Total Pageviews

Wednesday, December 26, 2012

Christmas Reflection - Allah yang Mengambil Rupa Seorang Hamba


Meriahnya Natal di seluruh dunia, di Indonesia pun juga sangat meriah. Gereja-gereja juga mempersiapkan berbagai macam acara natal dan mengundang artis-artis untuk dapat mengisi acara mereka. Mall-mall penuh dengan lagu-lagu natal dan diskon, gereja menambah kapasitas mereka untuk menampung lebih banyak lagi jemaat, dan berbagai kemeriahan lain yang menunjukkan keseriusan di dalam merayakan kelahiran sang Juruselamat.

Sementara di sudut lain di Indonesia, orang-orang berusaha merayakan natal mereka masih bergelut dengan ijin gereja, bagaimana di dalam perayaan natal di daerah juga masih saja diteror oleh ketakutan. Bukan hanya terror, namun benar-benar dilakukan eksekusi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab. Sementara banyak orang yang merayakan natal secara luar biasa megah, ada juga orang-orang yang bahkan di dalam kesederhanaan mereka, mereka tetap belajar untuk merayakan sukacita kelahiran Tuhan Yesus.

Refleksi kali ini adalah mengajak setiap kita merenungkan berita kelahiran Tuhan Yesus, namun dari suatu sisi yang lain. Apabila diperhatikan mengenai kelahiran Tuhan Yesus, tidak dapat lepas dari realita bahwa Ia adalah Allah, yang mengambil rupa manusia, yang mana sebagai HAMBA (Filipi 2:1-11). The whole story – keseluruhan berita alkitab berfokus kepada Allah dan bagaimana peran Allah di dalam kehidupan manusia.

Berita lain di dalam alkitab kalau kita membaca di Yohanes 3:16, sangat jelas apa yang menjadi kerinduan hati Allah di dalam dunia ini. Bukan hanya ayat 16, bahkan sampai ayat 18 mempertegas kembali peran Tuhan Yesus. Pendamaian yang diberitakan di dalam alkitab – pemulihan relasi antara Allah dan manusia hanya dimungkinkan di dalam pengorbanan Sang Anak Domba Allah. Sang Raja itu mengambil rupa seorang HAMBA, dan inilah sesuatu yang menarik di dalam alkitab dan kekristenan. Allah yang almighty menjadi Allah yang menjadi slave.

Teladan itulah yang sebenarnya perlu untuk kita pelajari di dalam kehidupan kekristenan kita. Kemegahan natal bukan pada hadiah kepada kita – tetapi bagaimana perubahan hidup kita – evaluasi hidup kita akan apa yang Kristus kerjakan di dalam kehidupan kita. Apabila Allah yang mengambil rupa seorang hamba – sampai rela turun ke dalam dunia manusia yang berdosa dan bejat, kita pun sebenarnya dituntut untuk tidak berada di dalam posisi kita sebagai raja. Mengakui secara penuh bahwa kita ini juga adalah hamba-hamba Allah – yang sudah mendapatkan anugrah keselamatan itu. Hal ini akan terus mengingatkan kita bahwa kelahiran Tuhan Yesus itu merupakan sejarah terbesar umat manusia.

Sejarah kehidupan manusia – lahir tua sakit mati – dirombak oleh Kristus, tidak berakhir di dalam kematian, namun di dalam kebangkitan. Kristus yang menjadi anak sulung (Roma 8:29) dan kita akan menjadi saudara-saudaraNya. Bukankah natal adalah momen kelahiran Tuhan Yesus, sang pengubah sejarah kehidupan manusia? Ia membongkar siklus kehidupan manusia, mengubah siklus itu sampai kepada kehidupan kekal, dan bukankah ini yang harus diingat oleh umat manusia? Bahwa tanpa adanya kelahiran Tuhan Yesus di dunia ini, sejarah manusia berakhir kepada kematian saja, artinya bahwa kehidupan sama sekali tidak berarti apapun?

Yuk mengingat esensi natal yang sesungguhnya. Ia yang MAHA TINGGI menjadi HAMBA, menjadi yang PALING RENDAH! Bagaimana tanggapan kita? Apakah kita masih mengharapkan sebuah kado natal? Kado natal yang paling indah itu sudah DIA berikan melalui kelahiran Yesus Kristus. Tanpa Yesus Kristus, semuanya adalah kesia-siaan belaka. Seperti apakah natal yang kita rayakan? Apakah dengan sebuah acara yang megah demi kepuasan kita sendiri? Apakah dengan pohon natal mewah yang penuh dengan kado?

Natal adalah momentum yang Tuhan sediakan bagi kita untuk terus mengingat kembali apa yang Yesus kerjakan. Natal itu mengingatkan kita tentang banyak hal; KESETIAAN Maria dan Yusuf, PENYERAHAN DIRI Maria, IMAN dari Elisabeth, PENYEMBAHAN oleh orang-orang Majus dan para gembala, dan tidak boleh dilupakan juga adalah HAUS KUASA oleh Herodes. Kado apa yang sedang kita persiapkan untuk ulang tahun Tuhan kita? Natal adalah kesempatan bagi kita mengingat kembali – Allah yang MAHAKUDUS turun ke dunia untuk menyelamatkan manusia yang BERDOSA. Ia mengambil rupa seorang HAMBA, hidup di dalam suatu kondisi masyarakat yang menolak Dia, bahkan kematianNya disalib, yang merupakan penghinaan di jaman itu, namun tidak berhenti sampai disana. Kebangkitan Kristus di hari ketiga dan kenaikanNya ke sorga serta berbagai janji Tuhan tidak akan pernah berubah, dan itulah yang mengubah sejarah kehidupan manusia. Mari memaknai kehidupanNya.

