Total Pageviews

Sunday, December 4, 2016

Merayakan Anugrah



Merayakan Anugrah

Perayaan… Apa yang terbayang di dalam benak rekan-rekan manakala ada sebuah kata “perayaan”? Biasanya yang terbayang di dalam pemikiran kita di dalam kata tersebut adalah: “PESTA”. Sebuah pesta yang penuh dengan sukacita.

Memandang Hidup
Hidup itu seperti apa sih? Atau.. Hidup itu apa sih?
Begitu banyak orang memiliki view tentang hidup yang berbeda satu dengan yang lainnya. Ada yang berpandangan bahwa hidup adalah permainan, dimana hidup ini cuman masalah menang dan kalah. Ada waktunya kita menang, ada waktunya kita kalah, dan semuanya itu sesuatu yang biasa dan selalu bisa dinikmati.

Ada yang bilang hidup ini adalah peperangan, dimana mau tidak mau kita harus bisa survive di dalam hidup ini. Jadi harus menang, kalau kalah berarti kita “mati”. Begitu banyak orang memiliki paradigm hidup seperti ini karena ada begitu banyak yang ingin dicapai.

Sebagai orang Kristen, kehidupan kita selayaknya kita definisikan bahwa hidup ini adalah anugrah. Adalah anugrah semata manakala setiap kita satu demi satu ada dan hidup hingga saat ini. Adalah anugrah semata manakala kita masih bisa melakukan segala sesuatu.

Kelelahan Hidup
Terus kalau kita sudah paham bahwa hidup adalah anugrah, tidak semata-mata kita merasa baik-baik saja dalam menghadapi hidup. Realitanya menjalani hidup yang penuh dengan anugrah ini bukan berarti bahwa hidup ini tanpa tantangan. Tetap saja kok kita sebagai orang Kristen akan mengalami kegagalan. Kita akan tetap mengalami kesulitan. Mungkin sesekali kita akan merasakan difitnah, dimusuhi, dipandang rendah oleh orang lain.

Inikah hidup yang penuh anugrah? Anugrah macam apa yang Tuhan sediakan? Benarkah itu hidup di dalam anugrah? Tidak jarang kita menghadapi ujian-ujian berat selama kita hidup. Bahkan tidak jarang dari kita mengalami depresi berkepanjangan. Katanya hidup itu anugrah, tetapi begitu banyak hal yang justru membuat kita mengalami kepaitan di dalam kehidupan ini.

Perubahan Hidup dalam Anugrah
Yesaya menuliskan kepada umat pada waktu itu mengenai bagaimana hidup di dalam anugrah Allah. Yesaya 35:1-10 melukiskan bagaimana ada suatu perayaan yang ditandai dengan perubahan hidup umat. Janji itupun juga masih nyata bagi setiap kita yang mau belajar untuk menikmati anugrah Allah.

Yesaya 35:1-2
Padang gurun itu bisa dipandang seperti kehidupan kita yang begitu kering, yang kosong, dimana tidak ada suatu kehidupan. Tetapi di bagian B dari ayat 1 ini menunjukkan bagaimana kondisi ketika Allah menjamah kehidupan kita. Kondisi pesta itu dapat dilihat dan dirasakan manakala kita membaca ayat 2. Ayat 2 ini menunjukkan bagaimana kondisi umat yang mensyukuri anugrah yang sudah diterima oleh mereka.

Yesaya 35:3-4
Senada dengan ayat 1-2, ayat 3 ini berbicara mengenai kondisi bagaimana kehidupan kita manakala kita merayakan kehadiran Allah di dalam kehidupan kita. Ada tangan yang lemah lesu, dan ini kita temui di dalam kehidupan yang penuh dengan perjuangan. Ada lutut yang goyah, dimana itu dapat kita alami manakala ada berbagai rintangan di dalam perjalanan kehidupan kita. Yesaya tidak menuliskan bahwa hal tersebut akan lenyap, tetapi ia berkata “KUATKANLAH”.

Ayat 4 berbicara mengenai tawar hati, dimana kondisi ini sering sekali terjadi di dalam kehidupan kita. Rakyat Israel di dalam perjalanan hidup mereka tentu merasakan jatuh bangunnya kehidupan mereka. Ada waktu dimana mereka bersukacita di dalam euforia mereka digiring keluar dari Mesir, tetapi setiap kita tahu bukan bahwa bangsa ini lebih sering menjadi bangsa yang tidak taat kepada Allah.

