Nas Bacaan: Matius 6:25-34
Kehidupan manusia pada
umumnya tidak pernah lepas dari yang namanya kekuatiran. Kekuatiran adalah
bagian yang integral di dalam kehidupan. Artinya bahwa setiap manusia di dunia
ini pasti punya rasa kuatir di dalam kehidupannya. Terlepas dari berbagai hal yang
membuat dirinya aman, selalu ada hal yang membuat dia kuatir.
Kenapa sih sebenarnya kita
kuatir? Karena memang ada hal-hal yang nggak sesuai dengan ekspektasi kita.
Kita sudah merencanakan misalnya akan menikah di usia 28 tahun, tetapi ternyata
di usia ke-27 tahun kita belum mendapatkan seorang calon pendamping hidup.
Misalkan lagi ketika kita memutuskan untuk keluar dari pekerjaan kita yang
sekarang, kita kuatir akan susah mendapatkan pekerjaan lagi. Ketika kita tidur
pun terkadang kita juga kuatir.
Bahkan kalau kita lihat
kehidupan orang-orang yang ada di alkitabpun, ternyata tidak sedikit orang yang
kuatir atas kehidupannya. Abraham, yang disebut sebagai “bapa orang beriman”
pun sempat mengalami kekuatiran di dalam kehidupannya. Kuatir bahwa ia tidak
akan memiliki keturunan, kemudian pada saat tanah tempat tinggalnya kering dan
ia harus pergi ke Mesir, ia pun kuatir bahwa istrinya akan direbut orang.
Beralih ke Perjanjian Baru, ternyata kisahnya pun tidak jauh berbeda dengan
Abraham, yakni para rasul. Suatu kali Petrus bertanya kepada Yesus:
"Kami
ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau; jadi apakah yang
akan kami peroleh?" (Matius 19:27)
Bukankah ini adalah suatu
pertanyaan yang begitu umum kita ajukan? Sangat mudah bagi kita untuk terjebak
bahwa ternyata di dalam kita mengikut Tuhan pun, kita berharap akan imbalan
yang akan kita terima.
Mengapa kita merasa seperti
ini? Tuhan Yesus pun mengingatkan kepada kita sebelum nas ini.
Tak
seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan
membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang
seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada
Allah dan kepada Mamon." (Mat 6:24)
Kita tidak dapat mengabdi
kepada Allah dan kepada Mamon. Maksudnya? Kita selalu punya pilihan untuk
kehidupan kita. Kekuatiran pada dasarnya adalah karena kita sama sekali tidak
berpegang kepada Allah. Kita berpegang pada sesuatu yang begitu liquid (uang adalah sesuatu yang liquid bukan?). Mamon sendiri berarti
uang. Artinya apa? Kita hanya bisa memilih – apakah Allah yang akan kita sembah
ataukah kita menjadi hamba dari sesuatu yang liquid?
Okey, kembali pada hal
kekuatiran. Kalau kita menyadari bahwa hidup kita ternyata tidak dapat didasarkan
pada uang dan harta itu berarti bahwa kehidupan kita harus didasarkan pada
pilihan yang satunya.
Mari kita coba lihat Matius
6:26
Pandanglah
burung-burung di langit, yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak
mengumpulkan bekal dalam lumbung, namun diberi makan oleh Bapamu yang di sorga.
Bukankah kamu jauh melebihi burung-burung itu? (Mat 6:26)
Pernahkah kita kemudian
menjadi seseorang yang membayangkan: “Enak banget ya jadi seekor burung.
Sehari-hari sudah dikasih makan terus sama Tuhan.” Itu sama halnya mungkin kita
bayangkan: “Enak banget yak kalau kita nggak usah kuliah, nggak usah kerja,
tapi kebutuhan sehari-hari kita terpenuhi semua.”