Selamat Natal. Tuhan memberkati.

Sunday, December 23, 2012

Survey for internet user

Dear all,
I need help for a survey for the internet user in Indonesia and around the world

Please follow this link:
http://www.idsurvei.com/survei/pqmz1092

Thank you
Best regards

Friday, December 21, 2012

Kenosis – Sikap Hidup Orang Percaya


Sebuah perenungan dari Filipi 2:1-11

Sikap hidup orang yang percaya akan kekristenan memiliki suatu keunikan yang sangat khusus. Kehidupan orang percaya kepada Kristus seharusnya adalah semakin lama semakin serupa dengan Allah. Salah satu hal yang menarik di dalam sifat Allah, khususnya Yesus Kristus adalah sikap hidup “mengambil rupa seorang hamba”. Menyambut natal, tidak dapat dipungkiri bahwa seorang Raja Mulia rela mengambil rupa seorang hamba, menjadi serupa dengan manusia yang sama dengan kita. Sama-sama lapar, sama-sama bisa merasakan kesakitan, sama-sama bisa mati, dan yang paling penting yang tidak kita miliki adalah kebangkitan Kristus – sebagai yang sulung dari antara orang-orang yang percaya.

Salah satu sikap yang perlu direnungkan adalah bagaimana Kristus yang maha mulia bisa menjadi seorang hamba – yang kalau kita tahu pada konteks jaman itu, hamba adalah seseorang yang tidak memiliki arti sama sekali. Maksudnya bahwa hamba itu adalah orang-orang yang memiliki tingkat social yang sangat rendah. Hamba hanya boleh bicara kalau tuannya menyuruh dia bicara. Hamba adalah seorang yang harus melakukan apapun yang diperintahkan oleh tuannya. Hidup seorang hamba ditentukan oleh tuannya.

Apabila Yesus mengambil sikap hidup seperti itu, apa sebenarnya yang dapat kita pelajari?
1.    Ketaatan
Maksudnya adalah ketaatan Yesus di dalam kehidupannya sebagai seorang Imam, Raja, dan Nabi. Sebagai seorang imam, Tuhan Yesus memiliki sebuah keunikan. Imam di dalam Perjanjian Lama memiliki tugas untuk mempersembahkan korban-korban, seperti korban penebus dosa. Kristus sebagai imam besar menjadi menarik karena Ia tidak mengorbankan domba maupun kambing, tetapi di dalam peranNya sebagai imam, Ia memberikan diriNya sendiri sebagai korban penebus dosa manusia. Sikap ini menjadi sangat signifikan di dalam kekristenan. Tanpa penebusan Kristus yang adalah Imam Besar, tidak akan ada keselamatan.

2.    Melayani
Kalau kita melihat di Perjanjian Lama, fungsi raja adalah memimpin suatu negeri ataupun kelompok tertentu untuk dapat memuaskan keinginannya. Selain itu dari peran yang diambil Yesus sebagai seorang Raja, menunjukkan suatu hal – bahwa pemimpin yang baik ialah pemimpin yang mampu melayani orang-orang yang Ia pimpin. Kehidupan Kristus adalah kehidupan seorang Raja yang kalau kita lihat pada konteks jaman itu, sama sekali berbeda dengan bayangan yang dimiliki oleh orang-orang sekitarnya. Apalagi Kristus memproklamirkan diriNya sebagai mesias, yang kemudian para ahli taurat langsung menyebut Dia sesat.

3.    Pemberitaan Kabar
Peran Allah sebagai seorang nabi tidak dapat dilepaskan dari apa yang diberitakan oleh Yohanes. Pada mulanya adalah Firman (Yohanes 1:1) yang mana menunjukkan identitas Yesus sebagai firman itu sendiri. Di jaman Perjanjian Lama, nabi-nabi mengabarkan tentang kedatangan mesias dan merujuk kepada Mesias yang benar-benar kuat. Tuhan Yesus mengabarkan diriNya sendiri pada jaman Perjanjian Baru dengan menyebutkan bahwa Ia telah datang ke dalam dunia, mengambil rupa seorang hamba, yang mana pada akhirnya Ia harus mati di kayu salib. Bayangan mesias yang sama sekali tidak ideal.