Namun di tengah tawar hati yang dialami bangsa Israel, Allah menunjukkan kasih-Nya melalui nabi Yesaya, yakni melalui ayat 4 ini. Sama juga di dalam kehidupan kita. Ada kalanya kita tawar hati menghadapi hidup ini, tetapi percayalah bahwa kasih setia Tuhan tidak pernah lepas di dalam kehidupan kita.

Yesaya 35:5-10
Akan ada berbagai sesuatu yang terjadi atas hidup kita sebagai orang percaya. Setidaknya kalau tidak dalam waktu dekat, akan datang momen dimana setiap kita akan mengalami damai sejahtera dari Allah. Kita melihat di dalam ayat 5-10 ini adalah hal-hal yang hampir mustahil untuk dapat kita lihat. Ini adalah janji Tuhan manakala Ia akan datang.

Kalau Allah sudah berjanji demikian, bagaimana kita menanggapinya? Sama seperti bangsa Israel yang tegar tengkuk itu, yang sekalipun mereka melakukan hal-hal yang begitu jahat di mata Allah, mereka tetap dikasihi oleh Allah. Apakah kita akan menanggapi janji Tuhan itu dengan menjadi pribadi yang terus menerus mengeluh di dalam kehidupan ini, sembari tidak belajar memaknai hidup ini sebagai anugrah Allah?

Ataukah…

Kita belajar untuk melihat semua kesulitan kita sebagai suatu anugrah yang membuat kita semakin belajar untuk merasakan bahwa kita membutuhkan Yesus di dalam kehidupan ini. Yes, sikap ini akan ditunjukkan melalui kehidupan kita yang berubah. Kehidupan yang senantiasa mengucap syukur, karena kita tahu bahwa segala hal yang Tuhan persiapkan di dalam kehidupan kita tujuannya adalah rancangan damai sejahtera.

Closing
Hidup di dalam anugrah bukanlah hidup yang tanpa hambatan ataupun tantangan. Justru hidup dalam anugrah memampukan kita untuk melalui setiap pergumulan, hambatan dan tantangan itu dengan mata menatap kepada pengharapan yang tidak pernah mengecewakan. Pengharapan yang memampukan kita untuk melihat pribadi Allah, yang mana memampukan kita untuk menyatakan:

GOD IS GOOD ALL THE TIME, ALL THE TIME GOD IS GOOD

Apakah kita mau belajar merayakan anugrah itu? Mari belajar membagikan hidup penuh anugrah ini kepada orang lain.

Soli Deo Gloria!

Wednesday, November 30, 2016

Mensyukuri Hidup Dalam AnugrahNya



“Banyak orang takut untuk mati, tetapi mereka tidak takut dalam menjalani hidup”

Aku lupa banget siapa yang nulis ungkapan ini, tapi sampai sekarang maknanya masih menancap banget di dalam hatiku. Melihat orang-orang disekitarku dengan berbagai problematika mereka dan mereka terus menerus hidup di dalam keluhan dan kekosongan hidup, aku jadi makin memaknai kalimat ini. Akupun sama dulu menganggap bahwa kalimat ini agak nonsense, tetapi setelah aku merenungkannya, bener juga sih.

Dunia yang Penuh Masalah
Tidak mudah bagi kita untuk hidup di dalam dunia sekarang ini. Tengok aja sekitar kita, berbagai problematika terjadi baik itu menyangkut internal diri kita maupun eksternal. Internal adalah contohnya kita tidak bebas melakukan sesuatu yang kita suka. Kita pengen kerja jadi guru, tapi kita takut gajinya kecil. Kita pengen mencapai cita-cita, tapi kita males buat melakukan effort. Kita sedang LDR-an, dan ketika ada masalah kita malah milih untuk diem karena kita males untuk ngobrol ama cowok/cewek yang nun jauh disana, menganggap bahwa apa yang kita critain gak bakal dipahamin.

Bagaimana dengan faktor eksternal? Nggak sedikit juga loh. Setiap hari kita berhadapan dengan bos kita. Kita berhadapan dengan pekerjaan yang gak selesai-selesai. Kita berhadapan dengan orang lain yang unik. Kita ketemu customer yang mungkin mengajak kita untuk makan-makan manakala kita harus pakai uang kita dulu buat bayarin mereka.

