Baru
saja saya mendengar share dari seorang rekan di Surabaya dari salah satu kampus
swasta yang berkata di sana orang-orang
Kristen sudah mulai bosan di dalam membaca alkitab. Ada pula yang merasa bahwa
kebaktian di gerejanya tidak menarik karena miskin dengan puji-pujian. Ada juga
yang berkata bahwa mereka merasa tidak puas dengan lagu-lagu yang mereka
nyanyikan, kemudian kotbah yang membosankan, dan berbagai kebosanan yang mereka
rasakan selama mereka menjadi orang Kristen.
Bukankah
ini suatu fenomena yang patut dicermati? Di tengah budaya pragmatisme saat ini,
ada banyak juga gereja yang menyajikan sesuatu yang sangat instan. Larut dengan
dunia, dan kemudian mengadopsi cara-cara yang begitu instan dalam beribadah.
Alkitab dibaca dan kemudian ditafsirkan melalui kotbah tanpa adanya pengajaran
yang jelas, hanya menjelaskan sesuatu yang sangat praktis kemudian juga asal
comot ayat, yang penting audiens atau jemaat (bahkan seorang teman saya
mengatakan “NASABAH”) merasa senang, dan pulang dari gereja mereka merasa
“penuh dengan Roh Kudus”. Inilah fenomena yang terjadi saat ini.
Lalu
dimana sebenarnya salahnya? Apa salahnya kalau ke gereja kita mendapatkan
ketenangan, kedamaian, dan sebagainya. Memangnya salah kalau kita sebagai orang
Kristen menikmati model ibadah ataupun menikmati musik-musik di gereja?
Bukankah itu sesuatu yang baik, yang mana kita “merasakan hadirat Tuhan” dan
kemudian di gereja kita berdoa sampai menangis, sampai tersedu-sedu sampai akhirnya
kita mendapatkan kelegaan yang luar biasa! Bukankah itu suatu anugrah yang
diberikan Tuhan juga bagi kita?
Di
tengah berbagai variasi ibadah ataupun berbagai denominasi yang ada di dunia
saat ini, kita melihat bahwa kalau kita kritis setidaknya mengamati hal
tersebut, semakin lama pola hidup orang Kristen semakin menyerupai dunia.
Gereja akhirnya menjadi suatu tempat untuk “menghibur” diri sendiri. Hal ini
membentuk suatu pola pikir yang mengerikan – yaitu kehidupan yang berpusat
kepada diri sendiri. Yang penting saya puas, tidak peduli hal tersebut benar
atau tidak, “pokoknya saya heppy, that’s all!”
Kondisi
seperti ini seharusnya membuat kita menjadi prihatin atas kondisi kekristenan
saat ini. Sekalipun secara jumlah tidak dapat dipungkiri bahwa orang Kristen
merupakan agama yang cukup luas dan memiliki cukup banyak pengikut, namun
apakah mereka adalah orang-orang yang menjadi sekedar fans, atau menjadi
seorang yang benar-benar merupakan pengikut Tuhan Yesus? Itulah pertanyaan yang
seharusnya setiap kita orang percaya perlu merenungkannya.
Bagaimana
sikap kita menanggapi hal seperti ini? Tentu saja ada bermacam-macam cara. Tapi
yang sebenarnya saya soroti adalah membaca alkitab sampai bosan, padahal itu
adalah Firman Allah. Kalau disuruh pujian penyembahan kita sangat semangat,
tapi waktu baca alkitab untuk membangun relasi yang lebih dekat dengan Tuhan,
kita langsung mundur. Ini merupakan suatu hal yang mengerikan, karena
sebenarnya relasi dengan Tuhan itulah yang menjadi dasar kehidupan kita. Sampai
kita jenuh membaca alkitab, itu menunjukkan bahwa kita sedang dalam kondisi
kerohanian yang tidak fit. Ketika kita rindu untuk bertemu secara pribadi
dengan Tuhan, mau tidak mau kita belajar untuk mengerti dan memahami firmanNya.
Sama
dengan relasi kita dengan calon pacar / pacar kita / istri kita / suami kita.
Selama tidak adanya suatu komunikasi dan komitmen yang baik, maka tidak akan
pernah kita mengerti tentang dia. Sama juga dengan pribadi Allah, selama kita
tidak punya suatu kerinduan untuk menikmati Allah, maka kita tidak akan dapat
mengerti tentang apa yang sebenarnya mau Allah kerjakan di dalam kehidupan
kita. Itulah uniknya orang Kristen, yang mana kita diberikan suatu privilege
untuk menikmati apa yang Allah berikan di dalam kehidupan kita. Allah kita
adalah Allah yang jauh, tapi juga Allah yang imanen (dekat), dan melalui
karyaNya di kayu salib kita dapat mengatasi kebosanan itu. Saya hanya
membayangkan apa yang terjadi kalau Tuhan sudah bosan membuat kita hidup,
tentunya kita juga tidak bisa apa-apa tanpa Dia.
Memaknai
hal inilah kita dituntut sebagai umat Tuhan memiliki relasi yang unik dengan
Tuhan. Ketika kita punya suatu relasi yang dekat dengan Tuhan, yang terjadi
adalah kita memiliki pemahaman tentang bagaimana kita dapat menjadi garam dan
terang bagi dunia ini. Bukan malah terlarut oleh dunia yang semakin lama
semakin menawarkan suatu kehidupan yang self-centered. Apabila kita mulai bosan
untuk mulai mengerti dan memahami Firman, sebaiknya kita belajar untuk membakar
kembali semangat kita agar pada waktunya nanti kita dapat melakukan suatu hal
yang besar bagi kehidupan kita juga kehidupan orang lain. Tak peduli seberapa
baiknya dan talenta yang kita miliki, tanpa relasi dengan Tuhan, WE ARE NOTHING!
Kehidupan
ini bukanlah suatu kehidupan yang membosankan. Kehidupan ini adalah suatu
anugrah yang luar biasa yang sudah ditempatkan Allah di dalam keseharian kita.
Tinggal bagaimana kita memaknainya. Sampai suatu kali kita bisa merasa seperti
Agustinus bahwa dia dapat menikmati relasi dengan Tuhan lebih daripada
berhubungan sex. Bukankah itu suatu relasi yang sangat intim dengan Tuhan?
Bagaimana relasi kita dengan Tuhan? Apakah sudah mulai kering? Ataukah kita
masih tetap dapat bersemangat menghadapi hari-hari bersamaNya? Siapkah kita
untuk menjadi orang-orang yang tidak mudah bosan, dengan menikmati Firman itu
di dalam kehidupan keseharian kita?
Soli
Deo Gloria!