Belajar dari ketiga sikap tersebut, sungguh sebenarnya peran-peran itu menunjukkan bahwa Kristus sudah menjalankan 3 fungsi itu dengan luar biasa. Bagaimana dengan kita sendiri? Adakah di dalam pelayanan kita, kita tidak taat kepada Allah, karena kita tidak percaya akan kuasa-Nya yang dapat menyertai kita? Di dalam kita melayani, adakah kita masih memikirkan apa yang kita dapatkan? Apakah jabatan yang kita emban berarti kita merasa bahwa kita memiliki suatu kuasa yang lebih? Apakah di dalam kita memberitakan injil kita malu menutup-nutupi kematian Kristus – suatu hal yang memalukan bagi manusia – dan lupa akan pengorbananNya dan kita melontarkan pernyataan bahwa Allah adalah Allah yang penuh kasih namun tanpa keadilan sama sekali?

Kalau kita punya sikap hidup seperti Tuhan Yesus seperti ini, sebenarnya tidak ada alasan bagi kita untuk tidak memiliki sikap taat, karena kita dapat melihat ketaatan Tuhan Yesus sampai mati di kayu salib. Ketaatan itu menunjukkan bahwa tidak ada yang dapat menghentikan Karya Allah bagi kehidupan manusia. Adakah kita memiliki ketaatan seperti Allah, sudah tahu bahwa dalam melakukan sesuatu yang benar kita dimusuhi namun kita tetap mau belajar untuk taat? Tuhan tidak pernah menjanjikan kalau kita taat maka hidup kita akan aman-aman saja, sebaliknya Tuhan sendiri berkata bahwa mengikut Dia berarti : pikul salib dan sangkal diri, tidak punya tempat untuk meletakkan kepala kita, dan sebagainya (Matius 8:20, Matius 10:38). Tetapi satu hal yang membuat kita tetap yakin bahwa ada happy ending adalah penyertaan Tuhan yang selalu tepat menurut waktuNya (Wahyu 21:4).

Melayani adalah sesuatu yang sangat susah. Fokus pelayanan bisa berubah dengan sangat cepat, yang mana kita lupa tentang konsep pelayanan yang diberikan Kristus di dalam kehidupan kita. Apabila memaknai pelayanan seperti yang diajarkan oleh alkitab berarti kita belajar bahwa hidup kita adalah melayani dan memberikan nyawa kita menjadi tebusan bagi banyak orang (Markus 10:45). Jangankan menjadi tebusan bagi banyak orang, bahwasanya kita hidup saat ini pun saat jadi atasan kita masih memegang teguh jabatan tersebut. Kita jarang ingat bahwa kalau Tuhan mengijinkan kita untuk ada di dalam suatu jabatan tertentu, itupun sebenarnya karena rencana Allah di dalam kehidupan kita.

Terakhir namun tidak kalah penting adalah injil seperti apa yang sedang kita beritakan. Kalau memaknai kehidupan Yesus, dengan terang-terangan Ia memberitakan injil yang sama sekali tidak enak untuk didengar. Saya selalu membayangkan sekiranya saya ada di jaman Perjanjian Baru dan mendengar Kotbah di Bukit, kira-kira sikap saya seperti apa? Pada saat kita mengenal Kristus, hal yang paling umum terjadi adalah yang dulunya kita tidak pernah mengenal Allah yang sejati, akhirnya kita jadi berani untuk memberitakan Firman yang berdasarkan atas Alkitab itu sendiri. Berapa banyak sekarang gereja memiliki jemaat yang begitu banyak namun mengundang bahkan orang-orang yang non-Kristen yang bahkan dia sama sekali tidak pernah membuka alkitab untuk memberitakan Firman, dan undangan itu bertujuan untuk memuaskan telinga pendengarnya. Firman yang sejati itu tidak hanya memuaskan pendengarnya tetapi juga memberikan suatu teguran dan bahkan sampai kepada pertobatan yang sejati.

Mari kita memaknai kehidupan Tuhan Yesus. Ia yang mengambil rupa seorang hamba, yang setia untuk terus melakukan kehendak BapaNya melayani di dalam keberadaanNya sebagai hamba, dan memberitakan Firman yang benar karena Ia sendirilah Firman Tuhan itu.

Soli Deo Gloria

Tuesday, December 18, 2012

Keunikan Kekristenan di Tengah Kehidupan Post-Modernisme


“All religions are fundamentally the same!” Pernyataan itu adalah pernyataan yang saat ini cukup populer di dalam kehidupan masyarakat post-modernism. Kebenaran telah digantikan oleh sesuatu yang relatif. Kebenaranpun dianggap sebagai sesuatu yang relatif, tanpa ada standar yang jelas. Implikasinya adalah semua paham, semua agama, semua hal itu adalah sesuatu yang relatif, dibungkus dengan sangat apik oleh kata-kata “TOLERANSI” namun pada prakteknya itu bukan toleransi secara definisi.

Lalu apa sebenarnya yang menarik dari Kekristenan? Bukankah Yesus, Muhammad, Buddha, dan lain-lain menawarkan hal yang sama? Bukankah nantinya tujuan akhir manusia adalah surga? Bukankah orang harus berbuat baik untuk dia dapat selamat? Bukankah semuanya sama-sama mengakui penciptaan dunia ini dari nol? Bukankah semuanya sebenarnya adalah satu, namun hanya cara pandangnya saja yang berbeda-beda? Bukankah tidak ada perbedaan yang fundamental antara semuanya?