Ada begitu banyak masalah yang kita hadapi, dan tanpa adanya suatu cara pandang yang bener terhadap masalah ini, maka semuanya akan menumpuk jadi satu – yang akhirnya berujung pada stress. Tingkat stress yang meningkat mengakibatkan kita lost direction. Kita akhirnya larut di dalam problematika itu dan menganggap bahwa kita adalah makhluk (ups, manusia maksudnya) yang paling sengsara. Kita menjadi pribadi yang memandang bahwa segala sesuatu yang kita kerjakan berujung pada kesia-siaan.

Check Our Relationship with God
“Gimana hubunganmu sama si ‘anu’?” pertanyaan itu sering kita dengarkan manakala kita jarang melihat seseorang berjalan sendiri padahal status nya udah in a relationship. Kita jadi kepo dengan kehidupan orang tersebut. Apalagi ketika dia jalan sendirian (eh teman-teman yang LDR harus mulai terbiasa nyiapin jawaban lho hehehehe). Belum lagi kalau dia jalan ama seseorang yang ‘lain’ yang mana biasanya bakal jadi gossip.

Nggak jauh beda dengan hal tersebut, aku melihat kecenderungan seseorang yang ada di ciri-ciri bahwa dia tidak bisa memandang sesuatu dari sudut pandang Allah, kemungkinan besar dia pun juga tidak punya sebuah relasi yang intim dengan Tuhan. Hubungan pribadi yang baik dengan Tuhan juga harus di checkup dari waktu ke waktu. Ya anggep aja seperti hubungan kita dengan pasangan hidup kita pun, bukankah kita juga selalu punya momen-momen untuk kita checkup kehidupan kita masing-masing, dan juga kondisi relasi kita?

Nonsense Meaninglessness
Ketidakberartian hidup – atau ketidakberartian tindakan kita menurutku adalah suatu kesimpulan yang kita tidak akan dapat tarik manakala kita punya sebuah hubungan yang intim dengan Allah. Tuhan menciptakan setiap kita dengan berbagai tujuan yang unik dan spesifik. Ini yang ditangkap oleh pemazmur manakala ia melihat kehidupannya, dan ia menuliskan di dalam Mzm 139, khususnya di ayat ke 13. Kemudian ia melanjutkan mazmur tersebut bahwa dia tercengang atas keberadaannya yang dahsyat

Tuhan membentuk setiap kita dengan setiap keunikan dan kemampuan yang berbeda. Tetapi terlebih dari itu, kita diciptakan untuk membuat suatu perubahan bagi dunia kita – bagi masyarakat kita. Sadar atau tidak, bukankah kita lebih menyukai arus dunia ini? Kita lebih suka play safe, kita lebih menikmati zona nyaman kita. Zona nyaman itu sebenarnya justru akan menarik kita secara perlahan namun pasti menuju ketidakberartian hidup.

Manusia diciptakan untuk menghadapi sebuah challenge, sebuah tantangan hidup. Tanpa tantangan hidup maka manusia akan hidup seperti robot. Maksudnya? Ya dia hanya akan bekerja kalau switch nya ada pada posisi ON. Dia gak akan peduli hasil kerjaannya. Dia akan sulit untuk melakukan sesuatu yang terbaik, karena dia nyaman dengan pola kerjanya yang sekarang. Ia terbiasa hidup terpola dan ketika pola itu dilanggar sedikit saja, dia akan stress sampai berhari-hari terhanyut dalam lautan perenungan yang justru sebenarnya merupakan suatu kesia-siaan.

Tidak Mengetahui dan Menyadari Masalah Hidup
Manusia yang tidak memiliki arah tujuan tentu saja dia merasa tidak ada masalah di dalam dirinya. Dia malah kebingungan terhadap hidupnya sendiri. Bahkan ketika ada orang lain bertanya mengenai apa masalah yang ia hadapi, ia akan kebingungan dan pada akhirnya ia mengatakan bahwa ia baik-baik saja – karena ia tidak mengenali masalah yang ada di dalam kehidupannya.

Hal ini sering terjadi kepada orang-orang yang berada di dalam fasa pencarian jati diri. Menariknya bahkan di tengah pencariannya pun, dia punya pilihan: (1) dia terlarut dalam masalah itu, atau (2) dia berusaha mencari jati dirinya dengan cara bertanya kepada orang-orang disekitarnya, dan (3) dia berusaha mencari jawaban atas pertanyaan hidupnya kepada sang Empunya hidup.

