… Mereka itu milik-Mu dan Engkau telah memberikan
mereka kepada-Ku dan mereka telah menuruti firman-Mu.
(Yohanes 17:6B)
Pernahkah
kita membayangkan saat kita membeli sebuah barang yang sangat berharga?
Misalnya kita membeli jam tangan atau gadget baru yang sangat kita impikan. Apa
yang akan kita lakukan terhadap jam tangan atau gadget baru itu? Kalau itu
memang barang yang sangat ingin kita miliki maka kita akan menjaganya dengan
sepenuh hati kita. Kita akan sangat berhati-hati dan bahkan kalau boleh bilang –
kita akan menjaganya dengan segenap hati kita. Ah kelihatannya sangat
berlebihan bukan? Tetapi itu realitas hidup!
Saat
kita membeli suatu hal yang menurut kita baru dan itu menjadi impian kita, maka
kita akan menjaganya dengan segenap hati kita. Bahkan kita tidak rela kalau sesuatu
itu kadang dipinjamkan. Kita akan merawatnya, akan membersihkannya setiap hari,
bahkan kita tidak akan berhenti untuk mengutik-utik barang tersebut. Kita ingin
agar “barang tersebut merasa nyaman”. Atau biasanya kalau kita memiliki hewan
peliharaan, kita akan merawat dia sebaik mungkin.
Nah,
sekilas ketika kita merasa ada barang yang berharga, kita akan menjaganya
seperti itu. Coba bayangkan apa yang Tuhan kerjakan di dalam hidup kita saat
kita menjadi milikNya! Tunggu dulu! Apakah benar kita adalah milik Tuhan? Eitz,
bukankah tubuh kita yang memiliki adalah diri kita sendiri? Itu berarti dengan
semena-mena kita bia mengerjakan apapun yang kita suka donk? Boleh lah!
Namun
apakah benar bahwa kita adalah milik Tuhan? Itu adalah sesuatu yang perlu kita
pergumulkan setiap hari. Ketika kita menjadi milik Kristus, bukan dengan harga
yang murah Tuhan sudah menebus kita. Penebusan semata-mata hanyalah anugrah
yang sebenarnya tidak layak untuk kita terima. Sama juga dengan ketika kita
melihat seorang yang sudah mengkhianati kita, kemudian menjadi seorang budak
belian, dan akhirnya kita membeli budak itu dan akhirnya kita diberikan suatu
hidup baru. Seperti itulah apa yang terjadi di dalam hidup kita!
Nah,
kalau kita adalah milik Tuhan, pasti ada konsekuensinya. Yap, mau tidak mau,
seperti kita memiliki suatu barang, Tuhan pun juga dengan sangat bebas memperlakukan
kita. Nah, ini tentu menarik bukan? Waktu kita bilang bahwa “aku menentukan tujuan hidupku
sendiri” atau “aku
pasti bisa tanpa orang lain”, sadarkah kita bahwa ternyata pandangan-pandangan
tersebut terasa aneh? Mengapa aneh? Coba bayangkan kalau kita punya ponsel yang
tiba-tiba bisa bergerak sendiri. Ataupun ternyata anjing atau hewan peliharaan
kita tiba-tiba menggigit kita, menyakiti kita. Apa artinya? Bahwa ternyata kita
SAMA SEKALI TIDAK PUNYA HAK ATAS HIDUP KITA
SENDIRI!
Menjadi
milik Kristus bukanlah suatu hal yang menyenangkan – paling tidak itulah
anggapan sebagian besar orang. Mengapa? Karena kita menjadi seorang manusia
yang sangat terbatas! Apa-apa harus diatur, dan inilah natur dosa. Kita ingin
bebas dari suatu otoritas yang mengekang kita untuk melakukan sesuatu.
Pandangan sebagian orang adalah: “Kristus yang membatasi aku”. Padahal kalau kita
mulai membuka alkitab kita, apa yang dilakukan oleh Kristus adalah Ia membeli
kita dan harganya sudah lunas. (1 Korintus 6:19). Pemahaman tentang hal ini
tentunya membantu kita untuk sadar, siapa kita di hadapan Allah.
Konsekuensi
dari penebusan Allah atas hidup kita – atas jiwa kita menjadi suatu dasar bahwa
kita tidak boleh main-main di dalam hidup ini. Harus diingat bahwa apabila
Kristus menguasai hidup kita, itu berarti bahwa kita memberikan SEGALANYA buat
Tuhan. Apa makna dari kata SEGALANYA disini? Tentu saja: SEGALANYA YANG KITA
MILIKI. Aplikasinya? Bahwa ternyata tiada waktu sedetik pun bagi kita untuk
berpikir tentang hidup kita – bahwa ternyata seluruh tingkah langkah kita
adalah untuk Tuhan.
Kita
ini berharga! Sadarkah setiap kita akan hal itu. Kita ini adalah harta yang
terpendam dan mutiara yang berharga bagi Allah. Kita ini adalah kepunyaanNya.