Apakah implikasi dari kehidupan Kristen setelah kita ditebus? Apa sebenarnya yang unik antara kekristenan dengan seluruh agama di dunia ini? Banyak orang berkata bahwa kekristenan adalah agama yang sangat eksklusif. Bagaimana tidak, bahkan pada saat Tuhan Yesus berkata di dalam Yohanes 14:6, “I am THE way, THE truth, and THE life…” itu adalah pernyataan yang eksklusif. Satu-satunya jalan keselamatan adalah Yesus sendiri dan tanpa Yesus, mustahil seseorang bisa selamat dan beroleh hidup yang kekal. THE mengarah kepada SATU-SATUNYA!

Mari kita coba lihat bagaimana orang-orang pada umumnya memandang kekristenan dan bagaimana kita bisa bertahan di dalam tekanan tersebut:
1.      “Kekristenan adalah agama yang sangat eksklusif, dan sangat sombong, bukankah dengan mengatakan ‘YESUS adalah satu-satunya juru selamat’ berarti itu tidak menghargai pendapat lain?”
Ini adalah pendapat yang sangat klasik dan sering diutarakan oleh orang-orang relativis. Sebenarnya orang yang bertanya seperti itu perlu meninjau ulang pernyataannya. Bukan hanya kekristenan yang mengajarkan eksklusifitas. Apabila kita membaca seluruh kitab suci agama lain sebenarnya juga sama, bahwa mereka selalu menolak hal-hal yang bertentangan dengan ajaran dasar agama mereka.

2.      Seringkali orang-orang berkata bahwa tidak ada yang unik pada iman Kristen. Sama saja untuk mencapai surga kita harus melakukan ini, melakukan itu, dan sebagainya (seringkali orang mengutip Yakobus 2 untuk melontarkan pernyataan ini). Iman Kristen yang sejati percaya bahwa Allah mengatur semua hal di dunia ini. Allah kita bukan Allah yang bisa disogok dengan perbuatan baik kita.
Paulus menuliskan dengan sangat tegas di kitab Roma 3:23 bahwa semua manusia itu berdosa dan akibatnya upah satu-satunya yang patut kita terima adalah penghukuman maut. Inilah letak perbedaan mendasar iman Kristen dan agama-agama lain di dunia ini. Alkitab menyatakan bahwa seluruh dosa kita telah ditebus oleh Kristus dan tidak akan ada lagi penghukuman, serta sama sekali tidak ada peran manusia di dalam ia mendapatkan keselamatan. Mengapa begitu? Karena iman dari seseorang yang percaya pun sebenarnya timbul dari Kristus sendiri.
Lalu bagaimana dengan pernyataan dari kitab Yakobus 2 tersebut?
Ayat-ayat ini harus dibaca sesuai dengan konteks jaman tersebut, yang mana Yakobus melihat begitu bejatnya orang-orang yang mengaku percaya kepada Tuhan namun tindakannya sama sekali tidak mencerminkan imannya. Itulah yang mendasari pemikiran ini. Alkitab berkata bahwa seluruh tindakan baik kita itu karena Allah merencanakan sebelumnya, dan tidak ada usaha manusia sedikitpun untuk dapat diselamatkan, semuanya semata-mata karena anugrah. Perbuatan baik yang kita lakukan adalah (1) bukti dari iman percaya kita yang menyelamatkan yang sudah dianugrahkan Yesus bagi kita, (2) ucapan syukur atas anugrah terbesar yang diberikan Tuhan Yesus di dalam kehidupan kita.

3.      Tidak ada satu Allahpun di agama lain yang rela untuk turun ke dunia untuk menebus dosa manusia. Doktrin anugrah disertai dengan suatu pengakuan bahwa pertolongan atas kita hanyalah di dalam nama Allah Tritunggal. Selain iman Kristen, tidak ada Allah yang rela menjadi manusia, mengambil rupa seorang HAMBA (dalam istilah bahasa Yunani: kenosis). Berita ini terdapat di dalam surat rasul Paulus kepada jemaat di Filipi pasal 2. Apa yang dilakukan oleh Tuhan Yesus merupakan suatu tindakan yang tidak ada bandingannya di dunia ini. Semua orang sudah berdosa dan tidak akan bisa menyelamatkan diri sendiri dan orang lain. Maka dari itu, oknum yang tidak berdosa harus turun untuk menyelamatkan oknum yang berdosa.

4.      Surga itu sama saja, bukankah semua orang akan masuk surga setelah ia meninggal? Anggapan seperti ini merupakan pandangan dari orang yang belum belajar banyak dan menganggap bahwa tujuan akhir manusia diakhiri dengan surga. Seluruh agama memiliki konsep surga yang berbeda. Agama-agama seperti Buddha dan Hindu bahkan tidak mengakui adanya surga, namun tujuan hidup akhir Buddha adalah nirvana dan Hindu yaitu suatu kondisi yaitu mokhsa (artinya lepas dari lingkaran reinkarnasi). Bukankah ini menunjukkan bahwa konsep surga ini berbeda? Bahkan kalau diperhatikan lebih jauh, agama Islam dan Kristen pun juga memiliki konsep surga yang berbeda.