Key to Meaningful Life
Kalau kita belajar melihat segala sesuatu dari sudut pandang anugrah, maka sehancur apapun hal yang kamu kerjakan, selalu ada manfaatnya baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain yang berada di sekitar kita. Bagaimana ciri orang-orang yang belajar melihat hidup dalam anugrah? Satu ciri yang khas adalah dia gak akan pernah mengeluh mengenai hidupnya. Dia sesekali akan menggerutu tetapi hal itu akhirnya tidak ia anggap sebagai gerutuan, tetapi justru menjadi suatu batu lompatan untuk meloncat lebih tinggi lagi.

Ciri khas lain adalah dia tidak akan nyaman dengan comfort zone nya. Dia akan punya inisiatif untuk mengembangkan dirinya.

Ciri terakhir, namun yang paling penting adalah dia punya sebuah relasi yang deket banget sama Bapa di Sorga. Dia punya kerinduan buat kenal Tuhan – melalui pembacaan alkitab, melalui pendengaran akan Firman, dan melalui komunitas-komunitas yang membangun. Memang kita harus akui bahwa ada satu lobang di dalam hati manusia. Lobang tersebut tidak akan pernah bisa tertambal manakala tiada Tuhan di dalam kehidupan orang itu.

Are You Ready to Make Your Commitment with God
Pernikahan adalah suatu ikatan di hadapan Allah. Sebuah ikatan yang begitu suci, ikatan yang merupakan cerminan dari bagaimana kasih Allah terhadap gereja-Nya. Kalau pernikahan itu begitu suci dan untuk menceraikannya bukan sesuatu yang gampang… (hum, iya lho. Tapi ga tau juga sih karena penulis belom nikah :p) maka seharusnya ketika dua pribadi telah menjadi satu, jika salah satu memutuskan untuk berpisah – akan ada lobang yang besar yang tidak dapat pulih secara cepat.

Maka dari itulah sebenarnya kita perlu belajar untuk melihat Allah sebagai kekasih jiwa kita. Bagaimana sih cirinya? Coba deh, kalau misal kita bangun pagi, apakah kita inget Allah, atau kita inget tukang bubur di depan kantor karena kita lapar? Apakah ketika bangun pagi kita menyadari bahwa ada suatu hal yang harus kita kerjakan di hari itu, dan semuanya itu terjadi cuman karena kasih Allah di dalam hidup kita.

Komitmen Allah terhadap manusia itu sudah jelas banget lho. Salib itu sudah menunjukkan bahwa cinta-Nya pada kita bukanlah sesuatu yang main-main. Cinta yang murni, cinta yang tanpa menuntut balas, cinta yang seharusnya menjadi dasar kita untuk bergerak dan bekerja seturut dengan kehendak-Nya.

Siapkah kita belajar mencintai Allah sama seperti Dia sudah mencintai kita?


Soli Deo Gloria

Monday, October 24, 2016

Menjadi Agen Kasih Karunia



1Yoh 1:9
Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan. 

Kehidupan manusia tidak ada yang luput dari apa yang disebut sebagai dosa. Kita melihat realitas bahwa dosa merupakan sesuatu yang riil, dan tidak dapat dihindari oleh siapapun. Hal ini terjadi begitu alami.

Belajar Mengaku
Ada sebuah kisah di dalam alkitab mengenai bagaimana seseorang harus bersikap di dalam dosanya. Daud pernah merasakan bagaimana ia menyadari apa yang dilakukannya terhadap Uria adalah sesuatu yang begitu jahat (2 Samuel 11) sampai ia menuliskan Mzm 51 untuk melihat betapa busuknya dia di hadapan Allah. Sikap penuh kesadaran ini merupakan sikap yang seharusnya kita miliki sebagai orang percaya.

Sikap lain adalah kita memandang dosa sebagai sesuatu yang biasa kita lakukan. Malah bisa jadi ada orang-orang yang begitu bangga atas dosa-dosa yang mereka lakukan. Saking bangganya mereka menjadi seseorang yang kebal.

Apa yang harus kita akui manakala kita berdosa? Kesadaran bahwa kita berdosa adalah sebuah sinyal yang sudah diberikan Roh Kudus di dalam hidup kita. Karena itu bersyukurlah manakala kita masih merasa bahwa kita ini masih hidup dalam dosa, berarti kita menyadari bahwa kita masih membutuhkan pertolongan Allah di dalam kehidupan kita.

Setia dan Adil
Apa yang dimaksud setia di dalam ayat ini? Mengapa disebutkan setia dan adil? Kesetiaan Allah ialah kesetiaan yang tidak bersyarat. Maksudnya bahwa mau sebejat apapun hidup kita, Ia tetap membukakan kesempatan kita untuk mau datang di hadapan-Nya. Hal ini ditunjukkan di dalam kisah alkitab baik di dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru.