Pandangan seperti ini bisa
menyesatkan kita. Memang benar bahwa burung sama sekali tidak menabur dan menuai
tetapi bukan berarti mereka sama sekali tidak berusaha. Artinya bahwa di dunia
ini Allah sudah memberikan potensi dimana kita dapat bekerja dan dapat
memanfaatkan segala sumber daya. Allah meminta kita untuk berusaha melakukan
eksplorasi terhadap dunia yang Ia ciptakan.
Pertanyaan Yesus selanjutnya
adalah “Bukankah kamu jauh melebihi burung-burung itu?” Jawabannya sekali lagi:
“absolutely YES”. Artinya bahwa memang di dalam kehidupan kita, kita sudah
diberikan anugrah yang terindah. Bukan masalah materi, bahkan terkadang kita
perlu lihat lagi kehidupan kita, bagaimana kalau sampai saat ini kita masih
hidup, kita masih bernafas, kita masih dapat pekerjaan, kita masih bisa kuliah
– bukankah semuanya adalah anugrah Allah?
Burung-burung yang ada di
udara itu ketika liat kita stress
mungkin mereka kaget yah. Mengapa? Tuhan sudah janjikan bahwa kita adalah
manusia yang begitu berharga. “Enak bener lho jadi manusia, bahwa mereka punya privilege untuk memanggil Allah itu
dengan panggilan Bapa.”
Kita lanjutkan ke ayat-ayat
selanjutnya. Matius 6:27 dengan keras Tuhan bertanya:
Siapakah
di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada
jalan hidupnya? (Mat 6:27)
Siapa? Tidak seorang pun. Sebentar. Bukankah itu berarti kita
tidak boleh kuatir? Bukan. Bukan itu maksud Yesus. Yesus berkata bahwa boleh
kita kuatir, tetapi jangan sampai kekuatiran itu akhirnya menguasai hidup kita.
Bukankah ada suatu kekuatiran yang positif? Apakah tanpa kekuatiran kita
berarti tidak boleh berjaga-jaga? Bukankah Yesus juga berkata bahwa kita harus
berjaga-jaga? Betul sekali kalau kita harus berjaga-jaga, tetapi bukan berarti
bahwa akhirnya kita menjadi begitu kuatir dan menjadi seseorang yang paranoid.
Sepertinya bukan malah menambahkan jalan hidup, kekuatiran yang berlebihan
justru akan menjadi sesuatu yang memperpendek usia kita.
92% orang di Amerika berkata bahwa sebenarnya kekuatiran yang
mereka rasakan adalah kekuatiran yang fiktif. Selain itu kalau memang
kekuatiran yang kita alami itu terjadi, kita tidak akan bisa melakukan apa-apa
bukan? Saya ingat betul pengalaman saya pertama kali menginjakkan kaki saya di
pesawat untuk pergi ke Bandung, saya kuatir sekali. Kemudian saat saya akan
pergi ke Bogor dari Bandung, saya naik taksi bandara tanpa kenal siapa-siapa
dan di mobil itu saya sama sekali tidak bisa tidur. Sebenarnya saya saat itu
sudah menjadi Kristen tetapi tanpa sadar ternyata kekuatiran begitu menguasai
saya.
Saya membayangkan kalau misalnya pesawat tersebut jatuh, apa yang
bisa saya perbuat? Tidak ada. Semua akan terjadi. Bagaimana jika seandainya
ternyata sopir taksi itu menculik saya kemudian merampok saya? Apakah
kekuatiran saya menyelamatkan saya? Tidak juga bukan?
Karena itulah kemudian ketika saya membaca kembali ayat-ayat ini
saya sadar betul bahwa ternyata hidup kita ini dijaga oleh Tuhan. Bukan berarti
bahwa ketika kita percaya kepada Tuhan, hidup kita akan menjadi berkelimpahan.
Rumusnya tidak begitu. Apakah berarti dengan kita ikut Tuhan maka segala urusan
lancar, semua masalah hilang? Tidak juga bukan? Tetapi apakah hidup kita selalu
dijaga? Iya betul.