5.      Keunikan iman Kristen adalah apa yang ditawarkan Yesus. Kekayaan? Ketenangan hati? Kenyamanan? Itu adalah sebagian kecil yang Tuhan Yesus tawarkan kepada orang-orang yang mengikut Dia. Kekayaan yang dimaksud disini bukan kekayaan dunia, namun kekayaan dimana kita belajar untuk merasa cukup akan apapun yang kita miliki. Ketenangan hati adalah ketenangan hati karena kita tahu siapa yang kita percaya dan ada jaminan mulia atas kehidupan kita. Kenyamanan? Ya karena pada saat kita belajar mengikuti kehendakNya, kita akan nyaman dalam mengikut Dia.
Jauh melebihi semua hal itu, proses kekristenan adalah sesuatu yang sangat luar biasa. Tuhan Yesus menawarkan kelegaan, namun tidak melepaskan tanggung jawab manusia di dalam apa yang seseorang kerjakan. Tuhan Yesus mengatakan bahwa mengikut Dia berarti pikul salib dan sangkal diri. Namun hal inilah yang menarik bagi Paulus, yang mana ia menuliskan bahwa justru di dalam kelemahannya, di dalam apa yang ia alami, ia tetap dapat bersukacita di dalam Tuhan. Apa yang membuat ia bersukacita? Karena dia tahu bahwa Tuhan menyertai dia senantiasa. Itu hal yang cukup bagi dirinya.

Kesimpulannya adalah bahwa tidak ada satu agamapun di dunia ini yang sama. Semuanya memiliki perbedaan mendasar. Mungkin di dalam ranah praktek bisa sama, tetapi ada perbedaan secara fundamental (doktrin, dogma, dan sebagainya). Konsep kebenaran yang dianut oleh setiap agamapun berbeda. Mari kembali kepada definisi TOLERANSI bukan KOMPROMI. Justru perbedaan itu membuat kita saling menghargai satu sama lain.

Sumber:
-          Buku “Jesus Among Other Gods” oleh Ravi Zacharias
-          Siaran Radio dari Ravi Zacharias International Ministry “Let My People Think”
-          Buku “Faith Alone” oleh R.C. Sproul

Monday, December 17, 2012

Life is Grace - Menghidupi Sola Gratia dan Sola Fide


Istilah Sola Gratia, dikenal oleh banyak sekali orang Kristen. Sola gratia – hanya oleh anugrah – merupakan doktrin yang sangat mendasar di dalam iman Kristen. Sola gratia tidak dapat dilepaskan dari sola fide dan sola scriptura. Beberapa orang mengatakan bahwa istilah sola fide sudah tidak ada lagi, artinya bahwa iman kita kepada Tuhan tidak cukup untuk menyelamatkan kita dan membawa kita masuk ke dalam keselamatan yang dijanjikan oleh Allah.

Sola gratia merupakan salah satu doktrin mendasar – yang mana doktrin ini mendasari kehidupan orang Kristen. Orang Kristen yang menanggapi doktrin ini seumur hidupnya akan merasa bahwa hidupnya saat ini hanyalah ditopang oleh kasih Allah semata-mata. Dalam pemahaman tersebut, apapun yang dilakukan oleh orang tersebut seharusnya didasarkan pada kasih Allah di dalam kehidupannya.

Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri (Efesus 2:8-9).

Ayat ini mendasari bahwa kehidupan orang percaya didasarkan kepada kasih karunia semata. Akibatnya ada pada ayatnya yang ke-10 yaitu : Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya. (Efesus 2:10) di dalam pemahaman inilah sebenarnya kehidupan manusia harus didasarkan di dalam pemahaman bahwa seluruh hidupnya sudah diatur oleh Allah. Allah sudah merencanakan sebelum dunia dijadikan pun bahwa seluruh umat pilihanNya melakukan pekerjaan baik.

Problematika yang dihadapi saat ini adalah bagaimana orang-orang mulai menganggap bahwa doktrin sola fide adalah sesuatu yang kuno. Keselamatan hanya oleh anugrah di dalam Kristus Yesus dirasa terlalu “mudah” karena semua orang hanya tinggal percaya dan kemudian semuanya akan baik-baik saja. Seseorang dengan mudah mengatakan bahwa pada saat ia sudah percaya, maka ia akan beroleh hidup kekal sementara orang tersebut lupa bahwa ketika sudah mengakui Yesus sebagai satu-satunya juruselamat maka tindak tanduknya pun seharusnya mencerminkan imannya kepada Yesus. Saat ini orang-orang lebih suka bahwa mereka dapat berbangga atas kebaikan dan kesucian pribadi mereka dan dengan itu mereka merasa bahwa mereka layak untuk masuk surga.

Bagaimana kita dapat memaknai hidup oleh anugrah Allah seperti ini? Paulus dengan sangat indah menuliskan doktrin ini di kitab Roma. Kitab Roma merupakan salah satu surat Paulus yang paling sistematis, karena mencakup seluruh realitas hidup manusia secara Christian Worldview. Surat Paulus kepada Jemaat di Roma mencakup seluruh doktrin mulai dari penciptaan, kejatuhan manusia di dalam dosa, ketidakmampuan manusia untuk menyelamatkan dirinya sendiri, karya penebusan oleh Yesus Kristus dan sampai akhirnya menghidupi keselamatan di dalam Kristus.