Mari kita melihat di dalam kisah Kain dan Habel, dimana Kain akhirnya membunuh adiknya Habel. Apa yang Allah sampaikan kepada Kain? Bahwa ada penyertaan Tuhan sepanjang hidupnya, bahkan masih dikasih tanah oleh Allah. Kemudian kalau kita membaca kisah dari Yakub, seorang penipu, yang mana Allah akhirnya mengubahkan namanya menjadi Israel. Bagaimana dengan kisah hidup Daud si pezinah, Elia yang hidupnya begitu lonely, Musa dengan berbagai aksi protesnya, Yeremia dengan kisah kenabian yang penuh air mata, ternyata semuanya tetap berada di dalam lindungan kasih setia Allah.

Keadilan juga adalah sifat Allah, dan di dalam konteks ayat ini, kita perlu memahami bahwa tidak ada yang disebut sebagai hukuman Allah. Penghukuman atas setiap dosa kita telah ditebus melalui darah Yesus, tetapi selalu ada konsekuensi yang berjalan di dalam setiap dosa yang kita kerjakan. Jadi jangan pernah menyalahkan Allah atau meyakini bahwa setiap hal yang terjadi yang buruk dalam kehidupan kita merupakan hukuman atau ganjaran Allah.

Kesetiaan dan keadilan merupakan sifat Allah yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain.

Mengampuni Dosa
Kedatangan Yesus ke dunia merupakan suatu tanda begitu besarnya kasih Allah terhadap dunia ini. Salib menjadi bukti bahwa ada pengampunan dan penerimaan Allah atas kehidupan kita yang penuh dengan dosa. Pengampunan ini merupakan rencana besar Allah, dan tidak ada hal yang lebih kita butuhkan di dunia ini dibandingkan dengan pengampunan dosa itu.

Apa yang harus kita kerjakan? Cukup datang kepada Dia dengan ungkapan bahwa kita membutuhkan kasih karunia. Bagaimana kita bisa datang kepada-Nya? Dengan menyadari dan mengakui bahwa kita adalah pribadi yang penuh dengan dosa. Kita datang bukan dengan kesucian kita. Kita datang bukan dengan kebisaan kita. Kita datang dengan hati yang hancur yang mau hidup kita dibarui oleh kasih karunia.

Move On dari Dosa
Apa arti move on? Move on berarti kita berhasil untuk melepaskan diri sepenuhnya dari sebuah kenangan. Bukan hanya mantan yang harus kita move on, bahkan dari dosa tertentu pun kita juga harus belajar untuk move on.

Bagaimana kita bisa move on dari dosa? Kita perlu belajar untuk menghentikan koneksi kita terhadap dosa. Bahkan terkadang ada hal-hal ekstrim yang perlu kita lakukan manakala kita mau berhenti dari kebiasaan buruk.

Contoh kalau kita ingin move on dari mantan kita, kita akan menghancurkan segala hal yang indah dari kenangan-kenangan kita. Kita berusaha berdamai dengan masa lalu kita. Kita mengakui bahwa kita memiliki masa lalu dengannya, tetapi kita perlu memaknai bahwa masa lalu itu bukanlah sesuatu yang harus disesali. Masa lalu itu cukup dipandang sebagai sebuah proses hidup dan pendewasaan iman kita.

Move on dari dosa, tetapi jangan pernah move on dari kasih karunia Allah. Seberapa hancur hidup kita, Allah ingin kita belajar untuk mengakui dosa kita, dan kita belajar untuk berdamai dengan masa lalu kita. Tidak ada dosa yang terlalu besar yang tidak dapat dihancurkan oleh kasih karunia Allah. Allah pun tidak pernah mengingat lagi setiap dosa kita. Allah tidak menghantui hidup kita dengan masa lalu yang penuh kekuatiran. Ia menyediakan masa depan yang penuh dengan damai sejahtera.

Menyucikan dari Segala Kejahatan
Roh Kudus yang bekerja melalui hidup kita senantiasa akan memberikan sebuah perasaan cemas di dalam kita melakukan dosa kita. Pencobaan merupakan suatu hal yang biasa, demikian yang dikatakan Paulus di dalam 1 Korintus 10:13. Hal itu menyiratkan bahwa tidak ada pencobaan dimana kita tidak dapat atasi di dalam kasih karunia Allah di dalam hidup kita.