Mungkin ketika kekuatiran itu mulai muncul, kita perlu belajar
untuk menyerahkan kekuatiran itu kepada Bapa. Setelah kejadian saya naik
pesawat untuk pertama kalinya itu, kesempatan kedua, ketiga dan seterusnya, di
setiap saya naik pesawat, saya selalu tertidur selama perjalanan. Intinya apa?
Berdoa dulu deh sebelum naik pesawat, “Tuhan hantarkan saya selamat sampai ke
tujuan. Aku tahu bahwa Tuhan adalah Allah yang Mahakuasa dan Engkau yang
berkuasa atas pesawat ini, atas pilot, atas cuaca, atas penerbangan ini. Tetapi
BIARLAH KEHENDAK-MU YANG JADI DAN BUKAN KEHENDAKKU. Kalau memang Allah
berencana bahwasanya ketika pesawat ini jatuh, maka aku tahu bahwa waktuku
sudah habis, dan sudah saatnya aku kembali ke pangkuanMu.”
Doa tersebut membuat saya bisa tidur nyenyak ataupun dengan tenang
membaca buku di pesawat. Itu semua karena ada satu perasaan tenang dan dijaga
oleh Bapa. Bukankah itu keistimewaan kita sebagai orang Kristen, bahwa kita
tidak perlu terlalu kuatir atas hidup kita? Bahwa segalanya sudah diatur oleh
Bapa, bahwa segalanya sudah diberikan kepada orang yang mengasihiNya, yang
terpanggil sesuai dengan rencanaNya? Bukankah itu artinya berserah?
Kalau kita sudah menyadari
bahwa segenap kehidupan kita sudah ada yang memegang, kini apa tugas kita?
Tetapi
carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan
ditambahkan kepadamu. (Mat 6:33)
Sangat jelas bukan? Carilah dahulu Kerajaan Allah artinya bahwa
kalau kita menyibukkan diri kita untuk berpikir tentang uang dan uang, maka
kehidupan kita akan dipenuhi oleh kekuatiran. Mau berdiri di fondasi yang liquid atau kita mau bersandar kepada
sesuatu dasar yang teguh? Yesus adalah dasar yang teguh itu. Allah menuntut
kehidupan total yang dipersembahkan kepadaNya. Ia meminta kita untuk percaya
dan terus menerus menyadari akan kebenaranNya. Ia ingin kita untuk percaya
sepenuhnya kepadaNya.
Sekali lagi, semuanya itu bukan berarti bahwa hidup kita akan
berkelimpahan harta. Allah tidak pernah meminta kita untuk terus menerus
memikirkan harta. Perintah di ayat ini jelas bukan? Carilah dahulu Kerajaan
Allah dan kebenaranNya, maka SEMUANYA itu akan ditambahkan kepadamu. Semuanya
disini mencakup apa sih? Bahwa penyertaan Tuhan akan selalu menyertai kehidupan
kita hari lepas hari. Bahwa segala hal yang Tuhan kerjakan di dalam kehidupan
kita akan membuat kita cukup dan mampu untuk hidup untuk memuliakanNya.
Apakah itu berarti kehidupan kita tanpa pergumulan? Justru
pergumulan akan semakin besar, tetapi di dalamnya ada rencana Tuhan, dan
pergumulan itulah yang akhirnya membuat kita dewasa di dalam Dia hari lepas
hari. Jadi pertanyaannya adalah, kepada siapa kita menyerahkan kehidupan kita?
Apakah ada suatu hal yang membuat kita kuatir setelah begitu banyak hal yang
sudah Allah kerjakan atas kehidupan kita? Ia telah menyerahkan hal yang paling
berharga – AnakNya yang tunggal – untuk kita dapat menerima keselamatan. Ia
telah menyediakan begitu banyak berkat atas kehidupan kita. Kasih, sukacita,
damai sejahtera… kurang apalagi? Lepaskan pengaruh mamon itu dari
dalam kehidupan kita – dan rasakan kasihNya yang diberikan atas hidup kita
sampai selama-lamanya.
Soli Deo Gloria