Nah, kalau sola fide tidak berlaku, maka sebenarnya sola gratia tidak pernah akan ada. Kita  dibenarkan karena iman kita kepada Tuhan, dan anugrah itu diberikan secara cuma-cuma (namanya saja anugrah). Sola fide dipahami di dalam konteks bahwa semua yang kita lakukan berdasarkan atas apa yang Allah kerjakan di dalam kehidupan kita yang memampukan kita untuk berbuat sesuatu yang benar. Tanpa ada penebusan Kristus di kayu salib, nonsense kalau kita dapat berbuat baik, karena standar untuk berbuat baik pun kita tidak pernah tahu. Sola fide bukan berarti kita hanya beriman dan ngomong tok, tetapi justru iman kita diwujudkan dengan perbuatan baik kita, bukan sebagai syarat untuk masuk surga, tetapi sebagai ucapan syukur karena kita sudah ditebus.

Seperti lagu:
Here is love, vast as the ocean,
Lovingkindness as the flood,
When the Prince of Life, our Ransom,
Shed for us His precious blood.
Who His love will not remember?
Who can cease to sing His praise?
He can never be forgotten,
Throughout Heav’n’s eternal days.

On the mount of crucifixion,
Fountains opened deep and wide;
Through the floodgates of God’s mercy
Flowed a vast and gracious tide.
Grace and love, like mighty rivers,
Poured incessant from above,
And Heav’n’s peace and perfect justice
Kissed a guilty world in love.

Let me all Thy love accepting,
Love Thee, ever all my days;
Let me seek Thy kingdom only
And my life be to Thy praise;
Thou alone shalt be my glory,
Nothing in the world I see.
Thou hast cleansed and sanctified me,
Thou Thyself hast set me free.

In Thy truth Thou dost direct me
By Thy Spirit through Thy Word;
And Thy grace my need is meeting,
As I trust in Thee, my Lord.
Of Thy fullness Thou art pouring
Thy great love and power on me,
Without measure, full and boundless,
Drawing out my heart to Thee.



Akhir kata, selamat memaknai sola fide dengan benar. Tanpa iman, kita tidak akan pernah selamat. Iman itupun sebenarnya telah ditetapkan oleh Allah di dalam diri seseorang. Itulah besar dan lebarnya kasih Allah di dalam kehidupan kita. Di dalam Kristus kita adalah ciptaan baru, itulah makna keselamatan yang sesungguhnya. “Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang.” (2Korintus 5:17). Artinya kehidupan oleh iman adalah kehidupan yang memberikan buah pertobatan yang nyata di dalam kehidupan kita. Kita tidak pernah tahu bahwa kita ini sudah ditebus atau belum, tolok ukurnya adalah biasanya orang yang sudah ditebus akan menjadi resah apabila di sekitarnya masih ada orang-orang yang perlu kasih yang sesungguhnya.

Sunday, December 16, 2012

Karma - Does It Really Exist?



Seringkali orang Kristen terbiasa mengatakan tentang karma. Kalau dia disakiti oleh seseorang, langsung pasang status BBM, Facebook, dan Twitter serta social media lain KARMA does exist.” Menarik untuk dicermati bahwa sebenarnya sebagai seorang Kristen, kita dituntut untuk kritis dan belajar melihat lebih dalam, suatu terminologi yang populer ternyata tidaklah sesuai dengan kebenaran Firman Tuhan.

Kalau diperhatikan dari asal-usulnya, istilah karma yang biasa dipakai oleh orang-orang pada umumnya dikaitkan dengan suatu pembalasan yang menimpa seseorang karena menyakiti seseorang. Misalkan si A adalah seorang yang menyayangi anaknya. Maka anak si A juga akan tumbuh sebagai seseorang yang menyayangi anaknya lagi, begitu pula seterusnya.

Apakah karma adalah sesuatu yang benar-benar ada? Bagaimana seharusnya orang Kristen memandang karma?

Alkitab memberikan penjelasan tentang penolakan karma, yang mana terdapat dalam injil Yohanes 9. Apabila diperhatikan pada ayat 3, penolakan Yesus terhadap reinkarnasi dan karma terlihat jelas disana. Bukan karena orang tuanya berdosa maka orang tersebut buta, namun karena itupun merupakan rencana Allah yang ada pada orang tersebut.

Orang Kristen yang benar memiliki konsep tabur-tuai. Maksudnya adalah kita menabur di dalam rencana Allah dan pada suatu hari nanti entah sempat atau tidak, hasil taburan itu akan dituai entah diri kita ataupun orang lain. Seluruh kejadian di dunia ini sebenarnya saling berkaitan satu dengan yang lain, konsep pilihan dan pengaruh memegang peranan penting di dalam sejarah kehidupan manusia, yang sudah dikontrol oleh Allah. Seluruh kehidupan kita dikontrol oleh Allah tanpa terkecuali satu titik dalam kehidupan kita pun.