Apa artinya suci? Perumpamaan penyucian yang dilakukan Yesus adalah seperti ini, bayangkan ada sebuah kertas putih yang baru. Kertas itu menandakan kehidupan kita. Kemudian ada noda hitam dari pensil yang cukup tebal. Coretan tersebut kemudian kita hapus dengan penghapus, tetapi masih saja ada bekasnya. Kita coba lagi tetapi tetap saja noda tersebut tidak dapat hilang sepenuhnya.

Demikian pula kehidupan kita. Seberapa kita berusaha menghapus noda dosa kita, tidak akan ada gunanya. Tetapi manakala Kristus mulai bekerja di dalam kehidupan kita, kita kembali disucikan. Kita menjadi selembar kertas baru yang siap digunakan Allah untuk menuliskan karya-Nya melalui kehidupan kita hari lepas hari.

Agen Kasih Karunia
Penebusan hanyalah dapat terjadi melalui karya Yesus, dan di dalam kasih karunia itulah nyata kehidupan kita yang baru. Ya, kita menjadi agen kasih karunia, dan tugas kita adalah membawakan kasih karunia itu di dalam dunia di sekitar kita.

Semakin kita pernah merasakan hancur hati akibat dosa-dosa kita, maka semakin besar harusnya kita dapat memaknai kasih karunia yang Allah sediakan di dalam kehidupan kita. Mengapa? Karena kasih karunia membuat kita sadar bahwa segala hal yang kita kerjakan tidak dapat menghapuskan setiap dosa dan pelanggaran hidup kita. Hidup tanpa kasih Allah ialah hidup yang kosong.

Kita hidup sehari-hari dengan berbagai kesibukan kita tetapi kita tidak pernah terpuaskan oleh segala hal yang ada di dunia ini. Semakin kita mencari kenikmatan dunia, semakin kita merasa kekosongan hidup sedang melanda kita.

Kesadaran akan kasih karunia akan membuat kita menjadi pribadi yang mensyukuri hidup yang Allah berikan. Hidup yang penuh dengan damai sejahtera karena kita mengetahui bahwa hidup kita bermakna. Hidup yang menyadari bahwa sebagaimana kita ada saat ini, semuanya adalah karena kasih karunia Allah. Siapkah kita untuk dapat menikmati hidup penuh kasih karunia itu? Allah menantikan jawaban kita.

Soli Deo Gloria

Saturday, October 1, 2016

Menghadapi Pencobaan - Menikmati Relasi Dengan-Nya



1Kor 10:13 
Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya. 

Pencobaan
Apa sih makna dari kata pencobaan? Sekilas saja kalau kita baca ayat ini, kita menemukan bahwa setiap orang akan mengalami pencobaan-pencobaan di dalam hidupnya. Menariknya, ayat ini menuliskan bahwa pencobaan yang kita alami adalah pencobaan yang BIASA. Artinya apa? Artinya bahwa pencobaan-pencobaan itu merupakan suatu bagian yang integral di dalam kehidupan kita. Setiap kita akan menghadapinya, dan jalan keluarnya menurut Paulus hanya ada di dalam satu pribadi. Siapakah itu? Tentu saja jalan keluar dari pencobaan itu adalah pribadi Yesus sendiri.

Hidup itu Pilihan
Chuck Swindoll berkata bahwa 90% kebahagiaan hidup kita ditentukan oleh kita sendiri, sedangkan 10% nya ditentukan oleh orang lain. Apa maksudnya? Bahwa respons kita terhadap sebuah permasalahan atau pilihan itu ditentukan bukan oleh orang lain, tetapi oleh diri kita sendiri. Hal ini menjadi menarik bahwa pada masa kini, ternyata hal tersebut bisa menjadi terbalik lho.

Maksudnya terbalik? Berapa banyak orang yang tidak memiliki pendirian untuk dia bertindak sesuatu yang benar? Mereka seperti orang yang sama sekali diombang-ambingkan oleh orang lain di sekitar mereka. Kalau si A bilang begitu, ya aku nurut deh. Kan dia temanku. Dia pasti tahu yang terbaik buat aku.

Menariknya hal ini tidak terjadi hanya di dunia, bahkan di gereja pun hal ini juga sering terjadi. Manakala seseorang diminta untuk melayani di berbagai bidang, karena ia tidak tahu prioritas hidupnya, maka ia menjadi pribadi yang mudah sekali untuk diminta melakukan apapun. Tetapi celakanya karena ia tidak punya prioritas, ia tidak tahu sebenarnya apa rencana Tuhan di dalam kehidupan.

