mengandalkan Tuhan di dalam setiap hal yang kita kerjakan.

Satu nasihat yang penting juga bagi orang-orang sibuk, dan itu juga berlaku di dalam pelayanan kita. Ketika kita mulai dipercaya untuk melayani Tuhan di gereja ataupun di kampus, bahkan di tempat kerja, kita mulai dipercayakan bidang-bidang pelayanan, itulah saat yang berbahaya. Bisa saja bahkan di dalam pelayanan kita, kita mengandalkan hikmat dunia dan kita sama sekali tidak mempedulikan bahkan meminta pertolongan hikmat dari Tuhan. Ini menjadi satu peringatan bagi kita untuk kita menyadari betul akan peran Allah sebagai penguasa kehidupan kita.

Contoh dimana kita cenderung untuk jatuh dalam dosa dan tidak mempedulikan Tuhan di dalam perasaan kita dapat hidup sendiri ada di dalam diri Salomo. Kita melihat di awal kehidupannya, Salomo tidak meminta kekayaan, dia meminta hikmat Tuhan. Awal yang sangat baik di dalam kehidupan Salomo. Namun seiring bertambahnya kekuasaan dan kekayaannya, serta bagaimana kehidupan poligami yang ia praktekkan, kita melihat akhirnya ia menuliskan kitab Pengkotbah. Bahwa ternyata kehidupan yang kita kejar, kekayaan, harta, ataupun tahta dan segala hal, ternyata sia-sia.

Kesia-siaan hidup tanpa Tuhan merupakan hal yang paling mengenaskan di dalam dunia ini. Mungkin kita juga saat ini perlu mengevaluasi kehidupan kita, seberapa jauh kita memandang relasi dengan Allah sebagai sesuatu yang penting – yang lebih penting daripada apapun? Kalau kita punya relasi dengan Allah yang intim, kita punya sebuah kepekaan di dalam kita hidup. Tetapi akhirnya semuanya kembali kepada satu tujuan yakni memuliakan Tuhan dan menikmati Dia sepanjang waktu. “Carilah dahulu kerajaan Allah dan kebenarannya”, itulah kata Yesus, dan lanjutannya adalah “dan semuanya akan ditambahkan kepadamu”. Oh, ini merupakan janji Tuhan yang sangat sangat indah! Semuanya yang ditambahkan mungkin bukan hal-hal yang kita mau, tetapi hal-hal yang membuat kita semakin sadar bahwa kita tidak dapat hidup tanpa Dia.

Ayat ke-6 menegaskan kembali kehidupan tanpa Allah. Kalau kita baca disini, justru Yesus sangat keras di dalam firman ini. Dia menjelaskan bahwa orang yang tidak ‘menempel’ kepada kebenaran Firman dan kepada Dia, maka akan dibuang dan dimasukkan ke api. Betapa sebagai orang Kristen seharusnya kita bersyukur. Disini kita juga bisa membayangkan bahwa kehidupan kita sebagai orang Kristen adalah menjadi berkat. Tuhan akan terus menerus membersihkan kehidupan kita dengan Firman, dan ia memotong hal-hal yang mana ingin kita tumbuhkan sendiri. Sebuah ranting yang ingin bercabang-cabang akan segera dimusnahkan saat tidak menghasilkan buah. Demikian juga di dalam kehidupan kita mungkin ada banyak cabang-cabang ranting itu yang membuat kita sama sekali tidak dapat berbuah. Ada banyak hal yang membuat kita tidak dapat berbuah, dan Allah akan memotong semuanya itu sampai kita benar-benar dapat menghasilkan buah anggur yang berkualitas tinggi, dan dapat tercurah bagi orang lain.

Ayat ke-7 merupakan sebuah jaminan yang disediakan Tuhan saat kita memiliki intimasi dengan Dia. Sebenarnya kita tidak meminta pun, Allah menyediakan. Ingat, ayat ini tidak boleh dibaca sepotong tanpa kita membaca ayat-ayat diatasnya. Kalau dibaca hanya ayat ini saja, kelihatannya kita bisa jadi penguasa kehidupan kita sendiri, menganggap Tuhan sebagai penyedia yang selalu mensuplai sesuatu yang kita inginkan. Kalau kita salah di dalam memahami ayat ini, kita bisa terperangkap dalam kehidupan yang berpusat pada diri sendiri.

Keseluruhan ayat 1-6 menjelaskan mengenai bagaimana kita tidak dapat hidup tanpa Tuhan. Kemudian juga sebelumnya dijelaskan bahwa Bapa adalah pengusaha dari pokok anggur dan ranting-rantingnya. Ranting selalu mendapatkan suplai makanan yang cukup, bahkan berlimpah hingga ranting tersebut dapat menghasilkan buah yang berkualitas. Kemudian juga ranting tidak dapat hidup dan berbuah tanpa adanya pokok anggur yang benar. Kalau begitu berarti sebenarnya tidak ada hal yang dapat kita minta diluar kehendak Allah. Bahwasanya segala hal yang dikerjakan Allah dan disediakanNya merupakan hal yang paling esensial di dalam kehidupan kita, dan permintaan kita adalah seturut dengan kehendak Allah. Ini berarti ada suatu relasi yang saling mengerti.

Sama seperti ketika kita berpacaran, kalau relasi kita dekat, satu dengan yang lain seharusnya bisa tahu apa yang diinginkan pasangannya. Kalau kita berpacaran kita berusaha mencari tahu apa yang pasangan kita mau, kenapa di dalam pengenalan kita pada Tuhan, kita tidak mau tahu akan apa yang Tuhan mau? Wow, tidak adil sekali bukan?

Implikasi dari hal ini berarti sebenarnya tidak ada hal yang perlu kita minta. Kita meminta hal yang seharusnya kita minta, yakni agar namaNya dipermuliakan melalui buah yang kita hasilkan di dalam kehidupan kita. Coba bayangkan saja ada banyak orang yang datang kepada Kristus melalui kehidupan kita, melalui contoh hidup kita, itulah buah yang paling manis yang bisa kita persembahkan kepada Allah. Inilah yang diinginkan Yesus, dan itulah yang Yohanes simpulkan di ayat ke-8.

Mari belajar bahwa kita perlu satu relasi yang terus menempel kepada pokok anggur itu. Dia yang sudah memberikan supply kepada kita, Dia yang sudah memenuhi kebutuhan kita, bahkan nafas kita pun, Dia yang menyediakan. Segala hal sudah diberikan kepada kita, dan sebagai ungkapan syukur, apa yang mau kita persembahkan kepada Tuhan di dalam peran kita sebagai ranting? Apakah kita menjadi ranting yang menghasilkan buah yang berkualitas tinggi? Anggur seperti apa yang kita hasilkan? Apakah kita mau belajar menerima pembersihan yang dilakukan para pekerja yang disediakan Bapa untuk semakin hari membuat anggur kita semakin berkualitas? Bagaimana relasi kita dengan sang pokok? Apakah kita sudah menempel terus kepadaNya sehingga suplai makanan yang diberikan sang pokok anggur itu dapat berbuah dan kita menghasilkan anggur yang dapat tercurah bagi semua orang? Mari kita merenungkannya!


Soli Deo Gloria!