Ketika percaya kepada keberadaan karma, kita sedang di dalam suatu bahaya:
1.  Kita jadi berbuat baik, bukan karena kesadaran bahwa kita sudah ditebus, namun karena kita ingin hal baik juga akan terjadi dalam kehidupan kita. Dasar kehidupan kita akhirnya adalah imbalan dan upah, dan kita menuntut adanya suatu improvement dalam kehidupan kita apabila kita berbuat baik. Kita lupa bahwa Allah sudah merancangkan yang terbaik di dalam kehidupan kita (Roma 8)
2.   Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Hukum terutama yang disampaikan Yesus ini didasari kepada mengasihi Tuhan dengan seluruh jiwa raga kita. Artinya bahwa sumber kasih kita dan perbuatan kita didasari oleh iman kita kepada Tuhan, bukan karena benefit / cost yang akan kita terima. Benefit dan cost sudah diatur oleh Tuhan dan merupakan otoritas dari Tuhan sendiri.
3.  Kritik terhadap karma: berarti orang yang bejat total di masa lalunya, ia akan tetap bejat di masa mendatang. Bagaimana mungkin orang yang jahat di masa lalunya akan menjadi seorang yang baik? Kekristenan memiliki jawabannya: kembali kepada Sang Juruselamat. Karma – yang akhirnya berkaitan dengan reinkarnasi akan memaksa orang untuk hidup dalam kesengsaraan, tidak dapat menikmati kehidupan yang sudah ditebus oleh sang Juruselamat.
4.   Secara tidak langsung, orang Kristen sering menghidupi view tentang karma ini. Apabila disakiti seseorang maka cenderung kita ingin agar suatu saat orang yang menyakiti kita akan disakiti. Hal ini sangat lumrah terjadi dan itulah sebenarnya natur manusia berdosa. Kita harus ingat bahwa penghukuman maupun rejeki, semuanya itu tidak tergantung dari orang yang melakukannya, tetapi karena Tuhan sudah merencanakan hal tersebut. Tuhan adalah pribadi yang tidak dapat disogok dengan perbuatan baik kita. Dosa selalu memiliki konsekuensi logis, namun penghukuman yang dilakukan Allah itu sudah genap di dalam Kristus

Jadi? Selamat berpikir kritis. Kita hidup di dunia yang penuh dengan terminologi populer tanpa tahu makna sesungguhnya dan implikasinya. Bagaimana sebagai orang Kristen kita belajar untuk berpikir kritis atas realita yang ada di sekitar kita? Satu-satunya cara ya mendekatkan diri kepada Tuhan dengan membaca dan merenungkan FirmanNya, karena itulah sumber hikmat dan kekuatan.

Soli Deo Gloria! 

Wednesday, December 12, 2012

Sikap Hidup Orang Percaya


Sikap orang Kristen di dalam menghidupi kekristenannya berbeda-beda. Fenomena ini ditunjukkan dengan berbagai hal yang dapat kita temui di sekitar kita, yang sangat menarik untuk diperhatikan. Sekalipun tidak kelihatan dengan jelas, namun ciri-ciri seperti ini akan Nampak pada saat kita melihat seseorang melakukan sesuatu dan kemudian menyikapi suatu masalah di dalam kehidupannya.

Ada beberapa tipikal orang Kristen menurut saya dalam mereka memandang Tuhan di dalam hidup mereka dan sikap hidup mereka mencerminkan hal itu. Berikut ini klasifikasinya:


  • Berlaku sebagai HAMBA, Tuhan dinilai sebagai TUAN YANG KEJAM

Ciri-ciri orang seperti ini adalah ia memiliki kerohanian yang sangat represif. Maksudnya adalah orang tersebut sebenarnya tidak pernah nyaman di dalam hidup bersama Tuhan. Artinya bahwa ia memang melakukan kehendak Tuhan, namun kerohaniannya itu didasari bukan karena ia mencintai Tuhan, namun lebih karena itu merupakan suatu kewajiban yang menekan dia. Orang tipikal seperti ini gagal untuk menikmati keberadaan Tuhan di dalam hidupnya. Ia memang memuliakan Tuhan (dalam artian sempit) namun tidak diiringi dengan menikmati Tuhan dan anugrah-Nya sepanjang waktu. Artinya bahwa sukacita orang tersebut bukanlah merupakan sukacita Tuhan, begitu pula sebaliknya.
Kerohanian ini mirip dengan kerohanian yang dijalani oleh ahli taurat pada jaman Yesus. Mereka percaya bahwa Mesias akan datang dan mereka mempersiapkan diri mereka dengan bertindak sangat suci, sangat represif. Akibatnya mereka terikat oleh ritual-ritual keagamaan-lupa tentang apa hal riil yang harus mereka kerjakan. Sampai pada saat Tuhan Yesus datang pun mereka gagal mengenali Tuhan Yesus sebagai Mesias. Padahal apa yang dikatakan Tuhan Yesus adalah kuk-Nya itu enak dan beban-Nya ringan (Matius 11:30)