Jadi hidup itu sebenarnya pilihan yang kita buat kok. Ada berbagai macam “suara-suara” dari luar yang akan berusaha mengganggu dan membelokkan kita. Ya, itulah pola dunia, dimana kita akan terus-menerus diganggu untuk serupa dengan dunia. Tetapi untuk kita tetap dapat memiliki prinsip sesuai kebenaran Firman? Well, itu pilihan!


Menjadi Orang Kristen yang Berprinsip
Jika setiap hidup kita adalah pilihan, maka jatuh ke dalam dosa akibat pencobaan pun juga pilihan. Misalkan kita hidup di tengah-tengah masyarakat yang korupsi, kemudian kita korupsi, dan kita berkata: “loh kalo begitu ‘kan sebenarnya aku gak punya pilihan. Mau ngga mau harus ikut cara mereka donk!”

Hal yang paling mendasari hidup kita sebagai orang Kristen bukanlah orang lain. Rasul Paulus dengan begitu tegas menuliskan:
“Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini” (Roma 12:2a)

Artinya jelas banget lho ya. Paulus menuliskan hal itu bukan berarti ia berada di dalam situasi yang enak. Ingat bahwa pada masa itu para rasul menjadi “buronan” karena dianggap menyebarkan agama baru atas iman percaya mereka kepada Kristus. Kematian Yesus dan kebangkitan-Nya, serta kenaikan-Nya ke surga serasa memberikan prinsip hidup yang baru kepada kehidupan para rasul.

Sama seperti kita, mereka juga mendapatkan tantangan manakala hidup di tengah dunia yang begitu jahat. Dulu mereka berhadapan dengan otoritas agama Yahudi, sekarang kita berhadapan dengan berbagai ketidakadilan dan kejahatan. Permainan suap sana, suap sini, sampai kepada kejahatan terencana, bukankah keadaan dunia sebenarnya sama saja?

Itulah pentingnya kita punya prinsip untuk kita dapat memegang kebenaran Firman Tuhan. Manakala kita mengetahui bahwa Firman Tuhan mengatakan “tidak boleh berzinah” tetapi kita memilih untuk berzinah, terlihat sekali bahwa kita tidak punya prinsip. Ketika Firman Tuhan berkata “kasihilah musuhmu”, sudah jelas lho perintah ini.

Ego Kita
Seringkali yang menjadi pencobaan di dalam diri kita tidak lain dan tidak bukan adalah berseberangnya kehendak kita dan kehendak Allah. Simple sih, karena seringkali kita menginginkan sesuatu yang tidak sesuai dengan apa yang sudah Allah sediakan.

Ego kita memuncak. Kita prihatin dan mengasihani (mengasihani ya, bukan mengasihi) diri kita manakala sampai usia 35 tahun belum punya pacar, kemudian kita mengumbar kehidupan kita. Kita akhirnya sembarangan memilih dengan alasan “pokoknya aku mau kawin tahun ini. TITIK!” Menariknya manakala kita punya prinsip seperti itu, bukan berarti Tuhan akan hentikan. Eh belum tentu lho. Semuanya juga balik lagi kepada kepekaan kita akan kebenaran Firman Tuhan.

Kita jadi memikirkan diri kita sendiri. Kita menganggap setiap pilihan yang kita ambil itu merupakan suatu hal yang terbaik yang akan kita jalani. Pokoknya hidupku ya hidupku, bahkan Tuhan juga gak boleh mengaturnya. Jadinya ya itulah, kita begitu terpikat pada hal-hal yang bersifat sementara, sedangkan kalau kita belajar mengambil waktu sejenak… hum… kita lihat kembali bahwa ternyata tidak ada hal yang dapat memenuhi kebutuhan kita. Semakin kita mendapatkan begitu banyak, semakin pula kita akan menginginkan banyak hal.

Jaman dulu orang udah punya sepeda motor aja senengnya bukan main. Jaman sekarang, yah, minimal mobil lah. Biar nggak kehujanan. Jaman dulu orang naik pesawat itu sesuatu yang begitu prestis. Sekarang sih udah standar banget. Jaman dulu orang mikir untuk punya telepon genggam. Sekarang? Kalau gak bawa handphone untuk update status rasanya ada yang kurang.

Ini membuktikan bahwa ternyata segala sesuatu di dunia ini tidak dapat memuaskan kehidupan kita. Kalau begitu berarti ada sesuatu yang dapat memenuhi kekosongan jiwa kita, dan itu bukan berasal dari dunia ini.