Betapa indah realitas tersebut bukan? Tetapi apa yang mengerikan adalah di
tengah keberhargaan kita ternyata seringkali kita menjadi ciptaan yang
brengsek. Kita menjadi manusia yang ‘menolak’ untuk menjadi milikNya. Kita lupa
akan anugrah yang sudah Tuhan berikan.
Anugrah
seperti apa yang sudah diberikan Tuhan saat kita diambil menjadi milikNya? Yang
pasti adalah kita bebas dari ikatan dosa. Kita sudah diselamatkan oleh anugrah.
Menyadari hal ini seharusnya kita sadar bahwa kita adalah orang yang brengsek,
yang tidak memiliki apapun apabila Tuhan tidak memberikannya. Hidup kita
semuanya adalah di tanganNya.
Kedua
pastinya kita sadar akan rencana Allah di dalam hidup kita. Hal ini dimulai
dari pengenalan diri sendiri. Tidak dapat dipungkiri bahwa pengenalan kita akan
Tuhan Sang Empunya hidup kita yang semakin bertumbuh, akan membuat kita semakin
mengenal pribadi kita sendiri. Pengenalan kita akan Tuhan akan berbanding lurus
dengan pengenalan akan kita – akan visi hidup yang ditetapkan Tuhan di dalam
hidup kita. Contohnya dapat kita lihat di dalam pengenalan Paulus akan dirinya.
Sampai suatu momen dimana ia menyadari bahwa Tuhan tidak mencabut “duri dalam
daging” dari dalam dirinya, dia tidak tahu sampai Allah memberitahukan
alasannya: “cukuplah kasih karunia-Ku” (2 Korintus 12:9)
Nah,
hidup kita sebenarnya adalah milik Tuhan, dan di dalam rangka kita mengenal
Sang Pemilik Hidup kita, Tuhan akan menyayangi kita, yang mana seringkali kita
tidak menyadarinya. Hal itu terjadi karena kita tidak mengetahui apa sebenarnya
rencana Tuhan di dalam hidup kita. Kita jadi seringkali protes atas hal-hal
buruk yang menimpa hidup kita. Harus diakui bahwa ternyata hidup kita adalah
hidup yang bermakna, dan kebermaknaan itu hanyalah karena ANUGRAH ALLAH! Itulah
yang Allah sendiri minta pada kita: “TAAT dan SETIA”. Hanya 2 kata, tapi
bayangkan betapa susahnya hal tersebut untuk dapat kita lakukan.
Fanny
Crosby mencoba menuliskan sebuah lagu yang sangat indah:
I am Thine, O Lord, I have heard Thy voice,
And it told Thy love to me;
But I long to rise in the arms of faith
And be closer drawn to Thee.
Reff:
Draw me nearer, nearer blessèd Lord,
To the cross where Thou hast died.
Draw me nearer, nearer, nearer blessèd Lord,
To Thy precious, bleeding side.
Consecrate me now to Thy service, Lord,
By the power of grace divine;
Let my soul look up with a steadfast hope,
And my will be lost in Thine.
O the pure delight of a single hour
That before Thy throne I spend,
When I kneel in prayer, and with Thee, my God
I commune as friend with friend!
There are depths of love that I cannot know
Till I cross the narrow sea;
There are heights of joy that I may not reach
Till I rest in peace with Thee.
Indah
sekali lagu ini. Kerinduan dari Fanny Crosby adalah dia ingin menjadi milik
Tuhan Yesus sendiri.
Allah
yang mengasihi kita melalui PutraNya. Allah yang memberikan hidup kekal melalui
salib – yang mana Ia telah membeli kita melewati lembah kekelaman dosa. Allah
yang memiliki kita, yang menuntun tiap langkah kehidupan kita. Allah yang
membenci dosa kita, namun tetap ingin sekali memeluk kita dengan kasihNya…
Itulah pribadi Allah Tritunggal – sang pemilik hidup kita. Dialah yang layak
untuk menerima hormat dan kemuliaan. Ia yang sering kita sakiti namun dengan
salib itu dan dengan kata “SUDAH SELESAI”, seluruh orang yang percaya
diselamatkan. Itulah Allah yang sejati – Raja di atas segala raja, yang
menguasai hidup kita.
Apa
yang mau kita perbuat setelah kita mengetahui bahwa realitas hidup kita
semuanya adalah milik Tuhan? Tidak mudah untuk menyadari hal ini. Pengenalan
akan Allah yang benar akan terus berlangsung selama proses hidup kita. Kita
hanya perlu belajar untuk TAAT dan SETIA, menikmati setiap proses yang Tuhan
berikan sambil memaknai bahwa tidak ada satu hal pun di dalam hidup kita yang lepas
dari kontrolNya. Menanggapi hal tersebut berarti kita tidak perlu kuatir akan
apapun yang terjadi dalam hidup kita. Allah yang memiliki, dan Allah yang
mengatur, tinggal kita mau turut kehendakNya atau tidak.
Soli
Deo Gloria!