  • Berlaku sebagai TUAN, Tuhan dinilai layaknya ANJING

Tipikal orang Kristen seperti ini adalah orang Kristen yang sangat ­self-centered. Maksudnya adalah ia sangat menikmati berkat Tuhan di dalam kehidupannya, tetapi tidak mau menerima hal-hal negatif yang menimpa dirinya ataupun orang-orang di sekitarnya. Ia lupa bahwa pada saat seseorang diberikan berkat, ada sesuatu yang akan mengikuti berkat tersebut, yaitu kepercayaan dari Allah. Dasar dari imannya adalah berkat Tuhan yang luar biasa. Orang-orang dengan tipikal seperti ini memiliki hati yang bersukacita apabila ia mendapatkan berkat, sampai akhirnya ia “menyogok” Tuhan untuk memberikan sesuatu bagi dirinya. Misalnya bisa saja ia rajin ke gereja supaya dia dapat nilai yang bagus pada waktu ujian. Motivasinya untuk menyembah Tuhan tidak lebih dari agar dia mendapatkan keuntungan pribadi yang tidak berfokus kepada kepentingan Tuhan di dalam kehidupannya.
Kerohanian seperti ini saat ini sebenarnya sangat banyak ditemukan. Berapa banyak orang Kristen saat ini yang datang ke gereja dengan harapan bahwa mereka hanya ingin menikmati berkat, datang ke kebaktian yang kotbahnya memuaskan otak mereka, atau ke kebaktian dengan musik yang indah untuk memuaskan mereka. Inti ibadah akhirnya berubah fokus, dari penyembahan kepada Tuhan, fokus kemuliaan adalah Tuhan, menjadi pemuasan diri dan sekadar pengalaman intelektual.


  • Berlaku sebagai SAHABAT, Tuhan adalah SAHABAT yang SEJATI

Tipikal orang Kristen seperti ini adalah orang yang sangat sadar bahwa dirinya sudah ditebus oleh anugrah. Ia hidup di dalam kesadaran penuh tentang anugrah. Mengerjakan keselamatan karena dia tahu bahwa itulah yang Tuhan mau di dalam kehidupannya. Present his/her body as a living sacrifices, itulah kunci dari kehidupan orang tipikal ketiga ini. Apabila menjalani kerohanian seperti ini, ia dapat bersyukur karena apa yang nikmat bagi Allah, itu pula nikmat bagi Dia. Sukacita Allah adalah sukacitanya. Artinya bahwa apa yang Tuhan mau di dalam kehidupannya, Ia juga sedang mengusahakan hal yang Tuhan mau, sehingga justru kenikmatan sejatinya adalah memuliakan Allah di dalam kehidupannya. Konsep blessed to bless menempel erat di dalam orang tipikal ketiga ini. Ia menyadari bahwa kalau ia diberikan sesuatu hal oleh Allah, ada sesuatu yang Allah akan kerjakan di dalam kehidupannya melalui sesuatu itu.
Orang Kristen seperti ini memiliki rasa haus dan lapar akan kebenaran Firman Tuhan. Ia memiliki perubahan hidup yang jelas karena ia tahu kepada siapa ia bekerja. Ia dengan jelas sadar siapa yang menjadi pusat kehidupannya dan ia tahu akhir hidupnya dengan jelas, dan fokus hidupnya saat ini adalah untuk mencapai kekekalan tersebut.
Seorang sahabat tahu kebutuhan sahabatnya itu. Tuhan mengenal kita satu per satu sampai kepada pribadi kita yang paling brengsek sekalipun Tuhan tahu. Tuhan ingin perubahan hati kita secara mendasar. Kalau menganggap Tuhan sebagai sahabat berarti kita jadi pribadi yang siap dikritik. Kita menjadi pribadi yang berani untuk mengakui kesalahan kita. Kita dituntut menjadi seorang yang mau mengerti apa yang dimaui oleh sahabat kita, bukan karena sahabat kita ingin dikenal, tetapi kita dengan rela hati dan kerinduan itu kita belajar mengenalNya.

Ketika menulis artikel ini pun, saya pribadi merefleksikan sebenarnya bagaimana saya sudah menganggap Tuhan dalam kehidupan saya?  Bagaimana saya memandang Tuhan di dalam kehidupan saya? Saya pun mengajak setiap pembaca untuk merefleksikan hubungan kita dengan Tuhan. Sampai sejauh mana Tuhan menguasai kehidupan kita? Masih adakah hal-hal yang mana kita tidak mau serahkan kepada Tuhan? Mungkin terlalu kotor, terlalu brengsek, terlalu jijik?


Matius 13:44. Ayat ini menunjukkan apa yang akan saudara lakukan kalau saudara menemukan kerajaan sorga itu. Menurut pembaca sekalian, harta itu siapa kalau dari sudut pandang Allah? Ya tentu saja itu adalah saudara dan saya. Oleh karena itu, mari miliki sikap hidup yang benar di dalam menyikapi berbagai peristiwa dan kejadian yang ada di dalam kehidupan kita.

Kalau selama ini kita memiliki kerohanian yang represif, mari belajar menikmati apa yang Tuhan mau, rencana Tuhan yang sedang Ia kerjakan di dalam kehidupan kita. Kalau kita selama ini menganggap Tuhan hanya sebagai anjing, mari belajar untuk menghormati Dia lebih daripada kita menghormati berkat-Nya.

Soli Deo Gloria