Tuntunan Allah Yang Setia
Wawasan dunia Kristen percaya bahwa setiap orang diciptakan segambar dan serupa dengan Allah. Allah menciptakan kita beserta setiap kerinduan hati kita, dan kerinduan itu satu-satunya hanya dapat dipuaskan melalui kasih Allah.

Bagaimana kita dapat mengenal Allah? Tidak usah ditanya deh, jawabannya ya cuma 1. Belajar Firman dan merenungkan Firman itu siang dan malam.

Firman itulah yang mengubahkan pribadi kita hari lepas hari. Mulai dari hati kita, sampai dengan tingkah laku kita, pola pikir kita, dan tindakan kita. Manakala kita belajar menempatkan Kristus di tahta hati kita, maka itu berarti kita akan nurut apapun yang Tuhan katakan. Inilah yang Paulus sebutkan “dari hamba dosa menjadi hamba kebenaran”. Hamba dalam konteks zaman alkitab ditulis adalah milik dari tuannya. Dia sama sekali tidak punya hak atas hidupnya. Kalau hamba disuruh tuannya untuk pergi dari rumahnya, ia harus pergi. Kalau hamba itu diminta tuannya untuk tidur dengannya pun, ia tidak boleh menolaknya!

Apa artinya ketika kita menjadi hamba Kristus? Kembali lagi berarti bahwa kita sama sekali tidak punya hak atas kehidupan kita. Bahwa ternyata seluruh hidup kita adalah milik Kristus. Itu berarti bahwa setiap hal yang kita pikirkan, yang kita rencanakan, yang kita kerjakan, semuanya adalah karena Kristus. Itulah makna dari Soli Deo Gloria – segala kemuliaan adalah bagi Allah.

Melawan Pencobaan dengan Kuasa Allah

1Kor 15:55-57
Hai maut di manakah kemenanganmu? Hai maut, di manakah sengatmu?" Sengat maut ialah dosa dan kuasa dosa ialah hukum Taurat. Tetapi syukur kepada Allah, yang telah memberikan kepada kita kemenangan oleh Yesus Kristus, Tuhan kita. 

Ayat ini semakin menunjukkan bahwa pencobaan bukan berasal dari Allah. Pencobaan merupakan sebuah hasrat pribadi kita untuk kita melawan Allah. Melawan? Iya. Ingat, status kita sebagai hamba berarti kita akan melakukan segalanya untuk tuan kita. Menariknya bahwa di dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab panggilan itu, di tengah menghadapi berbagai pencobaan, Allah memberikan kita kekuatan untuk tetap teguh berpegang pada firmanNya.

Jadi ketika menghadapi pencobaan, ingatlah bahwa Allah kita pun melalui Yesus Kristus juga pernah mengalami hal yang sama. Dia bukannya enak-enakan nonton dari surga mengenai kehidupan kita. Ia pernah merasakan pula pencobaan-pencobaan itu. Ia merasakan pergumulan yang jauh lebih dahsyat daripada yang akan kita alami (Ibrani 4:5)

Sadarilah kawan bahwa ternyata pencobaan-pencobaan itu sesuatu yang biasa. Satu-satunya cara untuk kita mendapatkan kemenangan adalah berpegang teguh kepada Firman-Nya.

Allah Yang Menanti
Yesus menantikan kita untuk mau datang kepada-Nya, dan Ia rindu untuk kita berani berkata bahwa “aku butuh Tuhan di dalam hidupku. Pimpinlah aku Tuhan, dan jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di surga". Inilah panggilan setiap orang Kristen, yakni kita belajar untuk mempersembahkan hidup kita. Ia siap sedia menyambut kita. Pelukan kasih dan kuasa-Nya menantikan kita untuk datang kepada Kristus. Tidak ada hati yang terlalu hancur yang tidak dapat ia pulihkan.

Mari belajar meminta pimpinan Tuhan dan senantiasa hidup di dalam pengenalan akan Firman-Nya dan yakinlah bahwa pencobaan-pencobaan yang kita alami adalah pencobaan yang biasa. Pencobaan yang berasal dari diri kita yang kurang bersyukur atas keadaan, dan ketika kita belajar menerima setiap kondisi kita, akan ada pemulihan dari Dia. Pemulihan bukan secara jasmani, tetapi kita belajar bahwa segala yang terjadi dalam hidup kita adalah dari Dia, bagi Dia, dan oleh Dia. Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya.

Soli Deo Gloria!